Macam-macam Air dalam Madzhab as-Syafii
Email:
larvabee8@gmail.com
Subject:
berwudlu
Message:
Asalamualaikum.
Saya baru saja mendengar mengenai tata cara berwudlu, berwudlu tidak
boleh menggunakan air yang terkena sinar matahari secara langsung,
jadi menggunakan air yg tidak terkena matahari inilah yg di pakai utk
berwudlu. Bagaimana hukum nya dalam islam mengenai air wudlu ini ?
larvabee8@gmail.com
Subject:
berwudlu
Message:
Asalamualaikum.
Saya baru saja mendengar mengenai tata cara berwudlu, berwudlu tidak
boleh menggunakan air yang terkena sinar matahari secara langsung,
jadi menggunakan air yg tidak terkena matahari inilah yg di pakai utk
berwudlu. Bagaimana hukum nya dalam islam mengenai air wudlu ini ?
Jawab:
Bismillah was
shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Dalam madzhab Syafiiyah, air dibagi menjadi empat,
1.
Air suci dan mensucikan. Makna
‘mensucikan’ artinya bisa digunakan untuk menghilangkan hadats besar atau
kecil, seperti mandi atau wudhu.
2.
Air suci suci, namun makruh jika
digunakan untuk bersuci. Dihukumi makruh untuk bersuci, artinya masih sah
digunakan untuk mandi atau wudhu, namun hukumnya makruh.
3. Air suci dan tidak mensucikan. Berstatus ‘suci’ artinya jika terkena
badan, tidak wajib dicuci. ’Tidak
mensucikan’ artinya tidak boleh digunakan untuk wudhu atau mandi.
4. Air najis, itulah air yang
tidak boleh digunakan untuk bersuci dan jika terkena baju, wajib dicuci.
Bentuk air suci, namun makruh untuk bersuci adalah air musyammas.
Musyammas [arab: الـمشمس] dari kata syamsun
[arab: شمس] yang artinya matahari. Disebut air musyammas karena air
ini terkena terik matahari.
Imam as-Syafii (w. 204 H) mengatakan,
ولا أكره الماء المشمس إلا من جهة الطب
“Saya tidak
menilai makruh air musyammas, selain karena alasan kesehatan.” (al-Umm, 1/16).
Dalam al-Fiqh
al-Manhaji ’ala Madzhab as-Syafii dinyatakan,
نقل الشافعي ـ رحمه الله تعالى عن عمر - رضي الله عنه -: أنه كان
يكره الاغتسال به، وقال: ولا أكره الماء المشمس إلا من جهة الطب، ثم روى: أنه يورث
البرص
Imam as-Syafii
mendapat riwayat dari Umar bin Khatab radhiyallahu 'anhu bahwa beliau
memakruhkan orang yang mandi dengan air musyammas. Imam as-Syafii mengatakan, ’Saya
tidak menilai makruh air musyammas, selain karena alasan kesehatan.’ Kemudian
diriwayatkan bahwa mandi dengan air musyammas bisa menyebabkan kusta. (al-Fiqh
al-Manhaji, Dr. Musthafa Bagha, 1/32).
Kemudian Dr.
Musthafa Bagha menyebutkan, menyebutkan beberapa syarat di mana air musyammas
bisa dihukumi makruh,
a. Air itu terkena terik
matahari di daerah yang panas
b.
Air itu berada di wadah terbuat dari
logam selain emas dan perak
c. Air itu digunakan untuk
badan manudia, atau binatang yang bisa terkena kusta, seperti kuda.
(al-Fiqh al-Manhaji, 1/32).
Berdasarkan persyaratan yang beliau jelaskan, tidak semua
air yang terkena sinar matahari hukumnya makruh untuk bersuci. Karena pada
prinsipnya, air yang terkena sinar matahari boleh digunakan untuk bersuci,
selama tidak membahayakan kesehatan. Sehingga tandon air polyethylene atau dari
semen batako yang berada di atap rumah, tidak makruh digunakan untuk bersuci.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar