NGOBAR ASSALAM

Ngobar Assalam, ikuti dan kunjungi Ngobar Assalam di Masjid Assalam Minomartani setiap hari Minggu Pagi sehabis sholat jama'ah Subuh.

Kamis, 07 Mei 2015

Mencari Barang Hilang Lewat Dukun, Bukan Syirik?



Klo ada paranormal itu bs ngasih tahu dimana barang ilang, bararti kita boleh percaya dong?
Bisa ngasi pencerahan?

Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Sesuatu yang ghaib ada dua,
Pertama, hal ghaib yang hanya diketahui oleh Allah. Para ulama menyebutnya ghaib mutlak. Siapapun makhluk tidak ada yang mengetahuinya. Sampaipun para nabi dan malaikat. Kecuali sekelumit informasi yang Allah berikan kepada mereka.
Contoh ghaib mutlak adalah kapan kiamat terjadi. Allah berfirman,
يَسْأَلُونَكَ عَنِ السَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَاهَا ۖ قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ رَبِّي ۖ لَا يُجَلِّيهَا لِوَقْتِهَا إِلَّا هُوَ
“Mereka bertanya kepadamu tentang Kiamat: ‘Kapankah terjadinya.’ Katakanlah: ‘Sesungguhnya pengetahuan tentang hari Kiamat itu adalah pada sisi Rabb-ku; tidak seorang pun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. (QS. al-A’raaf: 187)
Malaikat Jibril pernah bertanya kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, “Sampaikan kepadaku, kapan kiamat?” jawab Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam,
مَا الْمَسْئُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ.
“Orang yang ditanya tidaklah lebih mengetahui dari pada yang bertanya.” (HR. Muslim 2, Abu Dawud  4605, dan yang lainnya).

Anda bisa perhatikan, manusia terbaik, malaikat terbaik, tidak tahu kapan kiamat.

Termasuk ghaib mutlak adalah peristiwa yang akan terjadi besok. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak tahu, besok akan terjadi apa, kecuali sebatas wahyu yang Allah sampaikan kepada beliau.
Suatu ketika ada orang anak yang menyenandungkan syair di dekat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam,
وَفِينَا نَبِىُّ يَعْلَمُ مَا فِى غَدٍ
Di tengah kami ada nabi, yang mengetahui apa yang terjadi besok.
Mendengar itu, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam langsung mengingatkan,
لاَ تَقُولِى هَكَذَا ، وَقُولِى مَا كُنْتِ تَقُولِينَ
“Jangan kamu ucapkan seperti itu. Ucapkanlah bait sebelumnya yang kalian senandungkan.” (HR. Bukhari 4001, Ahmad 27780, dan yang lainnya).

Karena itu, jika ada orang yang ngaku-ngaku tahu nasib orang lain, bisa ngramal nasib orang lain, atau bahkan ngramal masa depan kehidupan di bumi, maka pastikan dia pendusta.

Dan siapa yang mengklaim bahwa ada orang yang tahu hal ghaib dengan sendirinya, maka dia terjerumus dalam kesyirikan. Karena semacam ini berarti merampas hak yang hanya dimiliki oleh Allah.
Allah berfirman,
قُلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ
Katakanlah, tidak ada satupun di langit dan dibumi yang mengetahui hal ghaib, kecuali Allah. (QS. An-Naml: 65).

Dan mengakui ada selain Allah yang mengetahui rahasia ghaib yang hanya dimiliki Allah, berarti mendustakan ayat di atas.

Kedua, hal ghaib yang diketahui sebagian orang, namun tidak diketahui orang lain.
Para ulama menyebutnya ghaib nisbi (relatif).
Sebagai contoh ketika anda di kantor, anda tidak tahu apa yang terjadi di rumah. Sebaliknya, orang yang ada di rumah, tidak tahu tentang kondisi anda di kantor. Bagi anda yang sedang di kantor, kondisi rumah adalah hal yang ghaib. Dan ini bisa menjadi tidak ghaib, jika ada komunikasi antara anda yang berada di kantor dengan keluarga anda yang ada di rumah.
Karena itu, ketika ada orang yang mengaku mengetahui kejadian di tempat lain tanpa melalui komunikasi, berarti dia ngaku mengetahui hal yang ghaib. Seperti orang yang mengaku memiliki kemampuan telepati, menerawang, dst.

Ada 2 Kemungkinan
Untuk semua klaim mengetahui hal ghaib nisbi, di sana ada 2 kemungkinan,
Pertama, dia dibantu jin. Dia punya jin, dan jin itu memberi tahu dia tentang kejadian di tempat lain.
Kedua, dia hanya berdusta, ngaku-ngaku tahu hal yang ghaib.

Barang hilang, ghaib?
Dari pembagian benda ghaib di atas, barang ilang termasuk ghaib nisbi. Diketahui oleh si pencuri atau si penemu barang, sementara pemiliknya tidak tahu.
Bagaimana jika yang tau jin?
Mungkin saja itu terjadi. Karena jin melihat apa yang dilakukan manusia. Jika jin itu punya kerja sama dengan manusia, dia bisa ceritakan kejadian itu kepada manusia.
Dalam kitab Akam al-Mirjan fi Ahkam al-Jan disebutkan riwayat dari Abdullah bin Imam Ahmad, dengan sanadnya dari Salim bin Abdillah bin Umar,
Suatu ketika, Sahabat Abu Musa al-Asy’ari – yang kala itu menjadi gubernur di bashrah – merasa resah dengan keterlambatan berita tentang Khalifah Umar Radhiyallahu 'anhu. Dan di bashrah, ada seorang wanita yang memiliki teman jin. Kemudian Abu Musa meminta kepada wanita itu,
مري صاحبك فليذهب فليخبرني عن أمير المؤمنين
Minta temanmu untuk pergi mencari Umar, dan sampaikan kepadaku berita tentang Amirul Mukminin Umar.
Setelah ditunggu, dia memberi tahu melalui si wanita ini, “Umar di Yaman.”
(Akam al-Mirjan, 168).
Hanya saja, tidak semua proses kerja sama dengan jin menggunakan cara yang dibenarkan. Bahkan banyak yang bekerja sama dengan jin, melalui cara yang dilarang, seperti pemujaan terhadap jin dan bentuk kekufuran lainnya. Terlebih jika orang itu secara sengaja membuka praktek pelayanan ‘mencari barang ilang’. Dan itu menjadi sumber penghasilannya. Bisa kita pastikan, dia dukun.

Hukum Meminta Layanan Mencari Barang Ilang
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang keras mendatangi semua dukun. Jika hanya bertanya, beliau mengancam shalatnya tidak diterima. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَىْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً
“Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal, maka shalatnya selama 40 hari tidak diterima.” (HR. Muslim 2230).

Beliau bahkan menyebutnya sebagai tindakan kekufuran, jika sampai mempercayai itu dukun. Beliau mengingatkan melalui sabdanya,
مَنْ أَتَى كَاهِناً أَوْ عَرَّافاً فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ
“Barangsiapa yang mendatangi dukun atau tukang ramal, lalu ia membenarkannya, maka ia berarti telah kufur pada Al Qur’an yang telah diturunkan pada Muhammad.” (HR. Ahmad 9532, hasan)

Dr. Abdul Aziz ar-Rais menjelaskan,
الإتيان مع التصديق لهم في أمر غيبي نسبي مع اعتقاد أن الشياطين تخبرهم فهذا له عقوبتان :
أ ) لم تُقبل له صلاةٌ أربعين يوماً .
ب) كفر بما أنزل على محمد صلى الله عليه وسلم الكفر الأصغر
قال الشيخ عبد اللطيف ابن عبد الرحمن بن حسن :
Mendatangi dukun dan membernarkan mereka dalam perkara ghaib nisbi, dengan keyakinan bahwa ada setan yang memberi info kepada dukun itu, maka dia mendapat dua hukuman,
Pertama, shalatnya tidak diterima selama 40 hari
Kedua, dinilai dia kufur kepada wahyu yang diturunkan kepada Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, dengan status kufur kecil.
Kemudian Dr. Abdul Aziz menukil keterangan Syaikh Abdul Lathif bin Abdurrahman Alu Syaikh,
قولـه : « من أتى كاهناً فصدقه ، أو أتى امرأةً في دبرها فقد كفر بما أنزل على محمد صلى الله عليه وسلم » فهذا من الكفر العمليِّ وليس كالسجود للصنم والاستهانة بالمصحف وقتل النبي وسبِّه وإن كان الكل يُطلق عليه الكفر
Sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, ‘Siapa yang mendatangi dukun dan membenarkannya, atau menggauli istrinya melalui duburnya, maka dia kufur terhadap wahyu yang diturunkan kepada Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.’ Ini adalah kufur amali (kufur kecil). Tidak seperti sujud kepada berhala, atau menghina mushaf, atau membunuh Nabi dan mencela beliau. Meskipun semuanya disebut kekufuran.  (al-Ikmal bi Taqrib Syarh Nawaqid al-Islam, hlm. 30)

Terlepas dari apapun cara dukun itu mencari barang hilang, kita tidak boleh mendatanginya. Karena semua akan memperparah musibah yang kita alami.

Demikian,
Allahu a’lam

Pada 6 Mei 2015 08.05, Ammi Baits <ammibaits@gmail.com> menulis:
Dibayar Setelah Ada Uang! Transaksi Gharar?

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Diantara bentuk transaksi kredit yang sering kita dengar, silahkan ambil barangnya, bayar setelah ada uang. Bisa karena permintaan pembeli atau atas tawaran dari penjual.
Yang kita pahami, ini termasuk jual beli kredit. Barang diberikan secara tunai sementara pembayaran tertunda.
Salah satu diantara dalil bolehnya jual beli kredit adalah hadis yang mengizinkan jual beli salam. Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ أَسْلَفَ فِي شَيءٍ فَليُسْلِفْ فِي كَيْلٍ مَعْلُومٍ وَوَزنٍ مَعْلُومٍ إِلَى أَجَلٍ مَعْلُومٍ
“Barang siapa yang membeli dengan cara memesan (salam), hendaknya ia memesan dengan takaran serta timbangan yang jelas dan hingga batas waktu yang jelas pula.” (HR. Bukhari 2240 dan Muslim 1604)

Dalam hadis di atas, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam membolehkan transaksi salam dengan syarat pembayaran kontan serta ukuran dan waktu penyerahannya jelas. Ini semua dalam rangka menghindari terjadinya gharar.  

Apakah ini juga berlaku dalam jual beli kredit?
Sebagian ulama berpendapat bahwa pelunasan pembayaran jual beli kredit harus jelas waktunya. Sehingga ketika dilakukan transaksi ini, batas waktu penyerahan harus jelas.
Menurut pendapat ini, ketika ada transaksi kredit, sementara pelunasannya dibatasi sampai ada uang, maka hukumnya terlarang. Karena batasan ‘sampai ada uang’ itu tidak jelas. Dan memberikan batas yang tidak jelas, tidak diperbolehkan. 
Dalam tafsirnnya, ketika membahas surat al-Baqarah ayat 280, Imam Ibnu Utsaimin menyatakan,
لو اشترى فقير من شخص، وجعل الوفاء مقيداً بالميسرة فهل يجوز ذلك؟ فيه قولان؛ فأكثر العلماء على عدم الجواز لأن الأجل مجهول؛ فيكون من باب الغرر المنهي عنه
Jika ada orang tidak mampu yang membeli barang dari penjual secara kredit, dan pelunasan disepakati sampai punya uang, apakah ini dibolehkan?
Dalam hal ini ada 2 pendapat. Mayoritas ulama berpendapat tidak boleh. Karena batas waktunya tidak jelas. Sehingga termasuk bentuk gharar yang terlarang.

Pendapat kedua, transaksi semacam ini dibolehkan dan tidak ada unsur gharar
Karena masing-masing telah memahami, pembeli sedang tidak ada uang. Dan konsekuensinya dibayar setelaha ada uang. Sehingga selama penjual membolehkan, maka transaksi sah.
Diantara dalil bolehnya transaksi semacam ini adalah hadis yang disampaikan Aisyah Radhiyallahu 'anha,
Bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah memakai baju berbahan katun yang tebal. Ketika beliau duduk kemudian keringatan, baju itu menjadi sangat berat. Hingga suatu ketika datang kafilah dagang membawa kain lebih tipis dari Syam, milik salah seorang yahudi. Akupun menyarankan,
‘Bagaimana kalau anda beli dari orang itu baju, dengan pembayaran sampai ada uang?’
Lalu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menyuruh salah satu sahabat untuk membeli kain itu secara kredit dan dibayar setelah ada uang. Akan tetapi, orang yahudi itu tidak mau menjualnya, dan malah menghina Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dia bilang, “Muhammad hanya mau membawa pergi hartaku.”
Mendengar itu, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam langsung mengatakan,
كَذَبَ قَدْ عَلِمَ أَنِّي مِنْ أَتْقَاهُمْ لِلَّهِ وَآدَاهُمْ لِلْأَمَانَةِ
 “Bohong dia. Semua orang mengenal bahwa aku adalah orang yang paling bertaqwa kepada Allah dan paling dipercaya dalam menunaikan amanah.”  (HR. Nasai 4645, Turmudzi 1257 dan dishahihkan al-Albani).

Yang bisa kita garis bawahi dari hadis di atas, Aisyah menyarankan agar Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam membeli baju dari yahudi, dengan pembayaran tertunda sampai ada uang. Dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak meluruskan apa yang disampaikan Aisyah Radhiyallahu 'anha. Bahkan beliau mengikuti saran istrinya.  

Imam Ibnu Utsaimin menyebutkan pendapat kedua,
والقول الثاني: أن ذلك جائز لحديث عائشة رضي الله عنها أنها قالت للنبي صلى الله عليه وسلم: «قدم لفلان اليهودي بزّ من الشأم لو أرسلت إليه فاشتريت منه ثوبين إلى الميسرة؛ فأرسل إليه فامتنع»؛ ولأن هذا مقتضى العقد إذا علم البائع بإعسار المشتري؛ إذ لا يحلّ له حينئذٍ أن يطلب منه الثمن حتى يوسر؛ وهذا القول هو الراجح
Pendapat kedua, bahwa transaksi semacam itu hukumnya boleh. Berdasarkan hadis dari Aisyah Radhiyallahu 'anha, (kemudian beliau menyebutkan hadis di atas)... di samping itu, ini merupakan konsekuensi dari akad, ketika penjua tahu bahwa pembeli sedang tidak punya uang. Karena tidak  halal baginya ketika itu untuk meminta pembayaran sampai pembeli punya uang. Inilah pendapat yang kuat.

Allahu a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar