Apakah Rasulullah saw bisa mengabulkan doa istighosah?
Jawab:
Allah Ta’ala perintahkan kepada Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam untuk menyebutkan identitasnya,
قُلْ لَا أَقُولُ لَكُمْ عِنْدِي خَزَائِنُ اللَّهِ وَلَا أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلَا أَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ إِنْ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا يُوحَى إِلَيَّ
“Katakanlah: Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku.” (QS. al-An’am: 50)
Allah juga perintahkan Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam untuk menyatakan bahwa dirinya hanya manusia biasa,
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ
“Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa.” (QS. al-Kahfi: 110)
Dan masih banyak ayat yang semisal, yang menunjukkan bahwa beliau hanya manusia biasa, sama sekali tidak memiliki sifat-sifat ketuhanan. Selain beliau mendapatkan wahyu, yang isinya syariat untuk membimbing beliau dan seluruh umat manusia ke jalan keselamatan.
Karena itulah, dalam syahadat yang kedua kita menyatakan,
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
“Dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya”
Kita sebut beliau sebagai hamba, karena beliau sama sekali tidak memiliki sifat-sifat ketuhanan.
Konsekuensi beliau sebagai manusia, beliau tidak bisa mengabulkan doa. Dia satu-satunya yang membagikan rizki dan rahmatnya, sesuai yang Dia kehendaki.
Allah berfirman,
أَهُمْ يَقْسِمُونَ رَحْمَةَ رَبِّكَ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُم مَّعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia.” (QS. az-Zukhruf: 32).
Doa Para Nabi yang Tidak Dikabulkan
Dalam al-Quran, Allah menyebutkan doa beberapa nabi yang tidak dikabulkan, diantaranya,
Pertama, Doa Ibrahim ‘alaihis salam, agar ayahnya diampuni.
Allah berfirman,
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آَمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ ( )
Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam
Yang ini menjadi kaidah umum bahwa orang yang mati kafir, tidak boleh dimintakan ampunan. Selanjutnya, Allah menyebutkan doa Ibrahim,
وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ إِلَّا عَنْ مَوْعِدَةٍ وَعَدَهَا إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلَّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ
Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri dari padanya. (QS. at-Taubah: 114)
Kedua, doanya Nabi Nuh ‘alaihis salam, agar anaknya diampuni,
وَنَادَى نُوحٌ رَّبَّهُ فَقَالَ رَبِّ إِنَّ ابْنِي مِنْ أَهْلِي وَإِنَّ وَعْدَكَ الْحَقُّ وَأَنتَ أَحْكَمُ الْحَاكِمِينَ .
Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya."
Lalu beliau ditegur oleh Allah,
قَالَ يَا نُوحُ إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ إِنَّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ فَلاَ تَسْأَلْنِ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنِّي أَعِظُكَ أَن تَكُونَ مِنَ الْجَاهِلِينَ
Allah berfirman: "Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatan)nya perbuatan yang tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakekat)nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang bodoh." (QS. Hud: 46)
Termasuk juga doa Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau pernah mengajukan 3 permohonan kepada Allah. Dikabulkan 2 dan yang satu tidak dikabulkan.
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
سَأَلْتُ رَبِّى ثَلاَثًا فَأَعْطَانِى ثِنْتَيْنِ وَمَنَعَنِى وَاحِدَةً سَأَلْتُ رَبِّى أَنْ لاَ يُهْلِكَ أُمَّتِى بِالسَّنَةِ فَأَعْطَانِيهَا وَسَأَلْتُهُ أَنْ لاَ يُهْلِكَ أُمَّتِى بِالْغَرَقِ فَأَعْطَانِيهَا وَسَأَلْتُهُ أَنْ لاَ يَجْعَلَ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ فَمَنَعَنِيهَا
Aku memohon kepada Allah 3 hal, Dia mengabulkan 2 doa dan menolak satu doa. Aku memohon kepada Rabku agar umatku tidak dibinasakan karena kelaparan, dan Dia kabulkan doaku. Aku memohon agar umatku tidak dibinasakan dengan cara ditenggelamkan, dan Dia kabulkan doaku. Dan aku memohon, agar tidak ada permusuhan diantara umatku, namun Dia menolaknya. (HR. Ahmad 1596 & Muslim 7442).
Ini menunjukkan, tidak semua doa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dikabulkan oleh Allah, dalam bentuk diberikan ketika di dunia.
Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan,
وأما الدعوات الخاصة ـ يعني بالأنبياء ـ فمنها ما يستجاب ومنها ما لا يستجاب
Untuk doa-doa khusus – yaitu doa para nabi – ada yang dikabulkan dan ada yang tidak dikabulkan. (Fathul Bari, 11/97).
Al-Khatib as-Syirbini menjelaskan alasan, mengapa doa nabi terkadang tidak dikabulkan
أن إجابة دعاء الأنبياء غالبة لا لازمة فقد يتخلف لقضاء اللّه تعالى
Bahwa dikabulkannya doa para nabi, itu sifatnya mayoritas bukan keharusan. Karena terkadang doa beberapa nabi bertentangan dengan ketetapan Allah Ta’ala. (Tafsir as-Shirat al-Munir, 2/327).
Lalu as-Syirbini menyebutkan contoh doa para nabi yang tidak dikabulkan Allah, diantarannya doa Ibrahim agar ayahnya diampuni dan doa nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam agar umatnya tidak dibinasakan karena perseteruan di antara mereka. Karena semua ini bertentangan dengan ketetapan Allah.
Selanjutnya kita beri kesimpulan
Jika doa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri terkadang tidak dikabulkan Allah, bagaimana mungkin doa orang lain atau isighatsah orang lain bisa beliau kabulkan?
Allahu a’lam
Syubhat & Bantahannya
Ada yang berdalil dengan hadis riwayat Bukhari secara Muallaq, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا أَنَا قَاسِمٌ وَخَازِنٌ ، وَاللَّهُ يُعْطِى
Saya hanya membagi dan mengumpulkan, dan Allah yang memberi. (HR. Bukhari 4/103).
Ada sebagian orang sufi mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang membagi rizki Allah. Sementara Allah yang menurunkan rizki itu kepada beliau.
Ini jelas salah kaprah,, dan ini aqidah sesat.
Ada dua alasan untuk syubhat ini,
Pertama, bahwa hadis ini berbicara tentang masalah ghanimah.
Bahwa Allah dan Rasul-Nya mendapatkan 1/5 dari setiap rampasan perang yang diperoleh kaum muslimin.
Allah berfirman,
وَاعْلَمُوا أَنَّمَا غَنِمْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَأَنَّ لِلَّهِ خُمُسَهُ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ إِنْ كُنْتُمْ آَمَنْتُمْ بِاللَّهِ
“Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil, jika kamu beriman kepada Allah.” (QS. al-Anfal: 41)
Allah memberikan 1/5 ghanimah untuk Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam yang disalurkan untuk kemaslahatan kaum muslimin. Allah memberi Nabi-Nya, sementara beliau yang membagi.
Kedua, jika ini kaitannya dengan masalah harta, maka makna beliau sebagai al-qosim (yang memberi) adalah beliau memberikan apa yang beliau miliki kepada orang lain, sesuai dengan petunjuk Allah.
An-Nawawi mengatakan,
معناه أن المعطي حقيقة هو الله تعالى ولست أنا معطياً وإنما أنا خازن على ما عندي ثم أقسم ما أمرت بقسمته على حسب ما أمرت به، فالأمور كلها بمشيئة الله تعالى وتقديره
Maknanya, bahwa Pemberi yang hakiki adalah Allah, dan bukan saya yang memberi. Saya hanya menampung apa yang saya miliki, kemudian aku bagikan apa yang diperintahkan untuk kuberikan, sesuai yang diperintahkan. Semuanya tergantung pada kehendak dan taqdir Allah. (Syarh Shahih Muslim, 7/129)
Allahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar