1.Landasan atau dasar yang menjadi ketentuan pembagian waris adalah berdasarkan Al-Qur’an
surat an-Nisa’ (4): 7, 11, 12, dan 176.
surat an-Nisa’ (4): 7, 11, 12, dan 176.
2.Landasan atau dasar ketentuan wasiat adalah berdasarkan Al-Qur’an surat al_Baqarah (2): 180,
surat an-Nisa’ (4): 11, 12, dan surat al-Maidah (5): 106.
surat an-Nisa’ (4): 11, 12, dan surat al-Maidah (5): 106.
3.Hadis Nabi:
ألحقوا الفرائض بأهلها ، فما بقي فهو لاولى رجل ذكر
(“Berikanlah bagian-bagian kepada ahli warisnya, maka apabila ada lebih adalah bagi laki-laki
terdekat”)
terdekat”)
-URUTAN/TERTIB PENYELESAIAN HARTA PENINGGALAN
TAJHIZ (Perawatan jenazah)
DAIN (Pelunasan Hutang si-mati)
WASIAT (Jika ada)
WARIS
-AHLI WARIS YANG SELALU MEWARISI
•BAPAK (ahli waris zaw al-furud, juga ahli penerima sisa (asabah) jika tidak anak laki-laki)
•IBU
•SUAMI atau ISTERI (Posisi sentral dalam pembagian waris, yakni salah satu yang mati)
•ANAK PEREMPUAN
•ANAK LAKI-LAKI (ahli waris penerima sisa (asabah)
•Suami mendapat ½ jika tidak ada anak, atau ¼ jika ada anak (selalu mewarisi).
•Isteri mendapat ¼ jika tidak ada anak, atau 1/8 jika ada anak (selalu mewarisi).
•Anak perempuan mendapat ½ jika seorang diri, atau 2/3 jika lebih dari seorang, atau ashabah jika
mewarisi bersama anak laki-laki. (selalu mewarisi).
mewarisi bersama anak laki-laki. (selalu mewarisi).
•Bapak mendapat 1/3 jika tidak ada anak, 1/6 jika ada anak, penerima sisa (ashabah) jika tidak ada
anak laki-laki, (selalu mewarisi). Kakek mewarisi jika tidak ada bapak, bagiannya seperti bapak.
anak laki-laki, (selalu mewarisi). Kakek mewarisi jika tidak ada bapak, bagiannya seperti bapak.
•Ibu mendapat 1/3 jika tidak ada anak, atau 1/6 jika ada anak, (selalu mewarisi). Nenek mewarisi jika
tidak ada bapak atau ibu, bagiannya seperti ibu.
tidak ada bapak atau ibu, bagiannya seperti ibu.
•Anak laki-laki Ashabah (selalu mewarisi).
•Anak perempuan dari anak laki-laki mewarisi jika tidak ada anak (baik laki-laki maupun perempuan).
•Saudara perempuan kandung itu bukan ahli waris utama melainkan sebagai ahli waris zaw al-arham
dan ia tersingkir oleh anak laki-laki, anak laki-laki dari anak laki-laki betapa rendah menurunnya,
bapak, dan kakek sebenarnya.
•Anak perempuan selalu mewarisi, sedangkan anak perempuan dari anak laki-laki baru akan
mewarisi apabila tidak anak perempuan atau anak laki-laki.
•Ketentuan bagian anak perempuan ini ada beberapa kemungkinan:
dan ia tersingkir oleh anak laki-laki, anak laki-laki dari anak laki-laki betapa rendah menurunnya,
bapak, dan kakek sebenarnya.
•Anak perempuan selalu mewarisi, sedangkan anak perempuan dari anak laki-laki baru akan
mewarisi apabila tidak anak perempuan atau anak laki-laki.
•Ketentuan bagian anak perempuan ini ada beberapa kemungkinan:
1) jika tidak mewarisi bersama anak laki-laki, Seorang anak perempuan akan memperoleh ½, atau apabila dua atau lebih anak perempuan akan memperoleh bagian 2/3
2) seorang atau lebih anak perempuan apabila mewarisi bersama anak laki-laki, maka ia berkedudukan sebagai ahli waris ‘asabah ma’a al-ghair.
3) Apabila anak perempuan mewarisi bersama saudara perempuan, maka apabila ia seorang diri memperoleh ½, kalau dua atau lebih anak perempuan, mereka memperoleh 2/3, sedang sisanya 1/3 untuk saudara perempuan baik seorang atau lebih, dan
4) Apabila anak perempuan mewarisi bersama bapak, maka bapak mendapat dua hak yang berbeda dalam waktu yang sama (lihat ahli waris bapak dalam contoh di bawah ini).
•CONTOH 1:
Ahli waris terdiri:
Isteri medapat 1/8 ---- 3/24
Ibu mendapat 1/6 ---- 4/24
3 anak laki-laki
(Asabah ma’a al-ghair =
3 anak perempuan 17/24 )
Catatan:
1. Harta yang dibagi adalah harta suami (mati) yaitu harta bawaan suami ditambah ½ harta gono-gini.
2. 3 anal laki-laki dan 3 anak perempuan sama dengan 9 bagian, sebab laki-laki dapat 2 bagian dan perempuan dapat 1 bagian)
3. Setelah mengetahui bagian masing-masing, baru boleh dilakukan musyawarah.
•CONTOH 2:
Ahli waris terdiri:
Suami medapat 1/4 ---- 3/12
3 anak laki-laki
(Asabah ma’a al-ghair =
3 anak perempuan 9/12 )
Catatan:
1. Harta yang dibagi adalah harta Isteri (mati) yaitu harta bawaan Isteri ditambah ½ harta gono-gini.
2. 3 anal laki-laki dan 3 anak perempuan sama dengan 9 bagian, sebab laki-laki dapat 2 bagian dan perempuan dapat 1 bagian)
3. Setelah mengetahui bagian masing-masing, baru boleh dilakukan musyawarah.
•CONTOH 3:
Ahli waris terdiri:
Isteri (Suami) medapat 1/8 (1/4) ---- 3/24 (3/12)
Bapak
sisa ---------------- 5/24 (1/12)
Ibu
2 anak perempuan -----2/3 ------------ 16/24 (8/12)
Catatan:
1. Harta yang dibagi adalah harta suami (mati) yaitu harta bawaan suami ditambah ½ harta gono-gini.
2. Bapak dan Ibu penerima sisa, bagian bapak 2 dan bagian ibu 1, maka ibu dan bapak penerima sisa 5/24, (jadikan 15/72, maka
ibu mendapat 5/72 dan bapak mendapat 10/72)
3. Setelah mengetahui bagian masing-masing, baru boleh dilakukan musyawarah.
•CONTOH 4 :
Yang mati suami (yang mati isteri). Ahli waris terdiri:
Isteri (Suami) medapat 1/8 (1/4) ---- 3/24 (3/12)
Bapak mendapat ------- 1/6 --------- 4/24 (2/12)
(Bapak penerima sisa 6/24, jadi bagian bapak 10/24)
(Bapak penerima sisa 1/12, jadi bagian bapak 3/12)
1 anak perempuan ----- 1/2 ------------ 12/24 (6/12)
Catatan:
1. Harta yang dibagi adalah harta suami (mati) yaitu harta bawaan suami ditambah ½ harta gono-gini.
2. Bapak menerima 4/24 atau 2/12 sebagai ashabul furudl, ditambah sisa 6/24 atau 1/12, jadi bapak menerima 10/24 atau 3/12.
3. Setelah mengetahui bagian masing-masing, baru boleh dilakukan musyawarah.
•CONTOH 4a:
Ahli waris terdiri:
Isteri (Suami) medapat 1/8 (1/4) ---- 3/24 (3/12)
Bapak mendapat ------- 1/6 --------- 4/24 (2/12)
(Bapak penerima sisa 1/24, jadi bagian bapak 5/24)
2 anak perempuan -----2/3 ------------ 16/24 (8/12) ----- 13/12
Catatan:
1. Harta yang dibagi adalah harta suami (mati) yaitu harta bawaan suami ditambah ½ harta gono-gini.
2. Bapak menerima 2/12 sebagai ashabul furudl, tak ada sisa, justru kurang.
3. Setelah mengetahui bagian masing-masing, baru boleh dilakukan musyawarah.
4. Dalam kasus di atas, jika ahli warisnya suami, maka pembilang lebih besar dari pembagi (13/12), karena itu harus diterapkan teori “rad” yaitu penambahan 1 pada pembagi sehingga menjadi 13/13.
•CONTOH 4a:
Ahli waris terdiri:
Isteri (Suami) medapat 1/8 (1/4) ---- 3/24 (3/12)
Bapak mendapat ------- 1/6 --------- 4/24 (2/12)
(Bapak penerima sisa 1/24, jadi bagian bapak 5/24)
2 anak perempuan -----2/3 ------------ 16/24 (8/12) ----- 13/12
Catatan:
1. Harta yang dibagi adalah harta suami (mati) yaitu harta bawaan suami ditambah ½ harta gono-gini.
2. Bapak menerima 2/12 sebagai ashabul furudl, tak ada sisa, justru kurang.
3. Setelah mengetahui bagian masing-masing, baru boleh dilakukan musyawarah.
4. Dalam kasus di atas, jika ahli warisnya suami, maka pembilang lebih besar dari pembagi (13/12), karena itu harus diterapkan teori “rad” yaitu penambahan 1 pada pembagi sehingga menjadi 13/13.
•CONTOH 5:
Ahli waris terdiri:
Isteri (Suami) medapat 1/8 (1/4) ---- 3/24 (3/12)
Ibu mendapat ------- 1/6 --------- 4/24 (2/12)
>2 anak perempuan - ----2/3 --------- 16/24 (8/12)
1 anak perempuan ----- ½ ------------ (6/12)
Sisa ----------------------------------------- 1/24 (1/12)
Catatan:
1. Harta yang dibagi adalah harta suami atau isteri (mati) yaitu harta bawaan suami atau isteri ditambah ½ harta gono-gini.
2. Setelah mengetahui bagian masing-masing, baru boleh dilakukan musyawarah.
3. Dalam kasus ahli waris isteri, ibu, dan 2 anak perempuan, maka sisa diberikan kepada saudara suami (mati), jika tidak kepada lembaga sosial atau negara. Sedang dalam kasus ahli waris Suami, Ibu, dan 2 anak perempuan, maka tidak ada sisa dan lihat ket. No 4.
4. Dalam kasus di atas, jika ahli warisnya suami, ibu, dan 2 anak perempuan, maka pembilang lebih besar dari pembagi (13/12), karena itu harus diterapkan teori “rad” yaitu penambahan 1 pada pembagi sehingga menjadi 13/13.
•Contoh 6: apabila ahli warisnya hanya bapak dan ibu, maka: ibu memperoleh 1/3
sebagai ahli waris zaw furud bapak akan memperoleh 2/3 sebagai ahli waris ‘asabah.
•Contoh 7:, apabila bapak mewarisi bersama anak perempuan, maka:
anak perempuan akan memperoleh ½ sebagai ahli waris zaw furud
bapak akan memperoleh 1/6 sebagai ahli waris zaw furud ditambah sisanya 1/3 sebagai
‘asabah.
‘asabah.
•Contoh 8: apabila ibu mewarisi bersama saudara laki-laki, maka:
ibu memperoleh 1/3 sebagai ahli waris zaw furud dan sadara laki-laki akan memperoleh 2/3
sebagai ahli waris ‘asabah.
sebagai ahli waris ‘asabah.
•Contoh 9: apabila ibu mewarisi bersama anak perempuan, maka: anak perempuan akan
memperoleh ½ sebagai ahli waris zaw furud ibu akan memperoleh 1/6 sebagai ahli waris zaw
furud, dan sisanya 1/3 diberikan kepada ahli waris zaw al-arham, seperti paman atau bibi,
dan kalau ahli zaw al-arham tidak ada, maka sisanya 1/3 diberikan kepada ahli waris istimewa
(karena wala, atau negara).
memperoleh ½ sebagai ahli waris zaw furud ibu akan memperoleh 1/6 sebagai ahli waris zaw
furud, dan sisanya 1/3 diberikan kepada ahli waris zaw al-arham, seperti paman atau bibi,
dan kalau ahli zaw al-arham tidak ada, maka sisanya 1/3 diberikan kepada ahli waris istimewa
(karena wala, atau negara).
•Contoh 10: apabila ibu mewarisi bersama bapak dan suami. Jika diselesaikan dengan tertib
zaw al-furud lebih dulu, sebab bagian ibu 1/3 karena tidak anak, sehingga bagian bapak akan
lebih kecil dari ibu, padahal bapak merupakan ahli waris zaw al-furud dan juga ahli waris
‘asabah (penerima sisa), maka sesuai dengan prinsip keutamaan hak bapak harus dihormati
sebagai ahli waris pada garis laki-laki. Jadi dengan tertib zaw al-furudh, maka bagian suami
memperoleh ½ dan ibu memperoleh 1/3 karena tidak ada anak, sedang bapak sebagai asabah
hanya memperoleh 1/6. Memperhatikan masalah tersebut, Umar ibn Khattab memberi jalan
keluar disebut gharawain, seperti jika anak laki-laki mewarisi bersama anak perempuan. Jadi
dengan cara ini maka bagian suami ½ dan bapak dan ibu sebagai asabah, jadi bagian bapak
2/6 dan bagian ibu 1/6
zaw al-furud lebih dulu, sebab bagian ibu 1/3 karena tidak anak, sehingga bagian bapak akan
lebih kecil dari ibu, padahal bapak merupakan ahli waris zaw al-furud dan juga ahli waris
‘asabah (penerima sisa), maka sesuai dengan prinsip keutamaan hak bapak harus dihormati
sebagai ahli waris pada garis laki-laki. Jadi dengan tertib zaw al-furudh, maka bagian suami
memperoleh ½ dan ibu memperoleh 1/3 karena tidak ada anak, sedang bapak sebagai asabah
hanya memperoleh 1/6. Memperhatikan masalah tersebut, Umar ibn Khattab memberi jalan
keluar disebut gharawain, seperti jika anak laki-laki mewarisi bersama anak perempuan. Jadi
dengan cara ini maka bagian suami ½ dan bapak dan ibu sebagai asabah, jadi bagian bapak
2/6 dan bagian ibu 1/6
•Contoh 11: apabila saudara perempuan kandung mewarisi bersama suami, maka suami
memperoleh bagian ½ sebagai ahli waris zaw al-furud karena tidak anak, dan saudara
perempuan kandung juga memperoleh bagian ½ sebagai ahli waris zaw al-furud karena tidak
anak.
memperoleh bagian ½ sebagai ahli waris zaw al-furud karena tidak anak, dan saudara
perempuan kandung juga memperoleh bagian ½ sebagai ahli waris zaw al-furud karena tidak
anak.
Contoh 12: jika ada dua atau lebih saudara perempuan kandung mewarisi bersama suami,
maka suami memperoleh bagian ½ sebagai ahli waris zaw al-furud karena tidak anak, dan dua
atau lebih saudara perempuan kandung akan memperoleh bagian 2/3 sebagai ahli waris zaw
al-furud karena tidak anak. Contoh ini, akan menimbulkan penyimpangan aturan, maka
penyelesaiannya menggunakan teori ‘aul, atau radd. Dalam penyelesaian kasus tertentu
kemungkinan akan menggunakan teori ‘aul (penambahan pada jumlah pembagi karena jumlah
pembilangnya lebih kecil) atau teori radd (pengurangan pada jumlah pembagi karena jumlah
pembilangnya lebih besar). Karena itu dalam contoh tersebut cara penyelesaiannya
menggunakan teori ‘aul, seperti keadaan semula (sebelum aul) adalah suami memperoleh ½ =
3/6 bagian karena tidak anak, dan saudara perempuan kandung memperoleh 2/3 = 4/6 karena
tidak ada anak, antara yang dibagi (pembilang/ 3 + 4 = 7) dengan pembaginya terdapat
perbedaan yaitu 6, maka pembaginya harus ditambah (‘aul) menjadi 6 + 1 = 7. Jadi posisi
bagian suami menjadi 3/7 dan bagian dua saudara perempuan kandung menjadi
maka suami memperoleh bagian ½ sebagai ahli waris zaw al-furud karena tidak anak, dan dua
atau lebih saudara perempuan kandung akan memperoleh bagian 2/3 sebagai ahli waris zaw
al-furud karena tidak anak. Contoh ini, akan menimbulkan penyimpangan aturan, maka
penyelesaiannya menggunakan teori ‘aul, atau radd. Dalam penyelesaian kasus tertentu
kemungkinan akan menggunakan teori ‘aul (penambahan pada jumlah pembagi karena jumlah
pembilangnya lebih kecil) atau teori radd (pengurangan pada jumlah pembagi karena jumlah
pembilangnya lebih besar). Karena itu dalam contoh tersebut cara penyelesaiannya
menggunakan teori ‘aul, seperti keadaan semula (sebelum aul) adalah suami memperoleh ½ =
3/6 bagian karena tidak anak, dan saudara perempuan kandung memperoleh 2/3 = 4/6 karena
tidak ada anak, antara yang dibagi (pembilang/ 3 + 4 = 7) dengan pembaginya terdapat
perbedaan yaitu 6, maka pembaginya harus ditambah (‘aul) menjadi 6 + 1 = 7. Jadi posisi
bagian suami menjadi 3/7 dan bagian dua saudara perempuan kandung menjadi
•Contoh 13: Ketentuan saudara perempuan kandung, saudara perempuan seayah, saudara
laki-laki seibu, dan saudara perempuan seibu ini akan diperjelas dengan contoh sebagai
berikut:
laki-laki seibu, dan saudara perempuan seibu ini akan diperjelas dengan contoh sebagai
berikut:
•Pertama, apabila ahli waris terdiri: ibu, dua saudara perempuan kandung, seorang
saudara perempuan seayah, dan saudara perempuan seibu, maka ibu memperoleh 1/6
sebagai ahli waris zaw al-furud, dua saudara perempuan kandung memperoleh bagian
2/3 sebagai ahli waris zaw al-furud, seorang saudara perempuan seayah tersingkir oleh
dua orang saudara perempuan kandung, dan saudara perempuan seibu memperoleh
bagian 1/6 sebagai ahli waris zaw al-furud.
saudara perempuan seayah, dan saudara perempuan seibu, maka ibu memperoleh 1/6
sebagai ahli waris zaw al-furud, dua saudara perempuan kandung memperoleh bagian
2/3 sebagai ahli waris zaw al-furud, seorang saudara perempuan seayah tersingkir oleh
dua orang saudara perempuan kandung, dan saudara perempuan seibu memperoleh
bagian 1/6 sebagai ahli waris zaw al-furud.
•Kedua, apabila ahli waris terdiri dari: dua orang saudara perempuan kandung atau dua
orang saudara perempuan seayah dan dua orang saudara perempuan seibu atau dua
orang saudara laki-laki seibu. Dua orang saudara seayah tidak mungkin mewarisi
bersama dengan dua orang saudara kandung, karena mereka akan tersingkir olehnya,
maka (a) dua orang saudara perempuan kandung memperoleh bagian 2/3 dan dua orang
saudara perempuan seibu atau dua orang saudara laki-laki seibu memperoleh 1/3
bagian, dan (b) dua orang saudara perempuan seayah memperoleh bagian 2/3 dan dua
orang saudara perempuan seibu atau dua orang saudara laki-laki seibu memperoleh 1/3
bagian.
orang saudara perempuan seayah dan dua orang saudara perempuan seibu atau dua
orang saudara laki-laki seibu. Dua orang saudara seayah tidak mungkin mewarisi
bersama dengan dua orang saudara kandung, karena mereka akan tersingkir olehnya,
maka (a) dua orang saudara perempuan kandung memperoleh bagian 2/3 dan dua orang
saudara perempuan seibu atau dua orang saudara laki-laki seibu memperoleh 1/3
bagian, dan (b) dua orang saudara perempuan seayah memperoleh bagian 2/3 dan dua
orang saudara perempuan seibu atau dua orang saudara laki-laki seibu memperoleh 1/3
bagian.
• Contoh 8: apabila ibu mewarisi bersama saudara laki-laki, maka: ibu memperoleh 1/3
sebagai ahli waris zaw furud dan sadara laki-laki akan memperoleh 2/3 sebagai ahli
waris ‘asabah.
sebagai ahli waris zaw furud dan sadara laki-laki akan memperoleh 2/3 sebagai ahli
waris ‘asabah.
•Contoh 9: apabila ibu mewarisi bersama anak perempuan, maka: anak perempuan akan
memperoleh ½ sebagai ahli waris zaw furud ibu akan memperoleh 1/6 sebagai ahli waris
zaw furud, dan sisanya 1/3 diberikan kepada ahli waris zaw al-arham, seperti paman
atau bibi, dan kalau ahli zaw al-arham tidak ada, maka sisanya 1/3 diberikan kepada ahli
waris istimewa (karena wala, atau negara).
memperoleh ½ sebagai ahli waris zaw furud ibu akan memperoleh 1/6 sebagai ahli waris
zaw furud, dan sisanya 1/3 diberikan kepada ahli waris zaw al-arham, seperti paman
atau bibi, dan kalau ahli zaw al-arham tidak ada, maka sisanya 1/3 diberikan kepada ahli
waris istimewa (karena wala, atau negara).
•Ketiga, apabila ahli waris terdiri dari: seorang saudara perempuan kandung, seorang
saudara perempuan seayah, seorang saudara perempuan seibu, dan seorang saudara
laki-laki seibu, maka seorang saudara perempuan kandung akan memperoleh bagian ½ ,
seorang saudara perempuan seayah akan memperoleh bagian 1/6, dan seorang saudara
perempuan seibu dan seorang saudara laki-laki seibu berserikat pada bagian 1/3.
saudara perempuan seayah, seorang saudara perempuan seibu, dan seorang saudara
laki-laki seibu, maka seorang saudara perempuan kandung akan memperoleh bagian ½ ,
seorang saudara perempuan seayah akan memperoleh bagian 1/6, dan seorang saudara
perempuan seibu dan seorang saudara laki-laki seibu berserikat pada bagian 1/3.
•Keempat, apabila saudara perempuan seibu dan saudarta laki-laki kandung mewarisi
bersama suami dan ibu, hal ini akan terjadi masalah, maka suami memperoleh bagian ½
sebagai ahli waris zaw al-furud, ibu memperoleh bagian 1/6 sebagai ahli waris zaw
al-furud, dua orang saudara perempuan seibu memperoleh bagian 1/3, dan seorang
saudara laki-laki kandung tidak memperoleh bagian karena harta warisan telah habis
dibagi. Posisi saudara laki-laki kandung di sini sebagai ahli waris penerima sisa sebagai
ahli waris pada garis bapak. Dalam hal ini Khalifah Umar telah membuat keputusan yang
terkenal yang disebut perkara himariyah, yang kemudian dilaksanakan oleh mazhab
sunni. Yang maksud perkara himariyah adalah apabila ada seorang perempuan mati,
sedangkan ahli warisnya terdiri dari suami, ibu, dua saudara perempuan seibu, dan
saudara laki-laki kandung.
•Contoh 14: apabila suami mewarisi bersama anak laki-laki, maka suami mendapat ¼ dan
anak laki-laki mendapat sisa (ashabah) yaitu ¾.
•Contoh 9: apabila isteri mewarisi bersama anak laki-laki, maka isteri mendapat 1/8 dan
sisanya 7/8 untuk anak laki-laki.
•Contoh 15: apabila ahli warisnya bapak, suami dan anak laki-laki, maka bapak mendapat
1/6 (2/12), suami ¼ (3/12, dan sisanya 7/12 untuk anak laki-laki.
•Contoh 16: ahli warisnya ibu, bapak, isteri, dan anak laki-laki, maka ibu 1/6 (2/12), bapak
1/6 (2/12), suami ¼ (3/12), dan sisanya 5/12 untuk anak laki-laki.
bersama suami dan ibu, hal ini akan terjadi masalah, maka suami memperoleh bagian ½
sebagai ahli waris zaw al-furud, ibu memperoleh bagian 1/6 sebagai ahli waris zaw
al-furud, dua orang saudara perempuan seibu memperoleh bagian 1/3, dan seorang
saudara laki-laki kandung tidak memperoleh bagian karena harta warisan telah habis
dibagi. Posisi saudara laki-laki kandung di sini sebagai ahli waris penerima sisa sebagai
ahli waris pada garis bapak. Dalam hal ini Khalifah Umar telah membuat keputusan yang
terkenal yang disebut perkara himariyah, yang kemudian dilaksanakan oleh mazhab
sunni. Yang maksud perkara himariyah adalah apabila ada seorang perempuan mati,
sedangkan ahli warisnya terdiri dari suami, ibu, dua saudara perempuan seibu, dan
saudara laki-laki kandung.
•Contoh 14: apabila suami mewarisi bersama anak laki-laki, maka suami mendapat ¼ dan
anak laki-laki mendapat sisa (ashabah) yaitu ¾.
•Contoh 9: apabila isteri mewarisi bersama anak laki-laki, maka isteri mendapat 1/8 dan
sisanya 7/8 untuk anak laki-laki.
•Contoh 15: apabila ahli warisnya bapak, suami dan anak laki-laki, maka bapak mendapat
1/6 (2/12), suami ¼ (3/12, dan sisanya 7/12 untuk anak laki-laki.
•Contoh 16: ahli warisnya ibu, bapak, isteri, dan anak laki-laki, maka ibu 1/6 (2/12), bapak
1/6 (2/12), suami ¼ (3/12), dan sisanya 5/12 untuk anak laki-laki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar