Mahar Bidadari
Tanya:
Saya pernah
mendengar, kerikil dan kotoran di masjid bisa menjadi mahar bidadari, dalam arti
siapa yg membuangnya keluar, nanti di akhirat bisa untuk mahar bidadari. apa itu
benar?
Trims.
Jawab:
Alhamdulillah was
shalatu was salamu 'ala rasulillah, amma ba'du,
Pertama, kami tidak
menjumpai adanya riwayat shahih yang menjelaskan tentang amalan tertentu atau
benda tertentu yang menjadi mahar bidadari. Ada beberapa hadis yang menyebutkan
hal ini, namun statusnya palsu atau lemah sekali. Berikut diantaranya,
1. Dari Ibnu Umar
radhiyallahu 'anhuma, yang dianggap sebagai sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam,
كم من حوراء عيناء ما كان مهرها إلا قبضة من حنطة أو تمر
"Betapa banyak bidadari, yang maharnya hanya (sedekah
dengan) segenggam gandum atau kurma."
Hadis ini disebutkan
oleh Al-Uqaili, Ibnul Jauzi dalam Al-Maudhu'at (3/253), Ibnu Hibban dalam
Al-Majruhin (1/98). Perawi yang bermasalah adalah Aban bin Al-Muhbir.
Ad-Daruqutni mengatakan, "Aban, perawi yang matruk (ditinggalkan)."
Ibnu Abi Hatim dalam Al-Ilal (no. 641) mengatakan, "Bapakku menyatakan:
Hadis ini batil." Al-Albani menilai hadis ini sebagai hadis palsu.
(Silsilah Dhaifah, no. 571)
2, Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu,
yang dianggap sebagai hadis Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,
مهر الحور قبضات التمر وفلق الخبز
"Mahar bidadari
adalah beberapa genggam kurma dan cuilan roti"
Disebutkan oleh Ibnu
Adi dalam Al-Kamil (5/25), Ibnul Jauzi dalam Al-Maudhu'at (3/253). Perawi yang
bermasalah dalam hadis ini adalah Umar bin Shabh. Ibnu Hibban mengatakan; 'Dia
memalsukan hadis dari perawi yang Tsiqah, tidak halal menulis hadisnya.'
3. Hadis dari Anas
bin Malik radhiyallahu 'anhu. Hadis ini cukup terkenal,
كنس المساجد مهور الحور العين
"Menyapu masjid adalah mahar
bidadari"
Disebutkan Ad-Dailami dalam Musnad
Firdaus (no. 4896), Ibnul Jauzi dalam Al-Maudhu'at (3/253). Ibnul Jauzi
mengatakan, 'Banyak perawi yang gak jelas. Sementara perawi yang bernama Abdul
Wahid, tidak terpercaya, sebagaimana ketarangan Yahya bin Main.
Al-Bukhari, Imam Al-Fallas, dan An-Nasai mengatakan: 'Matrukul Hadis'
Dan masih banyak
beberapa hadis yang menentukan mahar bidadari semacam yang telah disebutkan di
atas.
Kedua, Mahar bidadari yang sejatinya
adalah seluruh amal shaleh dan semua bentuk ketaatan kepada Allah, yang
merupakan sebab manusia mendapatkan surga. Al-Qurthubi dalam buku At-Tadzkirah
(hlm. 556) menyebutkan,
باب ما جاء أن الأعمال الصالحة مهور الحور العين
"Bab, keterangan bahwa semua amal
shaleh adalah Mahar bidadari."
Selanjutnya, Al-Qurthubi menyebutkan
berbagai kisah, diantaranya,
Kisah dari Muhammad
bin Nu'man Al-Maqri,
Saya pernah duduk di
dekat Al-Jala Al-Maqri di Masjidil Haram Mekah. Tiba-tiba lewat seorang yang
sudah tua, badannya tinggim, badannya bagus. Al-Jala langsung menyambutnya dan ngobrol
sebentar bersamanya. Setelah kembali ke tempat duduk kami, dia bertanya: 'Kalian
tahu, siapa orang tua ini?' Kamipun menjawab, tidak tahu. Al-Jala memberi
penjelasan,
ابتاع من الله حوراء بأربعة آلاف ختمة ، فلما أكملها رآها في المنام في حليها وحللها فقال :
من أنت ؟ فقالت :
أنا الحور التي ابتعتني من الله تعالى بأربعة آلاف ختمة هذا الثمن فما نحلتي أنا منك ؟ قال :
ألف ختمة قال الجلا :
فهو يعمل فيها بعد
"Dia membeli bidadari dari Allah dengan 4000 kali khatam
Al-Quran. Setelah menyempurnakan 4 ribu itu, dia bermimpi melihat bidadari
dengan berbagai perhiasannya. Diapun bertanya, 'Siapa anda?' Sang bidadari
menjawab, 'Saya bidadari yang kamu beli dari Allah dengan 4000 kali khatam
Al-Quran. Itu baru harganya.' Dia bertanya; 'Lalu apa yang menjadi mahar untuk
menikahimu?' Sang bidadari menjawab, 'Khatamkan lagi 1000 kali.' Setelah itu,
Pak tua inipun melaksanakannya."
Kemmudian, diriwayatkan
dari Tsabit, beliau menceritakan,
Bapakku termasuk
orang yang rajin Tahajud di kegelapan malam. Dia bercerita, 'Suatu malam saya bermimpi
melihat sosok wanita yang tidak sama dengan wanita pada umumnya. Saya bertanya,
"Siapa anda". Dia menjawab: 'Bidadari, hamba perempuan Allah.' Spontan aku mengiba: 'Nikahkan aku dengan
dirimu.' Dia menjawab: 'Lamarlah aku kepada Allah, dan berikanlah aku mahar.' 'Lalu
apa maharmu?' Dia menjawab: "Tahajud yang lama."
Kisah yang lain
tentag Malik bin Dinar. Beliau termasuk ulama yang memiliki rutinitas ibadah
berupa bacaan Al-Quran di malam hari. Suatu malam beliau tidur. Tiba-tiba saya
bermimpi melihat wanita yang sangat cantik. Dia membaca papan. Sang bidadari
bertanya, 'Kamu bisa baca ini?' 'Ya' jawabku. Diapun memberikan papan itu. Ternyata
di sana tertulis sebuah bait syair.
Membersihkan masjid,
memang hal yang dianjurkan, namun bukan berarti itulah mahar bidadari.
Referensi: Fatwa islam, no. 102757
Tidak ada komentar:
Posting Komentar