NGOBAR ASSALAM

Ngobar Assalam, ikuti dan kunjungi Ngobar Assalam di Masjid Assalam Minomartani setiap hari Minggu Pagi sehabis sholat jama'ah Subuh.

Senin, 29 April 2013

Kewajiban Orang Tua untuk Mencarikan Jodoh Anaknya



 
Bismillah was Shalatu was salamu 'ala rasulillah, amma ba'du,
 
Kita awali dengan sebuah cerita,
Tersebutlah seorang gadis, dia wanita karier. Pegawai di sebuah instansi. Terkesan sang ayah ingin menguasai hartanya. Sang ayah sebagai walinya selalu menolak setiap pinangan laki-laki yang ingin menikahinya. Baik karena alasan atau tanpa sebab, semua ditolak mentah-mentah. Sampai berlalu bertahun-tahun lamanya. Sampai dia memasuki usia cukup tua, tidak lagi menjadi arah lirikan bani adam. Tidak disangka, ternyata sang wanita menahan rasa sakit hati karena orang tuanya. Namun dia tetap berusaha menjadi anak yang berbakti.
Suatu ketika dia sakit karena tekanan batin yang dia alami. Tekanan batin akibat kedzaliman orang tua, yang selalu menolak setiap pria yang datang melamarnya. Sakitnya semakin parah, sampai akhirnya dia harus opname di rumah sakit. Setelah menjalani perawatan yang cukup lama, dengan takdir Allah, kematian menjemputnya. Namun tekanan batin itu semakin membesar dan tak tertahankan. Di detik terakhir itulah dia meluapkan perasaannya. Dia panggil ayahnya,
"Wahai ayahku .., ucapkanlah amiin .." dengan sigap, sang ayah mengikutinya, "Amiin .." "Wahai ayahku .., ucapkanlah amiin .." dia mengulangi."Amii .. n" sambut sang ayah. Sampai dialog singkat ini diulang sebanyak tiga kali. Selanjutnya sang anak membaca doanya: "Saya memohon kepada Allah, agar Dia menghalangi ayah dari surga, sebagaimana ayah menghalangiku untuk menikah ..!" Kemudian dia menemui ajalnya. (Dzulmul Mar'ah, hlm. 51)
Innaa lillahi wa inna ilaihi raajiuun. Musibah besar yang dialami sang ayah yang dzalim.
Kisah ini bukan untuk ditiru. Baik untuk pelaku maupun korban. Karena jelas keduanya merugikan. Hanya saja Anda bisa bayangkan, apa keuntungan sang ayah dengan menolak sekian pinangan pria untuk putrinya. Kriteria pria seperti apa yang dia inginkan untuk bisa mendampingi putrinya.Mengapa dia tidak mengaca pada dirinya yang penuh kekurangan, sementara dia diterima untuk menjadi suami bagi wanita yang menjadi ibu anaknya.
Ada beberapa orang yang bertanya, kita sering mendengar istilah anak durhaka, untuk menyebut anak yang tidak mengikuti perintah atau melanggar larangan orang tua. Lalu bagaimana dengan orang tua. Apakah orang tua durhaka?
Jawabannya: ada. Tapi istilahnya bukan durhaka. Orang tua yang dzalim. Anak durhaka Vs orang tua dzalim. Sebagaimana istri durhaka, kebalikannya, suami dzalim. Orang durhaka, sebaliknya pemerintah dzalim.
Mereka bisa saling mendzalimi. Bawahan mendzalimi atas, sebaliknya, atasan mendzalimi bawahannya. Ini semua bisa terjadi karena alasan: ketika mereka tidak menunaikan hak dan kewajiban sebagaimana mestinya.
 
Perintah Allah untuk Menikahkan Orang Lain
Salah satu diantara motivasi besar menikah, Allah memerintahkan orang yang sudah menikah untuk turut mensukseskan terbentuknya pernikahan orang lain. Jika dia wali, maka dia berkewajiban menikahkan para wanita yang berada di bawah kewaliannya dengan mencarikan calon suami yang baik. Demikian pula ketika anaknya laki-laki. Orang tua harus memberikan izin kepada putranya untuk menikahi wanita pilihannya, selama tidak ada madharat yang merugikan dirinya atau keluarganya setelah menikah.
Allah berfirman,  
وأنكحوا الأيامى منكم والصالحين من عبادكم وإمائكم إن يكونوا فقراء يغنهم الله من فضله والله واسع عليم
Kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui. (QS. An-Nur: 32).
Makna: " orang-orang yang sedirian "adalah orang-orang yang belum menikah, baik laki-laki maupun perempuan.
Ibn Abbas mengatakan,
رغبهم الله في التزويج, وأمر به الأحرار والعبيد, ووعدهم عليه الغنى
Allah memotivasi mereka untuk menikah, Allah perintahkan kepada orang merdeka atau budak untuk menikah, dan Allah janjikan mereka dengan kekayaan melalui nikah. (Tafsir Ibnu katsir, 6/51)
 
As-Sa'di dalam tafsirnya menjelaskan,
يأمر تعالى الأولياء والأسياد, بإنكاح من تحت ولايتهم من الأيامى وهم: من لا أزواج لهم, من رجال, ونساء ثيب, وأبكار, فيجب على القريب وولي اليتيم, أن يزوج من يحتاج للزواج, ممن تجب نفقته عليه
Allah memerintahkan kepada para wali dan kepala keluarga untuk menikahkan setiap orang yang belum menikah, yang berada di bawah kewaliannya, baik laki-laki maupun perempuan, gadis maupun janda. Kewajiban keluarga dan wali anak yatim untuk menikahkan setiap anak yang siap menikah, yang wajib dia nafkahi .. (Tafsir As-Sa'di, hlm. 567).
 
Siapa yang Wajib Dinikahkah?
Kita sepakat bahwa setiap manusia wajib mendapatkan kebutuhan sandang, pangan dan papan. Syariat menetapkan agar kewajiban itu ditanggung oleh orang yang memberi nafkah. Dari sini ulama menegaskan bahwa orang yang menanggung nafkah orang lain, juga berkewajiban menikahkan mereka. Karena menikah bagian dari kebutuhan dasar manusia sebagaimana sandang dan pangan.
Al-Mardawi mengatakan,
يجب على الرجل إعفاف من وجبت نفقته عليه من الآباء والأجداد والأبناء وأبنائهم وغيرهم, ممن تجب عليه نفقتهم. وهذا الصحيح من المذهب
Wajib bagi kepala keluarga untuk memenuhi kebutuhan biologis setiap orang yang wajib dia nafkahi, baik ayah, kakek, anak, cucu, dan yang lainnya, yang wajib dia nafkahi. Inilah pendapat yang kuat dalam madzhab hambali. (Al-Inshaf, 14/450).
 
Hal yang sama juga disampaikan oleh Imam Ibn Utsaimin,
وأوصي أيضا الآباء بالنسبة لأبنائهم وبناتهم: أن يتقوا الله تعالى فيهم, لأن الأب إذا كان قادرا على تزويج ابنه وجب عليه أن يزوجه وجوبا كما يجب أن يكسوه ويطعمه ويسقيه ويسكنه يجب عليه أن يزوجه
Aku nasehatkan kepada para bapak (kepala rumah tangga), terkait putra - putri mereka, bertakwalah kepada Allah dalam mengurusi mereka. Karena ketika bapak mampu menikahkan putranya maka dia wajib menikahkannya, sebagaimana dia wajib memberi pakaian, memberi makan, minum, tempat tinggal kepadanya, dia juga wajib menikahkannya. (Al-Liqa as-Syahri, volume 28, no. 2)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar