Ust. Ammi mau tanya ada seorang meninggalkan anak 5; 4 anak laki2 1 anak peremouan untuk bagi baris yg 2 anak laki dan 1 anak perempuan mengiklaskan tidak minta haknya bagaimana ustad apa langsung dibagi dua apa atau bagaimana pembagiannya. Makasih.
Mr. Jumadi
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu 'ala Rasulillah, wa ba'du,
Merelakan hak warisan dengan tidak mengambilnya atau memberikannya kepada saudaranya yang lain, hukumnya sah dan berlaku mengikat. Dengan syarat,
Pertama, orangnya mampu memegang dan mengelola harta: baligh, berakal, dewasa dalam mengatur harta (rasyid).
Jika dia bukan termasuk orang yang mampu mengelola harta, misalnnya anak kecil, atau model manusia yanng boros, maka haknya dilindungi. Dalam arti, sekalipun dia mengaku tidak menghendaki warisan, namun keluarganya tetap harus menjaga hak warisan orang ini, dan baru menyerahkannya ketika dia sudah dewasa.
Kedua, dilakukan secara suka rela dengan penuh kesadaran, tidak ada paksaan, dan bukan karena malu.
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلاَّ بِطِيبِ نَفْسِهِ
Tidak halal harta seorang muslim, kecuali dengan kerelaan dirinya. (HR. ad-Daruquthni 2924 dan dishahihkan al-Albani).
Dalam kaidah dinyatakan,
الإكراه يسقط الرضا
Unsur paksaan, menggugurkan ridha. (Mudzakarah Qawaid fi al-Buyu’, Dr. Sulaiman ar-Ruhaili, hlm 117).
Termasuk yang perlu diwaspadai, orang merelakan haknya karena malu.
Ibnu Hajar al-Haitsami mengatakan,
ألا ترى إلى حكاية الإجماع على أن من أخذ منه شيء على سبيل الحياء من غير رضا منه بذلك لا يملكه الآخذ، وعللوه بأن فيه إكراهاً بسيف الحياء فهو كالإكراه بالسيف الحسي
Tidakkah anda lihat, ulama sepakat bahwa orang yang merelakan hartanya diambil karena malu, tanpa kerelaan darinya, maka tidak boleh dimiliki oleh orang yang mengambil. Para ulama beralasan, di sana ada paksaan karena dorongan malu, sebagaimana paksaan karena ditodong senjata. (al-Fatawa al-Fiqhiyah al-Kubro, 3/30).
Ketiga, tidak ada indikasi untuk menyusahkan orang lain
Umumnya ini terjadi ketika dia menolak harta warisan itu dalam kondisi sakit menjelang kematiannya. Dia tolak karena dia merasa tidak butuh, dan pastinya, nanti akan jatuh ke tangan ahli warisnya.
Misalnya, ada orang yang merelakan haknya, tidak meminta warisan, karena dia tidak ingin harta ini dinikmati keluarganya, anaknya atau istrinya.
Jika ini terjadi maka harta warisan yang dia lepaskan, tidak boleh melebihi sepertiga dari total hartanya. Karena para ulama memposisikannya sebagaimana wasiat.
Ibnu Qudamah mengatakan,
وما أعطى في مرضه الذي مات فيه فهو من الثلث ؛ وجملة ذلك أن التبرعات المنجزة كالعتق والمحاباة والهبة المقبوضة والصدقة والوقف والابراء من الدين والعفو عن الجناية الموجبة للمال إذا كانت في الصحة فهي من رأس المال لا نعلم في هذا خلافا وإن كانت في مرض مخوف اتصل به الموت فهي من ثلث المال في قول جمهور في قول جمهور العلماء
Harta yang diberikan seseorang ketika dalam kondisi sakit yang mengantarkan kematiannya, maksimal 1/3 dari total harta warisannya.
Bahwa semua pemberian yang sifatnya sosial, seperti membebaskan budak, hadiah, hibah, sedekah, wakaf, membebaskan utang, menggugurkan kewajiban diyat harta pelaku kriminal, jika ini dilakukan ketika masih sehat maka termasuk bagian amalnya. Jika dilakukan ketika sakit yang mengantarkan kematiannya, maka dibatasi maksimal 1/3 dari total harta, menurut pendapat jumhur. (al-Mughni, 6/524).
Cara Pembagian Waris Jika Ada Yang Menggugurkan Haknya
Ketika ada ahli waris yang menggugurkan haknya, di sana ada 2 kemungkinan:
Pertama, dia menggugurkan haknya dan menyerahkannya kepada salah satu ahli waris yang lain
Misalnya, ahlli warisnya 3 orang: A, B, dan C. si A paling kaya, sementara si C paling membutuhkan. Kemudian si A menyerahkan hak warisannya ke si C. Dalam kondisi ini, si C paling berhak menerima jatah warisan si A.
Kedua, dia menggugurkan hak warisnya, tanpa menyerahkannya ke orang tertentu.
Posisi orang yang menggugurkan haknya, dianggap tidak ada. Sehingga warisan dibagikan kepada ahli waris yang ingin mengambilnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar