Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Setiap muslimah yang taat beragama tentu akan bersedih ketika dia tidak mampu beribadah karena terhalang kodratnya. Siklus datang bulan, yang terkadang tidak bisa dikendalikan.
Namun tahukah anda, sejatinya di sana ada amal hati yang memberi peluang bagi muslimah untuk mendulang pahala. Amal itu adalah ridha terhadap ketetapan Allah. Ketika anda merasa sedih karena terhalang untuk bisa menjalani ibadah bersama yang lain, kemudian anda bersabar dan ridha terhadap apa yang Allah tetapkan, Allah tidak akan menyia-nyiakan amal anda.
Ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melaksanakan haji wada’, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berangkat bersama para istri beliau. Sebelum masuk kota Mekah, beliau singgah di Saraf. Di tempat ini, Aisyah menangis karena mengalami haid, sehingga beliau tidak bisa Umrah untuk tamattu’.
Sang suami yang baik – Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam – menjenguknya, menjumpai istrinya tercinta dalam keadaan menangis,
« مَا لَكِ أَنُفِسْتِ » . قُلْتُ نَعَمْ . قَالَ « إِنَّ هَذَا أَمْرٌ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَى بَنَاتِ آدَمَ ، فَاقْضِى مَا يَقْضِى الْحَاجُّ ، غَيْرَ أَنْ لاَ تَطُوفِى بِالْبَيْتِ »
“Kamu kenapa? Apa kamu haid?” tanya suami.
“Ya.” Jawab A’isyah.
“Haid merupakan keadaan yang Allah tetapkan untuk para putri Adam. Lakukan seperti yang dilakukan jamaah haji, selain thawaf di Ka’bah.”
(HR. Bukhari 294, Muslim 1211, dan yang lainnya).
Kita bisa perhatikan, kalimat pertama yang disampaikan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk menghibur istrinya, ‘Haid merupakan keadaan yang Allah tetapkan untuk para putri Adam’. Beliau ingatkan A’isyah agar tidak terlalu bersedih memikirkan keadaannya. Padahal itu satu-satunya kesempatan berhaji bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Kesempatan yang tidak mungkin akan berulang. Namun sang suami mengatasi kesedihan istrinya, dengan nasehat agar ridha terhadap ketetapan Allah.
Akankah Tetap Bisa Dapat Pahala?
Allah Maha Kaya dan Allah Maha Pemurah. Hingga ketika kita menginginkan untuk melakukan amal soleh, namun itu tidak terwujud karena ada halangan di luar kesengajaannya, Allah catat niatnya sebagai amal soleh.
Allah berfirman,
وَمَنْ يَخْرُجْ مِنْ بَيْتِهِ مُهَاجِرًا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ
Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. (QS. an-Nisa: 100).
Penyebutan hijrah dalam ayat di atas bukan berarti membatasi hanya masalah hijrah. Karena aturan ini juga berlaku untuk amal soleh lainnya. Sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan kaidah umum,
مَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً
Siapa yang berniat melakukan kebaikan, kemudian dia tidak bisa mengamalkannya, Allah catat untuknya satu amal kebaikan yang sempurna. (HR. Bukhari 6491, Muslim 354 dan yang lainnya).
Mengapa Tetap Mendapat Pahala?
Karena andaikan tidak ada halangan, dia akan mengerjakannya. Allah tidak sia-siakan amal hambanya.
Dari Abu Musa al-Asy’ari Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ سَافَرَ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحًا
Apabila seorang hamba itu sakit atau musafir, maka dicatat untuknya seperti melakukan amal shaleh ketika dia mukim atau sehat. (HR. Bukhari 2996)
Al-Hafidz Ibn Hajar mengatakan,
: قَوْله : ( كُتِبَ لَهُ مِثْل مَا كَانَ يَعْمَل مُقِيمًا صَحِيحًا ) وَهُوَ فِي حَقّ مَنْ كَانَ يَعْمَل طَاعَة فمُنِع مِنْهَا ، وَكَانَتْ نِيَّته ـ لَوْلَا الْمَانِع ـ أَنْ يَدُوم عَلَيْهَا
Sabda beliau, ‘dicatat untuknya seperti melakukan amal shaleh ketika dia mukim atau sehat’ ini berlaku bagi orang yang terbiasa melakukan amal soleh, kemudian dia terhalangi. Sementara niatnya ingin terus istiqamah mengamalkannya – andai tidak ada penghalang. (Fathul Bari, 6/136)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar