Tanya:
Saya sering mendengar, ketika buang air kecil kita dianjurkan untuk berdehem, dan mengurut kemaluan. Apa benar demikian? Apa dalilnya?
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Anjuran ini terdapat dalam kitab Bidayatul Hidayah karya Abu Hamid al-Ghazali. Dalam buku tersebut, al-Ghazali mengatakan,
والا تستنجي بالماء في موضع قضاء الحاجة، وأن تستبرىء من البول بالتنحنح والنتر ثلاثا، وبإمرار اليد اليسرى على أسفل القضيب
Tidak boleh cebok dengan air di tempat buang hajat, hendaknya menghentikan buang air kecil dengan berdehem dan disentil 3 kali, serta mengurutkan tangan kiri dari bagian bawah batang kemaluan. (Bidayatul Hidayah, hlm. 3).
Akan tetapi disayangkan, beliau sama sekali tidak menyebutkan dalil yang menganjurkan hal ini. Dalam buku yang tipis itu, beliau hanya menyebutkan beberapa adab dalam kehidupan sehari-hari.
Satu catatan tentang Abu Hamid al-Ghazali, beliau pernah mengakui bahwa dirinya tidak mengetahui banyak hal tentang hadis. Beliau pernah mengatakan,
أن بضاعتي في الحديث مزجاة
“Sesungguhnya bekalku dalam masalah hadis itu sedikit.” (Qanun Ta’wil hal. 16).
Untuk itulah, para ulama pakar hadis, banyak mengkritik berbagai karya al-Ghazali. Karena beliau banyak menyebutkan hadis dhaif, bahkan hadis palsu yang dijadikan dalil untuk mendukung pendapatnya. Ketika mengupas biografi al-Ghazali, Imam ad-Dzahabi mengatakan,
ولم يكن له علم بالآثار ولا خبرة بالسنن النبوية القاضية على العقل
“Beliau tidak memiliki ilmu tentang atsar, maupun pengetahuan tentang sunah-sunah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang menjadi pengendali akal manusia.” (Siyar A’lam an-Nubala, 19/328).
Salah satu diantara karya beliau yang banyak mendapat kritikan dari para ulama adalah kitab Ihya Ulumiddin. Ibnul Jauzi mengomentari kitab al-Ihya,
وملأه بالأحاديث الباطلة ولم يعلم بطلانها وتكلم على الكشف وخرج عن قانون الفقه
“Beliau penuhi dengan hadis-hadis batil, sementara beliau sendiri tidak mengetahui status cacat hadis itu. Beliau banyak berbicara tentang kasyaf, dan banyak keluar dari masalah fikih.” (Siyar A’lam an-Nubala, 19/342).
Meskipun tidak dipungkiri bahwa beliau terkadang juga menukil berbagai hadis dari kitab shahih maupun sunan, seperti shahih Bukhari, Muslim, Sunan Nasai, Abu Daud dan yang lainnya.
Memahahi kenyataan di atas, sikap yang dikedepankan adalah mempertanyakan dalil dan alasannya. Dengan ini kita bisa meyakini bahwa yang beliau sampaikan adalah sebuah kebenaran.
Terkait berdehem seusai buang air dan menyentil batang kemaluan, ditegaskan oleh Syaikhul Islam bahwa perbuatan itu tidak disyariatkan dan tidak pernah dituntunkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau mengatakan,
التنحنح بعد البول والمشي والطفر إلى فوق والصعود في السلم والتعلق في الحبل وتفتيش الذكر بإسالته وغير ذلك: كل ذلك بدعة ليس بواجب ولا مستحب عند أئمة المسلمين بل وكذلك نتر الذكر بدعة على الصحيح لم يشرع ذلك رسول الله صلى الله عليه وسلم
”Berdehem setelah buang air kecil, berjalan, naik turun benda tangga atau bergelantungan di tali dan mengurut kemaluan setelah buang air, atau sikap yang tidak tuntunanya, semua itu adalah hal yang baru, tidak wajib dan tidak dianjurkan menurut para ulama kaum muslimin. Termasuk juga menyentil kemaluan, termasuk hal baru menurut pendapat yang kuat. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah mengajarkannya.” (Majmu’ Fatawa, 21/106).
Allahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar