•اما
بعد فان خير الحديث كتاب الله و خير الهدي هدي محمد وشر المآمور محدثاتها وكل
محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة وكل ضلالة
في النار
•“Sesungguhnya sebaik-baik berita adalah kitab Allah (Al-Qur’an) dan sebaik-baiknya petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad s.a.w., dan seburuk-buruknya perkara adalah perkara baru. Dan setiap perkara baru adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat, dan setiap perbuatan sesat masuk neraka” (Muslim dan An-Nasa’i).
•Yang
dimaksud
“muhdatsat”
adalah”
1.Suatu
perkara
yang tidak
tersurat
atau
tersirat
baik
dalam
Al-Qur’an maupun
As-Sunnah;
atau
2.Suatu
perkara yang bertentangan
/berlawanan
dengan
Al-Qur’an maupun
As-Sunnah,
Atsar,
dan
Ijma’.
Sebagian ulama mengartikan
bid’ah
adalah
sesuatu
yang muncul
baru,
tidak
ada
pada
masa
Rasulullah
s.a.w.,
dan
tidak
termasuk
di
dalam
berbagai
kandungan
dalil-dalil
syara’
dan
dasar-dasar
umum
(al-ushul al-’ammah) (Baca: Ibanatul
Ahkam,
Syarah
Bulughul
Marram,
Juz
2, hal.
79)
•Atsar
sahabat,
al menyatakan:
1.Perkataan
Umar,
yang memerintahkan
agar shalat
malam
(tarawih)
pada
bulan
Ramadhan
dilakukan
secara
berjamaah,
yang pada
waktu
itu
dilakukan
oleh
beberapa
orang
berkelompok-kelompok
kecil
terpencar
di
Masjid
Nabawi,
dan
yang menjadi
imam adalah
Ubay
bin Ka’ab
al-hafidz.
Lalu
Umar
berkata:
“Bid’ah yang baik, ya seperti ini (ni’mat al-bid’ah hadzihi)”.
2.Usul
Umar
pada
masa
Khalifah
Abu Bakar untuk mengumpulkan
Al-Qur’an menjadi
satu
mushhaf.
•Atas
dasar
atsar
di
atas
para
ulama
membagi
muhdatsat
(bid’ah)
ada
dua
yaitu
sayyi’ah
(sesat)
dan
hasanah.
•Bid’ah
hasanah
hukumnya
boleh
(tidak
dilarang),
sedangkan
bid’ah
sayyi’ah
(sesat),
para
ulama
sepakat
hukumnya
haram.
•Jadi
jelaslah
yang dimaksud
dalam
hadits
Nabi
adalah
muhdatsat
(bid’ah)
sayyi’ah
atau
yang tercela,
sehingga
kegiatan
yang muncul
di
masyarakat
(tradisi)
sepanjang
tidak
bertentangan
dengan
Al-Qur’an< As-Sunnah baik
yang tersurat
maupun
tersirat,
Atsar,
dan
Ijma’
adalah
boleh.
•Pandangan
di
atas
berdasarkan
sebuah
riwayat:
Rasulullah
bersabda
yang artinya:
“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan berbagai kewajiban,
janganlah
kamu sia-siakan,
dan
Allah telah menetapkan
batasan-batasan (berbagai larangan), janganlah kamu melampauinya, dan Allah telah mengharamkan berbagai hal, janganlah kamu melanggarnya. Dan Allah mendiamkan
banyak hal, bukan karena lalai melainkan
sebagai
rahmat bagi engkau semua, tidak usah kamu perbincangkan/ tidak perlu dibahas-bahas (Ad-Daru
Qutni,
menurut
An-Nawawi
hadis
hasan.
Al-Qardhawi,
Al-Haram wal Haram fil Islam).
•Menurut
Al-Qardhawi
perkara
yang diperbolehkan
berdasarkan
hadts
tersebut
bukan
hanya
terbatas
pada
sesuatu
jenis
benda
tyertentu,
tetapi
meliputi
p0erbuatan dan
kegiatan
yang biasa
kita
sebut
dengan
adat
(tradisi)
atau
muamalat
( relasi
sosial),
hal
ini
pada
dasarnya tidak haram.
•Berdasarkan
hal-hal
di
atas,
tradisi
yang muncul
baru
atau
lama sepanjang
tidak
bertentangan
baik
tersurat
maupun
tersirat
dean ada
akarnya
dari
Al-Qur’an, As-Sunnah, Atsar,
dan
Ijma’
boleh
saja
kita
lakukan
bahkan
akan
bernuansa
Islami,
seperti
syawalan,
maulid
Nabi,
isra’
mi’raj,
tahlil
dan
lain sebagainya.
•Akhirnya
kita
harus
menyimpulkan
demi
keutuhan
dan
kesatuan
umat
yaitu:
1.Mari
kita
kerjakan
dan
laksanakan
semua
ajaran
Islam yang telah
disepakati,
terutama
amalan
yang mahdhah..
2.Dan
mari
kita
maklumi
dan
hormati
amalan
yang berbeda
yang tidak
bertentangan dengan
ajaran
Islam, terutama
bukan
perkara
yang mahdhah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar