Oleh: Ammi Nur Baits
Tanya:
Ada seorang wanita yang
dilamar seorang pegawai bank. Apa yang harus dia lakukan. Sementara pihak orang
tua si wanita sangat setuju dan berharap putrinya bersedia untuk menerimanya.
Dengan pertimbangan kesejahteraan hidup.
Dilihat
dari kepribadiannya, dia lelaki yang baik, tangung jawab, dewasa, bukan tipe
emosional, dan royal.
Trim's
Nuw
Jawab:
Alhamdulillah
was shalatu was salamu 'ala rasulillah, wa ba'du,
Hidup
serba kecukupan adalah dambaan setiap wanita. Denagn segala fasilitas yang
lengkap, memudahkan dirinya untuk melakukan berbagai aktivitasnya. Terlebih
sang suami adalah sosok yang bertanggung jawab, baik hati, tidak tempramental,
dan royal kepada keluarga. Bak seorang permaisuri di istana keluarga yang
mendampingi sang raja.
Namun
perlu diingat, semua itu hanya standar dunia. Standar yang hanya kembali pada
kebahagiaan lahiriyah, yang tentu saja itu bukan segala-galanya. Karena kita
tetap harus mempertimbangkan standar yang utama, yaitu standar syariah.
Sejatinya,
semua informasi yang anda sampaikan, sudah menunjukkan tipe lelaki ideal,
selain satu batu besar yang mengganjal, dan menurunkan derajatnya, dia seorang
pegawai bank. Ada
beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan untuk menerima calon suami dengan
status pegawai bank,
Pertama,
pegawai bank adalah pemakan riba
Bisa
dikatakan 99% pengahasilan bank adalah riba. Dengan toleransi 1% sebagai asumsi
penghasilan dari biaya administrasi nasabah. Sehingga anda bisa memastikan,
gaji yang diterima pegawai bank, sejatinya adalah uang riba. Dengan demikian,
seorang pagwai bank bisa dipastikan semua harta yang dia miliki adalah harta
riba. Dia makan minum dari riba, dia kenyang dengan riba, tidur nyenyak karena riba,
dia berpakaian dengan riba, dan dia hidup dengan bergumul riba. Dan tidak lupa
ada toleransi 1% yang bukan riba.
Bisa
anda bayangkan, betapa komulasi dosa riba yang dia kantongi. Tidakkah dia
sadar, Allah menantang perang dengan pemakan riba, sebagaimana firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللَّهَ وَذَرُواْ
مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ، فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُواْ
فَأْذَنُواْ بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ
Wahai
orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba,
jika kalian beriman. Jika kalian tidak melaksanakannya maka umumkanlah untuk
berperang dengan Allah dan Rasul-Nya. (al-Baqarah: 278 – 279)
Tidakkah
dia sadar bahwa dosa riba lebih kejam dibanding zina? Dari Ibn Handzalah, Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
درهم ربا يأكله الرجل وهو يعلم أشدُّ من ستٍّ وثلاثين زنية
“Satu dirham riba itu lebih berat dari pada
36 wanita pelacur” (HR. Ahmad & dishahihkan Syu'aib al-Arnauth)
Tidakkah
dia sadar, pintu riba yang paling ringan sama dengan memperkosa ibunya? Dari
Abdullah, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
الربا ثلاثة وسبعون باباً أيسرها مثل أن ينكح الرجل أمه
“Riba ada 73 pintu, yang paling ringan
seperti orang yang berzina dengan ibunya” (HR. Hakim dan disahihkan ad-Dzahabi
& Syua'ib al-Arnauth)
Bukankah
mereka termasuk manusia yang dilaknat? Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu
'anhuma, beliau mengatakan:
لعن رسول الله صلّى الله عليه وسلّم: آكل الربا، وموكله،
وكاتبه، وشاهديه"، وقال: "هم سواء"
“Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
melaknat pemakan riba, pemberi makan riba, yang mencatat, dan dua saksi” (HR. Muslim).
Lantas
apa yang bisa dibanggakan dengan lelaki model seperti ini?
Kedua,
menikah dengan orang fasik
Seorang
pegawai bank dengan berbagai pelanggaran di atas, merupakan pelaku dosa besar.
Rutinitas dia makan harta riba sudah cukup menjadi alasan mendasar untuk itu.
Dengan kata lain, sejatinya seorang pegawai bank adalah orang fasik. Dia pelaku
dosa besar dan bahkan itu menjadi bagian penting hidupnya.
Dengan
demikian,
menikah dengan pagawai bank sama dengan menikah dengan orang fasik.
Para ulama melarang wanita yang baik, ataupun walinya,
menerima lamaran lelaki yang fasik. Karena pernikahan semacam ini tidak
sekufu
(sepadan) dalam agama.
Ibnu
Rusyd mengatakan,
ولم يختلف المذهب - المالكية - أن البكر إذا زوجها الاب من
شارب الخمر، وبالجملة من فاسق، أن لها أن تمنع نفسها من النكاح، وينظر الحاكم في
ذلك، فيفرق بينهما، وكذلك إذا زوجها ممن ماله حرام، أو ممن هو كثير الحلف بالطلاق
Ulama
madzhab Malikiyah tidak berselisih pendapat bahwa seorang gadis yang dinikahkan
ayahnya denagn lelaki peminum khamr atau lelaki fasik secara umum, dia berhak
untuk menolak lamaran nikah, sementara hakim menimbang masalah dan memisahkan
keduanya. Demikian pula jika dia dinikahkan dengan orang yang hartanya haram
atau lelaki yang suka mengancam talak. (Bidayatul Mujtahid, hlm. 404)
Syaikh
Ibnu Utsaimin pernah ditanya tentang seorang wanita yang menerima lamaran dari
lelaki peminum khamr, bolehkah walinya menolak lamarannya?
إذا رضيت البنت شخصاً ليس
بكفءٍ في دينه، فإنه يجب على ولي أمرها أن يمنعها منه ولا يجوز أن يوافقها؛ لأنه
ولي يجب عليه فعل الأصلح وهذا من الحكمة في أن النكاح لا يصح إلا بولي ، لئلا
تختار البنت من ليس بكفءٍ لها في دينه ولكنه خدعها حتى وافقت عليه
Jika
ada seorang wanita yang bersedia menikah dengan lelaki yang tidak sekufu
dalamagama maka wajib bagi walinya untuk menolaknya, dan tidak boleh
merestuinya. Karena wajib bagi wali untuk melakukan yang terbaik. Inilah diantara
hikmah bahwa nikah tidak boleh kecuali dengan restu wali. Agar sang anak tidak memilih
lelaki yang tidak sekufu dengannya dalam masalah agama. Karena si wanita ditipu
sehingga mau menikah dengan lelaki fasik itu. (Fatawa Nur 'ala Ad-Darb).
Ketiga,
sang istri & keluarga makan harta haram
Bagian
ini penting untuk anda renungkan. Konsekuensi menikah dengan pegawai bank,
berarti siap untuk makan harta haram. Rela untuk berbahagia dengan riba, di
atas penderitaan banyak orang.
Dari
Ka’ab bin Ujrah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا يَرْبُو لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ إِلَّا كَانَتْ
النَّارُ أَوْلَى بِهِ
“Tidak ada daging yang tumbuh dari as-suht,
kecuali neraka lebih layak baginya.” (HR. Turmudzi 614 dan dishahihkan al-Albani).
Dalam
riwayat dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma,
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ ، النَّارُ
أَوْلَى بِهِ
“Tidak akan masuk surga, daging yang tumbuh
dari as-suht, maka neraka lebih layak baginya.” (HR. Ahmad 14032 dengan sanad
jayid sebagaimana keterangan al-Albani).
As-suht
: semua harta haram, baik riba, suap, atau lainnya.
Semoga
Allah memberikan kekuatan kepada kita untuk bersabar di atas jalan kebenaran.
Allahu
a'lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar