By: Sidik Tono, DR.
Tujuan berpuasa di bulan Romadhan adalah
membentuk pribadi yang bertaqwa, yaitu pribadi yang berusaha meningkatkan
ketaatan kepada Allah dengan meningkatkan amalan perintah dan anjuran sesuai
tuntunan Nabi dan berusaha dengan sekuat tenaga menghidari
larangan-larangan-Nya. (QS. Al-Baqarah (2): 183). Dan amalah bulan Ramadhan
salah satu cara membentuk prilaku ihsan, dan amalan apa saja yang mampu
membentuk prilaku ihsan? Masih banyak amalan-amalan lain baik yang bersifat
fardhu atau sunnah yang perlu kita perhatikan setelah bulan Ramadhan, seperti
shalat lima waktu dan berbagai rangkaian shalat-shalat sunnahnya, zakat, infaq
dan shadaqah, puasa-puasa sunnah, haji dan umrah jika mampu, serta
amalan-amalan sunnah lainnya. Semuanya akan membentuk prilaku ihsan pada diri
kita masing-masing.
Dalam
penciptaanya, Allah telah mengilhamkan (melekatkan jalan) kejahatan dan
ketaqwaan, sungguh beruntung orang menyucikannya (mengembangkan jiwanya secara
suci), dan sungguh rugi orang yang mengotorinya. (QS. Asy-Syams (91) 8-10).
Manusia sebagai subyek telah diberi bahan
dasar yang ada didalamnya sifat baik dab buruk. Untuk mengolah bahan itu Allah mengkarunai
alat kelengkapan yang sempurna dibanding dengan makhluk lain yaitu pikiran,
hati dan nafsu yang tidak steril dari sifat baik dan buruk.Sedangkan untuk
menggerakkan alat kelengkapan itu, maka Allah mengkaruniai pancaindera, dan dengan
pancainderanya itu manusia akan mampu menyerap dan menampung masuk ke dalam
dirinya berbagai fenomena/gejala yang baik dan yang buruk disekitarnya.
Melalui potensi pikiran, hati, dan nafsunya
manusia bekerja menyeleksi berbagai fenomena/gejala tersebut, namun manusia
tidak akan mampu menyelamatkan dirinya dari pengaruh buruk ketiganya. Dari
sinilah baik dan buruk itu dipandu dengan hidayah Allah (petunjuk) yaitu
Al-Qur’an, Allah berfirman:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ
الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَان...
“Bulan romadhan adalah (bulan) yang di
dalamnya diturunkan Al-Qur’an, sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar yang
batil)... (QS. Al-Baqarah
(2): 185)
Karena itu, dalam menyelamatkan manusia Allah
mengutus seorang rasul (Muhammad saw), Allah swt berfirmar:
كَمَاأَرْسَلْنَافِيكُمْرَسُولًامِنْكُمْيَتْلُوعَلَيْكُمْآَيَاتِنَاوَيُزَكِّيكُمْوَيُعَلِّمُكُمُالْكِتَابَوَالْحِكْمَةَوَيُعَلِّمُكُمْمَالَمْتَكُونُواتَعْلَمُونَ
“Sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu
seorang Rasul (Muhammad) dari (kalangan) kamu yang membacakan ayat-ayat Kami,
menyucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Kitab (Al-Qur’an) dan Hikmah (Sunnah),
serta mengajarkan apa yang belum kamu ketahui. (QS. Al-Baqarah (2): 151).
Dalam hal ini cukup jelas bahwa ketiga potensi
di atas (pikiran, hati dan nafsu) yang menyerap berbagai fenomena tersebut
sangat rentan dengan pengaruh-pengaruh buruknya, karena itu petunjuk berfungsi
sebagai penyelamat jalan kehidupan dunia dan akherat, karena petunjuk itu
berfungsi mengembangkan jiwa secara suci (fitrah) dan menumbuhkan ketaatan
ketaatan kepada-Nya. Jiwa yang suci (fitrah) akan membentuk prilaku ihsan baik
prilaku yang berhubungan kepada Allah, prilaku yang berhubungan dengan sesama
manusia, dan prilaku yang berhubungan dengan selain manusia (sunnatullah),
seperti lahirnya kesadaran dan perasaan bahwa semua perbuatan yang kita lakukan
seperti ada yang mengawasinya
INTERNAL
|
EKSTERNAL
|
||
BAIK
|
TAQWA
|
HIDAYAH ALLAH
|
|
BURUK
|
FUJUR
|
THAGHUT
|
Baik buruk itu ukurannya apa? Baik itu kita
disuruh mengerjakannya sedangkan buruk itu kita diminta menghindarinya. Bagaimana
cara berbuat yang baik itu? Yaitu mentaati Allah, mentaati Rasul, dan pemimpin
di antara kamu, Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Wahai orang-orang yang beriman taatilah Allah
dan taatilah Rasul (Muhammad) dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan)[1]
di antara kamu. Kemudian jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu beriman
kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya. (QS. An-Nisa’ (4): 59)
Dalam istilah ajaran Islam, berbuat baik itu
disebut AMAL SHALIH, namun disebut amal shaleh jika landasannya adalah Aqidah
sahihah (IMAN). Maka perbuatan kita akan terhitung amal shaleh apabila
sesuai dengan hukum Allah, sesuai hati nurani, dan sesuai dengan dorongan nafsu
mutmainah.
INTERNAL
|
EKSTERNAL
|
||
BAIK
|
TAQWA
|
HIDAYAH ALLAH
|
|
BURUK
|
FUJUR
|
THAGHUT
|
Ketiga indikator di atas merupakan kesatuan yang
tidak terpisahkan untuk disebut amal shaleh, seperti dalam istilah para winasis
Jawa “bener nanging ora pener”.
Rasulullah saw bersabda:
ليتحذاحدكم قلباشاكراولساناذاكراوزوجة مؤمنة تعينه
على امرالاخرة
“Hendaklah kamu (berbahagia) bila mempunyai
hati yang bersyukur, lidah yang berdzikir dan isteri (suami) mukmin yang
membantunya dalam urusan akherat” (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).
Inilah amal shaleh yang membentuk prilaku
ihsan
Lalu apa ihsan itu? Ihsan itu mempunyai banyak
arti, namun hakekatnya mencakup segala sikap pribadi yang melahirkan perbuatan
dan yang dapat dirasakan menyenangkan dan mengikat hati baik dalam lingkungan
rumah tangga, maupun dalam masyarakat dan negara. Karena itu ihsan merupakan suatu sikap yang baik dan perbuatan baik
dalam segala sesuatu pada saat apa pun.
وفى حديث جبريل عليه السلام (ما الاحسان قال أن تعبد الله كأنك تراه فإن لم
تكن تراه فإنه يراك قال صدقت) وذكر
الحديث.خرجه مسلم.
Artinya:
… engkau sembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, namun jika engkau tidak
bisa melihat-Nya, maka Dia (Allah) melihat kamu …
Pelajaran yang dapat diambil dari hadis di atas adalah jika
sikap itu dapat dimiliki seseorang maka sikap itu merupakan dasar dan pupuk
untuk lahirnya sikap dan perbuatan baik dalam kehidupan sehari-hari baik dalam pergaulan
masyarakat, bangsa dan negara.
Sebagai contoh Al-Qur’an surat at-Taubah (9): 100
menyatakan yang berbunyi:
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ
وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ
وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ
خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (100at-Taubah:)
Artinya: Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama
(masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang
mengikuti mereka dengan baik (ihsan), Allah ridla kepada mereka dan mereka pun
ridla kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di
bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah
keberuntungan yang agung (QS. at-Taubah (9): 100).
As-Sabiqun al-Awwalun
yang maksud adalah:
1.
Muhajirin:
Kalangan keluarga Rasulullah saw adalah Siti Khadijah, Ali bin Abi Thalib, Zaid
bin Haritsah. Luar keluarga adalah Abu Bakar ash-shiddiq, di samping itu para
sahabat yang dijamin masuk surga.
2.
Kalangan
Anshar adalah penduduk Madinah yang telah berikrar setia kepada Nabi di Aqabah
(Mina), yaitu pertama, pada tahun ke-11 kenabian berjumlah 7 orang, kedua, pada
ke-12 kenabian di tempat yang sama berjumlah 72 orang (70 laki-laki dan 2
perempuan), baru yang lainnya setelah mendengar bacaan Al-Qur’an yang dibaca
Abu Zarrah Mus’ab bin Umar bin Hasyim.
3.
Orang-orang
yang telah mengikuti kaum as-Sabiqun al-Awwalun itu dengan baik ialah
mereka yang ikut berhijrah ke Madinah dan berjuang menegakkan agama Islam; atau
4.
Mereka yang membuktikan kebaikan mereka dalam perbuatan dan
perkataan setelah mendapat bimbingan dan pelajaran dari para sahabat (as-Sabiqun
al-Awwalun), yang merupakan pemimpin yang diikuti dan dijadikan suri
tauladan dalam tingkah laku, perbuatan, ucapan dan perjuangan menegakkan agama
Allah (setelah Rasulullah saw wafat); atau orang-orang yang mengikuti mereka
dalam ketaatan dan ketaqwaan sampai hari kiamat.
Berkaitan dengan
perbuatan manusia. Orang yang berbuat salah dan keliru pada hakekatnya masih
dalam batas-batas kewajaran sebagai manusia. Namun di antara ukuran ihsan
adalah bila orang itu kemudian merasa sedih atau menyesal atas kesalahan atau
kekeliruannya itu, lalu bertaubat dan memperbaiki diri (berbuat baik). Dan dia
pun akan merasa senang apabila telah dapat berbuat baik. Dalam hal ini
Rasulullah saw bersabda:
من سرته حسناته و سائته سيئاته فذلك هوالمؤمن ---رواهمسلم
Artinya:
“Barangsiapa merasa gembira berkat kebaikan-kebaikannya, serta merasa sedih
akibat kejahatan-kejahatannya (keburukan-keburukannya). Itu pertanda bahwa dia
adalah orang beriman (HR. Muslim).
Wallahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar