Assalamu'alaikum Pak,
Dalam sebuah diskusi dengan teman-teman, yg membahas tentang shalat, muncul istilah sunnah ab'adh dan sunnah haiat di dalam shalat. Dikatakan bahwa sunnah ab'adh bila ditinggalkan maka harus melakukan sujud sahwi sebelum salam. Sedang sunnah haiat bila ditinggalkan tidak perlu sujud sahwi. Yang termasuk sunnah ab'adh adalah tasyahud awal beserta shalawat dan duduknya; qunut shubuh.
Ketika saya tanyakan, apakah rukun dan wajib shalat juga ada yg ab'adh dan haiat. Apakah berdosa ketika lupa tidak qunut shubuh, kemudian sebelum salam dia tidak melakukan sujud sahwi ? Ataukah malah shalatnya batal ?
Tidak ada jawaban di diskusi tersebut.
Saya mencari keterangan di Yufid, tidak menemukannya. Mohon kiranya Pak Ammi bisa menerangkan sunah ab'adh dan haiat dalam shalat.
Jazakallahu khairan.
Nuwun,
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Istilah sunah ab’adh dan sunah haiat adalah istilah fiqh yang ada dalam madzhab syafiiyah. Dalam Ensiklopedi Fiqh dinyatakan,
وأبعاض الصّلاة في اصطلاح الشّافعيّة : هي السّنن الّتي تجبر بسجود السّهو ، وهي القنوت في الصّبح ، أو في وتر نصف رمضان ، والقيام له ، والتّشهّد الأوّل ، وقعوده ، والصّلاة على النّبيّ صلى الله عليه وسلم على الأظهر
Suah ab’adh dalam shalat adalah istilah syafiiyah. Itulah amalan-amalan shalat yang bisa ditutupi dengan sujud sahwi. Diantaranya, qunut ketika subuh, atau ketika witir di pertengahan Ramadhan, berdiri ketika qunut, bacaan tasyahud awal, duduk tasyahud awal, dan membaca shalawat untuk Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menurut pendapat yang kuat. (al-Mausu'ah al-Fiqhiyah, 8/126)
Istilah sunah ab’adh dan Haiat dalam hanya berlaku untuk bagian yang dikerjakan di tengah shalat, bukan sebelum atau sesudahnya.
Dalam al-Mu’tamad fi al-Fiqh as-Syafii, dinyatakan,
تنقسم سنن الصلاة الى سنن تؤدى قبل الصلاة وسنن تؤدى في أثنائها، وسنن تؤدى عقبها،
كما تقسم السنن التي تؤدى داخل الصلاة الى سنن أبعاض وسنن هيئات.
Sunah-sunah dalam shalat dibagi menjadi:
a. sunah yang dikerjakan sebelum shalat
b. sunah yang dikerjakan ketika shalat dan
c. sunah yang dikerjakan setelah shalat.
Dan sunah yang dikerjakan di dalam shalat dibagi menjadi sunah ab’adh dan sunah haiat.
(al-Mu’tamad fi al-Fiqh as-Syafii, 1/307 – 309)
Unsur Shalat Dalam Madzhab Syafiiyah
Dalam madzhab Syafiiyah, unsur shalat ada 3:
a. Rukun shalat: itulah bagian penyusun utama shalat. Jika ditinggalkan, shalat dianggap tidak ada. Menurut sebagian ulama Syafiiyah, rukun shalat ada 13 rukun.
b. Sunah Ab’adh, sesuatu (gerakan atau bacaan) yang harus dikerjakan dalam shalat. Dan jika ditinggalkan, maka ditutupi dengan sujud sahwi.
c. Sunah Haiat, sesuatu (gerakan atau bacaan) yang harus disyariatkan untuk dikerjakan dalam shalat, dan jika ditinggalkan, tidak perlu sujud sahwi.
(al-Mu’tamad fi al-Fiqh as-Syafii, 1/307 – 309)
Mengapa Dinamakan Sunah Ab’adh?
Ab’adh [arab: أبعاضاً] adalah bentuk jamak dari kata ba’dh [arab: بعض], yang artinya bagian. Semantara Haiat [arab: هيئات], bentuk jamak dari haiah [arab:هيئة] yang artinya bentuk atau cara. Dalam Ensikolpedi Fiqh dinyatakan,
وسمّيت أبعاضاً ، لأنّها لمّا تأكّدت بالجبر بالسّجود أشبهت الأبعاض الحقيقيّة ، وهي الأركان . وما عداها من السّنن يسمّى هيئاتٍ لا تجبر بسجود السّهو ، ولا يشرع لها
Dinamakan sunah ab’adh, karena harus ditutupi dengan sujud sahwi, mirip dengan bagian asli dalam shalat, yaitu rukun. Sementara gerakan atau bacaan shalat selain itu, disebut haiat, tidak perlu ditutupi dengan sujud sahwi dan tidak disyariatkan untuk diberi sujud sahwi. (al-Mausu'ah al-Fiqhiyah, 8/126)
Beda Sunah Haiat dan Sunah Ab’adh
Ulama Syafiiyah membedakan antara sunah ab’adh dengan sunah haiat sebagai berikut,
[1] Sunah ab’adh wajib ditutupi dengan sujud sahwi (jika ditinggalkan secara tidak sengaja), berbeda dengan sunah haiat, yang tidak perlu ditutupi sujud sahwi, karena tidak dalil yang menyebutkan hal ini.
[2] Sunah ab’adh sifatnya independen, berdiri sendiri. Sementara sunah haiat tidak berdiri sendiri, namun dia mengikuti rukun, seperti bacaan takbir, tasbih, atau doa-doa di setiap rukun.
[3] Sunah ab’adh memiliki posisi khusus dalam shalat, dan tidak mengikuti yang lain.; sementara sunah haiat, tidak memiliki tempat khusus, namun dia bergabung bersama rukun.
[4] Sunah ab’adh tidak dituntunka untuk dilakukan di luar shalat. Selain bacaan shalawat untuk Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Berbeda dengan sunah haiat, seperti bacaan takbir, tasbih, dan beberapa dzikir dalam shalat, juga disyariatkan untuk dilakukan di luar shalat.
(al-Mausu'ah al-Fiqhiyah, 8/126)
Rincian Sunah ab'adh Dalam Shalat,
Dalam al-Mu’tamad fi al-Fiqh as-Syafii, disebutkan rincian bacaan dan gerakan yang masuk sunah ab’adh,
1. Duduk tasyahud awal
2. Bacaan tasyahud awal, mulai at-Tahiyatu lillaah... sampai wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu wa rasuluh,
3. Bacaan shalawat untuk Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam setelah membaca tasyahud awal. Yaitu membaca Allahumma shalli ‘ala Muhammad.
4. Bacaan shalawat untuk keluarga Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam setelah membaca tasyahud akhir. Mulai wa ‘ala Aali Muhammad sampai innaka hamidum majid.
5. Qunut ketika i'tidal di rakaat kedua shalat subuh dan ketika witir pasca pertengahan ramadhan.
6. Berdiri ketika qunut.
(al-Mu’tamad fi al-Fiqh as-Syafii, 1/309)
Konsekuensi Meninggalkan Sunah Ab’adh dan Haiat
Dalam Ensiklopedi Fiqh dinyatakan,
ويكره ترك البعض عمداً عند الشّافعيّة، ولا تبطل الصّلاة به ، ويسجد للسّهو ندباً بتركه ، كما يسجد كذلك بتركه نسياناً في المعتمد عندهم ، لأنّ الخلل حاصل في الحالتين ، بل خلل العمد أكثر ، فكان للجبر أحوج . والمرجوح لديهم أنّه إن ترك عمداً فلا يسجد لتقصيره بتفويت السّنّة على نفسه ، بخلاف النّاسي فإنّه معذور ، فناسب أن يشرع له الجبر .
Makruh meninggalkan sunah ab’adh secara sengaja menurut syafiiyah. Dan tidak membatalkan shalat, dan dianjurkan melakukan sujud sahwi karena meninggalkan sunah ab’adh. Sebagaimana juga dianjurkan sujud sahwi karena lupa meninggalkan sunah ab’adh. Karena dalam kedua keadaan di atas, terjadi kekurangan. Bahkan kekurangan karena disengaja lebih membutuhkan sujud sahwi.
Dan ada pendapat yang lemah dalam madzhab syafiiyah, bahwa jika dia meninggalkan sunah ab’adh secara sengaja, tidak perlu sujud sahwi, karena dia sengaja meninggalkan sunah itu pada dirinya. Berbeda dengan orang yang lupa, yang dia memiliki udzur. Sehingga layak jika dia disyariatkan untuk menutupinya (dengan sujud sahwi). (al-Mausu'ah al-Fiqhiyah, 8/126)
Istilah Lain untuk Sunah Ab’adh dan Sunah Haiat
Sebagaimana ditegaskan di awal, sunah ab’adh dan sunah haiat adalah istilah yang berlu dalam madzhab syafiiyah, terkait fikih shalat. Dalam madzhab hanafi dan hambali, istilah lain untuk sunah ab’adh adalah wajib shalat dan sunah haiat diistilahkan dengan sunah shalat.
Dalam Ensiklopedi Fiqh dinyatakan,
وَيُقَابِل الْبَعْضُ عِنْدَ الْحَنَفِيَّةِ وَالْحَنَابِلَةِ الْوَاجِبَ... وَتَبْطُل صَلاَتُهُ إِذَا تَرَكَ الْوَاجِبَ عَمْدًا عِنْدَ الْحَنَابِلَةِ، وَيَجِبُ سُجُودُ السَّهْوِ عِنْدَ الْفَرِيقَيْنِ إِذَا تَرَكَ الْوَاجِبَ نِسْيَانًا
Padanan istilah untuk sunah ab’adh menurut hanafiyah dan hambali adalah kata wajib.... seseorang shalatnya batal jika dia meninggalkan yang wajib secara sengaja menurut madzhab hambali, dan wajib sujud sahwi menurut hanafi dan hambali, jika meninggalkannya karena lupa. (al-Mausu'ah al-Fiqhiyah, 8/127).
Demikian,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar