NGOBAR ASSALAM

Ngobar Assalam, ikuti dan kunjungi Ngobar Assalam di Masjid Assalam Minomartani setiap hari Minggu Pagi sehabis sholat jama'ah Subuh.

Senin, 22 Februari 2016

Hukum Membayar Zakat dengan Sembako



Jika ada orang dagang sembako, bolehkah membayar zakat dengan sembako?.

Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Para ulama menegaskan bahwa zakat tabungan, atau uang, harus dikeluarkan dalam bentuk uan. Tidak boleh menunaikan zakat tabungan uang dalam bentuk sembako atau benda lain selain uang.

Untuk zakat perdagangan, hukum asalnya dikelarkan dalam bentuk uang, bukan dalam bentuk barang.
Dalam Ensiklopedi Fiqh dinyatakan,
الأصل في زكاة التجارة أن يخرجها نقدا بنسبة ربع العشر من قيمتها
Hukum asal dalam zakat perdagangan adalah dikeluarkan dalam bentuk uang, senilai 2,5% dari nilai barang. (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, 23/276)

Diantara dalil bahwa zakat perdagangan dibayarkan dalam bentuk uang adalah hadis dari Abu Amr bin Himas, dari ayahnya. Bahwa Umar bin Khatab pernah mendatanginya, lalu beliau meminta,
“Wahai Himas, bayarkan zakatmu!”
“Aku tidak punya harta selain tembikar-tembikar dan beberapa kulit yang disamak.” Jawab Himas.
Kemudian Umar mengatakan,
قَوِّمْهَا قِيمَةً ، ثُمَّ أَدِّ زَكَاتَهَا
“Perkirakan nilainya lalu bayarkan zakatnya.” (HR. Al-Qosim bin Sallam dalam al-Amwal, no. 880).

Kemudian ulama berbeda pendapat, apakah zakat barang dagangan, bisa dikeluarkan dalam bentuk barang dagangan yang dijual?
Ada dua pendapat ulama,
Pertama, wajib mengeluarkan zakat harta perdagangan dalam bentuk uang
Ini merupakan pendapat mayoritas ulama, di kalangan Malikiyah, Syafiiyah, dan Hambali.
Ibnu Qudamah mengatakan,
تجب الزكاة في قيمة عروض التجارة في قول أكثر أهل العلم
 Wajib zakat dalam bentuk nilai dari harta perdagangan, menurut pendapat mayoritas ulama.

Beliau juga mengatakan,
فمن ملك عرضا للتجارة فحال عليه حول هو نصاب قومه في آخر الحول فما بلغ أخرج زكاته وهو ربع عشر قيمته
Orang yang memiliki harta perdagangan, dan telah dimiliki selama setahun sebesar satu nishab, dia wajib mengeluarkan zakatnya, yaitu 2,5% dari total nilainya. (al-Mughni, 2/623).
Diantara alasan pendapat ini,
1.      Bahwa nishab itu diukur dengan nilai. Sehingga zakatnya harus dalam bentuk nilai barang dagangan.
2.      Nilai merupakan standar utama zakat harta. Untuk itu, tidak boleh dikeluarkan dalam bentuk nilai barang dagangan.
3.      Barang dagangan sifatnya relatif. Sehingga yang dikeluarkan adalah yang menjadi standar, yaitu nilainya.
4.      Bagi penerima zakat, uang lebih disukai dari pada barang dagangan. Karena barang dagangan belum tentu dibutuhkan dalam hidupnya.

Kedua, boleh mengeluarkan zakat barang dagangan dengan barang yang diperdagangkan
Orang yang dagang sembako, dia boleh membayar zakat dengan sembako. Orang yang dagang tempe, boleh membayar zakat dengan tempe, dst.
Dalam Ensiklopedi Fiqh dinyatakan,
أما عند الحنفية وهو قول ثان للشافعية قديم: يتخير المالك بين الإخراج من العرض أو من القيمة فيجزئ إخراج عرض بقيمة ما وجب عليه من زكاة العروض
Menurut Hanafiyah dan pendapat kedua syafiiyah (qoul qodim), pemilik harta boleh memilih antara membayar zakat dengan barang dagangan atau dengan uang. Boleh membayar zakat barang dagangan dengan uang, yang menjadi kewajiban zakat barang dagangan. (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, 23/277)

Dan ini juga pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Beliau berpendapat, zakat barang dagangan bisa dikeluarkan dalam bentuk barang yang diperdagangkan, jika itu memberikan maslahat agi masyarakat.
Beliau mengatakan,
يجوز في بعض الصُّور للحاجة أو المصلحة   الراجحة... وهذا القول أعدلُ الأقوال، فإن كان آخذ الزكاة يُريد أن يشتري بها كسوة   فاشترى ربُّ المال له بها كسوة وأعطاه فقد أحسن إليه، وأمَّا إذا قوَّم هو الثياب   التي عنده وأعطاها فقد يقوِّمها بأكثر من السَّعر
“Dibolehkan dalam sebagian keadaan karena kebutuhan dan adanya maslahat... ini merupakan pendapat yang paling tepat. Jika penerima zakat ingin membeli baju dari dana zakat, kemudian pemilik harta membelikannya baju, lalu dia berikan ke penerima zakat, berarti dia telah berbuat baik kepadanya. Dan jika dia mengganti bajunya dengan uang, lalu dia berikan kepada orang yang menerima zakat, berarti dia memberikan uang yang nilainya lebih banyak dari pada harga baju.”

Beliau juga mengatakan,
والأصناف التي يتَّجر فيها يجوز أن يخرج عنها جميعًا دراهم بالقيمة، فإن لم يكن   عنده دراهم فأعطى ثمنها بالقيمة، فالأظهر أنه يجوز؛ لأنَّه واسَى الفقراء فأعطاهم من جنس ماله
“Barang yang diperdagangkan, boleh dizakati dengan uang. Jika dia tidak memiliki uang, dia bisa bayarkan dengan barang yang senilai. Yang benar, ini boleh. Dia bersimpati kepada orang fakir, sehingga dia berikan harta yang sejenis dengan hartanya.” (Majmu’ al-Fatawa, 25/80).

Pendapat ini juga yang ditetapkan oleh Yayasan Rumah Zakat Kuwait. Dalam keputusan Haiah Syar’iyah rumah zakat kuwait, dinyatakan,
يجوز إخراج زكاة عروض التجارة من أعيانها إذا كان ذلك يدفع الحرج عن المزكِّي في حالة الكساد وضعْف السيولة لدى التاجر، ويحقِّق   مصلحة الفقير في أخْذ الزكاة أعيانًا، يمكنه الانتفاع بها
Boleh membayar zakat dengan barang yang diperdagangkan, jika itu bisa mengatasi kesulitan orang yang membayar zakat ketika arus keuangan sedang seret. Disamping mewujudkan kemaslahatan bagi si fakir, dengan mengambil barang yang diperdagangkan, yang mungkin untuk dimanfaatkan. (Ahkam wa Fatawa Zakat wa Sadaqah, hlm. 37).

Tarjih
Memang tidak ada dalil tegas yang menunjukkan bentuk harta yang dikelurkan untuk zakat perdagangan. Sementara keterangan Umar bin Khatab dalam hadis Himas, juga tidak tegas menunjukkan demikian. Karena itulah, jika kita perhatikan, para ulama lebih memperhatikan nilai maslahat. Dengan pertimbangkan dua hal,
Pertama, tidak merepotkan orang yang hendak bayar zakat
Kedua, mana yang lebih bermanfaat bagi penerima zakat.

Dengan melihat pertimbangan ini, insyaaAllah yang lebih mendekati adalah pendapat kedua. Boleh mengeluarkan zakat dengan barang dagangan. Dengan catatan, barang dagangan itu memungkinkan untuk dimanfaatkan oleh penerima zakat.

Allahu a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar