NGOBAR ASSALAM

Ngobar Assalam, ikuti dan kunjungi Ngobar Assalam di Masjid Assalam Minomartani setiap hari Minggu Pagi sehabis sholat jama'ah Subuh.

Kamis, 30 April 2015

Bolehkah Kakek Mengaqiqahi Cucunya?



Bismillah was shalatu was salamu 'ala Rasulillah, amma ba'du ,
Pada dasarnya, aqiqah anak merupakan tanggungan orang tua. Ini bagian dari kewajiban nafkah anak yang menjadi tanggung jawab orang tuanya. Hanya saja, ada beberapa dalil yang menunjukkan bahwa kakek bisa mengaqiqahi cucunya. Diantaranya,
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, beliau menceritakan,
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم عق عن الحسن والحسين كبشا كبشا
Bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengaqiqahi Hasan dan Husain, masing-masing dengan kambing jantan. (HR. Abu Daud 2843 dan dishahihkan al-Albani)

Dalam riwayat lain, Ibnu Abbas menyatakan,
عق رسول الله -صلى الله عليه وسلم- عن الحسن والحسين رضى الله عنهما بكبشين كبشين
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengaqiqahi Hasan dan Husain radhiyallahu' anhuma, masing-masing dengan dua ekor kambing. (HR. Nasai 4236 dan dishahihkan al-Albani).

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengaqiqahi cucunya, Hasan dan Husain, putra Ali bin Abi Thalib dengan Fatimah bintu Muhammad Shallallahu' alaihi wa sallam.

Pendekatan Fiqhiyah
Ada beberapa pendekatan yang disampaikan ulama terkait alasan fiqh, sehingga kakek bisa mengaqiqahi anaknya,
Pertama , bahwa ibadah maliyah, yang bentuknya mengeluarkan harta, seperti zakat, sedekah atau qurban, bisa diwakilkan orang lain, setelah mendapat izin dari pihak pertama.
Dalam Fatwa Dar al-Ifta Mesir menyatakan,
والحكم في هذه المسألة أن الأب هو المخاطب أصالة بالعقيقة, أما إذا كان الأب معسرا ففعلها الجد فلا بأس به, بل هو مستحب. وأما إذا فعلها الجد ابتداء دون إذن من الأب فأقره الأب جاز, وإلا دفع إليه ثمنها إن شاء    
Hukum dalam masalah ini, bahwa ayah, dialah yang utama mendapat beban aqiqah. Jika ayah tidak mampu, kemudian digantikan oleh kakek, hukumnya boleh. Bahkan dianjurkan. Namun jika langsung dilakukan kakek tanpa izin dari ayah, kemudian si ayah menyetujuinya, hukumya bisa. Jika tidak, dia bisa ganti seharga kambing, jika bersedia. (Fatwa Dar al-Ifta Mesir:  http://www.dar-alifta.org/ViewResearch.aspx?ID=197 )

Kedua , sesungguhnya kakek termasuk bapak. Dia posisinya layaknya bapak.
Nabi Yusuf 'alaihis shalatu was salam pernah menyebutkan kebanggaanya sebagai ahli tauhid,
واتبعت ملة آبائي إبراهيم وإسحاق ويعقوب
Aku mengikuti agama ayah-ayahku, Ibrahim, Ishaq, dan Ya'qub ... (QS. Yusuf: 38)

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam juga menyebut Hasan sebagai anak beliau,
إن ابني هذا سيد, وإن الله يصلح به بين فئتين من المؤمنين عظيمتين
Sesungguhnya putraku ini (Hasan) adalah pemimpin. Allah ta'ala akan mendamaikan dua kelompok besar di kalangan kaum mukminin. (HR. Bukhari 2704, Ahmad 20929 dan yang lainnya).

Karena statusnya layaknya orang tua, kakek berhak mengaqiqahi cucunya, sekalipun tidak mendapatkan izin dari ayahnya.
Dalam Fatwa Dar al-Ifta Mesir menyatakan,
وإن كان بغير إذنه جاز لأنه والد في الجملة; ولأن بينهما ميراثا, ولو أعسر الوالد لوجبت النفقة على الجد الموسر
Jika aqiqah ini dilakukan tanpa seizin ayahnya, hukumnya boleh, karena statusnya sama dengan ayah secara umum, dan karena ada hubungan saling mewarisi. Jika ayah tidak punya harta, kakek yang memiliki kelonggaran, dia wajib memberi nafkah. (Fatwa Dar al-Ifta Mesir:  http://www.dar-alifta.org/ViewResearch.aspx?ID=197 )

Allahu a'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar