Topik
Pertanyaan :
Cara melihat jin
Pertanyaan :
Assalamualaikum.
Saya mau tanya bagaimanakah cara melihat mahluk halus/jin?
Terimakasih
Cara melihat jin
Pertanyaan :
Assalamualaikum.
Saya mau tanya bagaimanakah cara melihat mahluk halus/jin?
Terimakasih
Jawab:
Bismillah was
shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Pada asalnya, jin
tidak bisa dilihat oleh manusia, karena itulah mereka disebut jin [arab: الجن] dari kata: janna – yajunnu
[arab: جَنَّ - يَجُنُّ],
yang artinya menutupi. Ibnul Faris dalam kamusnya mengatakan,
فالجن سموا بذلك لأنهم مستترون عن الإنس
Jin dinamakan
jin, karena mereka tidak terlihat oleh manusia. (Maqayis al-Lughah, madah;
janna)
Keterangan bahwa
manusia tidak bisa melihat jin, bahkan Allah tegaskan dalam al-Quran,
يَا بَنِي آدَمَ لاَ يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ
كَمَا أَخْرَجَ أَبَوَيْكُم مِّنَ الْجَنَّةِ يَنزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا
لِيُرِيَهُمَا سَوْءَاتِهِمَا إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ
تَرَوْنَهُمْ ...
“Wahai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu
oleh setan, sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu-bapakmu dari surga; ia
menanggalkan pakaiannya dari keduanya untuk memperlihatkan–kepada
keduanya–‘auratnya. Sesungguhnya, iblis dan golongannya bisa melihat kamu
dari suatu tempat yang (di sana )
kamu tidak bisa melihat mereka.” (Qs. Al-A’raf:27)
Keterangan, “Sesungguhnya, iblis dan golongannya
bisa melihat kamu dari suatu tempat yang (di sana ) kamu tidak bisa melihat mereka”
menunjukkan bahwa manusia tidak dapat melihat jin, yaitu pada bentuk mereka
yang asli.
Bagaimana
caranya bisa melihat jin?
Lalu, bagaimana
caranya bisa melihat jin?
Kita telah
mendapatkan kesimpulan bahwa pada kondisi normal, manusia tidak bisa melihat
jin dalam bentuk mereka yang asli. Pertanyaannya adalah, mungkinkah manusia
mellihat jin?
Ada beberapa
catatan untuk menjawab ini,
Pertama, mungkin saja jin menampakkan diri
kepada manusia, namun bukan dalam bentuk asli. Bisa dalam bentuk manusia, atau
binatang, atau yang lainnya.
Kenyataan ini
dialami oleh beberapa manusia, diantaranya sahabat Ubay bin Ka’ab radhiyallahu
'anhu.
Suatu ketika beliau
menangkap jin yang mencuri kurma di kebunnya. Ubay bin Ka’ab berkata kepada
Jin: “Apa yang bisa menyelamatkan kami (manusia) dari (gangguan) kalian?”. Si jin
menjawab: “Ayat kursi… Barangsiapa membacanya di waktu sore, maka ia akan
dijaga dari (gangguan) kami hingga pagi, dan barangsiapa membacanya di waktu
pagi, maka ia akan dijaga dari (gangguan) kami hingga sore”. Lalu paginya Ubay
menemui Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- untuk menuturkan hal itu, dan
beliau menjawab:
صَدَقَ الْخَبِيثُ
“Si buruk itu
berkata benar”. (HR. Hakim 2064, Ibnu Hibban 784, Syuaib al-Arnauth mengatakan:
Sanadnya kuat).
Kejadian yang
semisal juga dialami Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu. Ketika beliau radhiyallahu
‘anhu ditugasi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menjaga
makanan zakat, malam harinya ada anak remaja mencuri makanan. Ketika ditangkap
dan hendak dilaporkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia berusaha
memelas dan berjanji tidak akan kembali. Tapi dia dusta, dia tetap kembali,
hingga terjadi selama 3 malam. Di malam ketiga, Abu Hurairah tidak memberi
ampun dan akan dilaporkan kepada Rasulullah. Namun remaja itu terus memelas dan
sebagai gantinya, Abu Hurairah diajari bacaan pengaman tidur, yaitu ayat kursi.
Setelah diajari ayat kursi, Abu Hurairah melepaskannya. Pagi harinya, kejadian
ini beliau sampaikan kepada Rasulullah, lalu beliau bersabda,
أَمَا إِنَّهُ قَدْ صَدَقَكَ وَهُوَ كَذُوبٌ
”Kali ini dia
benar, meskipun aslinya dia pendusta.” (HR. Bukhari 2311).
Ternyata remaja
ini adalah jin.
Ketika
menjelaskan hadis Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu di atas, Al-Hafizh Ibnu Hajar
mengatakan,
أن الشيطان من شأنه أن يكذب، وأنه قد يتصور ببعض الصور
فتمكن رؤيته ، وأن قوله تعالى (إنه يراكم هو وقبيله من حيث لا ترونهم) مخصوص بما
إذا كان على صورته التي خلق عليها
“Setan memiliki kebiasaan berdusta, dan terkadang dia menjelma
dengan berbagai bentuk sehingga memungkinkan untuk dilihat manusia. Sementara
ayat, ‘Sesungguhnya, iblis dan golongannya bisa melihat kamu dari suatu
tempat yang (di sana )
kamu tidak bisa melihat mereka,’ khusus untuk keadaan ketika dia
menampakkan dalam bentuknya yang asli, sesuai yang Allah ciptakan.” (Fathul
Bari, 4/489).
Kalimat: ’Jin menampakkan diri kepada manusia’
menunjukkan bahwa itu terjadi murni karena kehendak jin, dan di luar kehendak
manusia. Artinya, jin menampakkan diri seperti yang dialami Abu Hurairah atau
Ubay bin Ka’ab radhiyallahu 'anhuma, bukan karena keinginan mereka untuk bisa
melihat jin, tapi karena keinginan mereka sendiri.
Kedua, jika tidak ada jin yang menampakkan diri
kepada kita, mungkinkah kita bisa melihat jin?
Mungkin saja,
jika si manusia mengajukan permintaan kepada jin. Dia datang ke tempat yang
umumnya banyak jin, kemudian meminta kepada jin untuk menampakkan diri
kepadanya. Jika jin mengabulkan keinginannya, dia bisa melihat dan jika tidak,
berarti jin tidak bersedia.
Namun ingat,
keterangan ini bukan memotivasi anda untuk pengajukan permintaan ke jin agar
bisa dilihat. Sama sekali bukan untuk motivasi itu. Bahkan kami mengingatkan
agar semacam ini dijauhi, karena:
1. Jin memiliki karakter
pendusta, sebagaimana yang ditegaskan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam
hadis Abu Hurairah di atas,
أَمَا إِنَّهُ قَدْ
صَدَقَكَ وَهُوَ كَذُوبٌ
”Kali ini dia benar, meskipun aslinya dia
pendusta.”
Bisa kita bayangkan, makhluk pendusta, sementara kita tidak bisa
melihatnya. Maka peluang dia untuk membohongi kita sangat besar. Bisa jadi dia
minta syarat kepada kita berbagai persyaratan, dan setelah dipenuhi, dia
membohongi kita.
2. Umumnya jin ketika diminta
manusia, akan mengajukan berbagai syarat. Yang lebih parah, biasanya syarat
yang diajukan melanggar syariat islam. Ketika manusia memenuhi persyaratan itu,
dia mencari ridha kepada jin dengan bermaksiat kepada Allah. Sehingga manusia
melakukan pengabdian dan penghambaan kepada jin, kemudian jin membantunya untuk
mewujudkan keinginan manusia. Jadilah jin bertambah sombong dan manusia
bertambah hina dan bergelimang dosa karena melakukan berbagai kesyirikan atas
permintaan si jin. Inilah yang diakui oleh jin, sebagaimana yang Allah
ceritakan di surat Al-Jin:
وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِّنَ الْإِنسِ يَعُوذُونَ
بِرِجَالٍ مِّنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقاً
Bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta
perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, Maka jin-jin itu menambah
bagi mereka dosa dan kesalahan. (QS. Al-Jin: 6).
Dan ketika di hari kiamat, mereka dikumpulkan dan saling menyalahkan. Allah
memasukkan mereka semua ke dalam neraka, karena melakukan kerja sama yang
diawali dengan kesyirikan,
وَيَوْمَ يَحْشُرُهُمْ جَمِيعًا يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ قَدِ
اسْتَكْثَرْتُمْ مِنَ الْإِنْسِ وَقَالَ أَوْلِيَاؤُهُمْ مِنَ الْإِنْسِ رَبَّنَا
اسْتَمْتَعَ بَعْضُنَا بِبَعْضٍ وَبَلَغْنَا أَجَلَنَا الَّذِي أَجَّلْتَ لَنَا
قَالَ النَّارُ مَثْوَاكُمْ خَالِدِينَ فِيهَا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ إِنَّ
رَبَّكَ حَكِيمٌ عَلِيمٌ
Ingatlah hari di waktu Allah menghimpunkan mereka
semuanya (dan Allah berfirman): “Hai golongan jin, Sesungguhnya kamu telah
banyak menyesatkan manusia”, lalu berkatalah kawan-kawan meraka dari golongan
manusia: “Ya Tuhan Kami, Sesungguhnya sebahagian daripada Kami telah dapat
kesenangan dari sebahagian (yang lain) dan Kami telah sampai kepada waktu yang
telah Engkau tentukan bagi kami”. Allah berfirman: “Neraka Itulah tempat
tinggal kamu, sedang kamu kekal di dalamnya, kecuali kalau Allah menghendaki
(yang lain)”. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha mengetahui. (QS.
A-An’am: 128).
3. Kegiatan semacam ini sama
sekali tidak ada manfaatnya. Anda bisa renungkan, apa manfaat bisa melihat jin?
Apakah semakin menambah ketaqwaan kita kepada Allah? Dari sisi mana bisa
menambah ketaqwaan, sementara jin juga makhluk seperti manusia? Dan jin yang
kita lihat, tidak kita ketahui kesalehannya. Bisa jadi dia jin urakan, jin
nakal, kemudian berpura-pura soleh di hadapan manusia.
Untuk itulah, para ulama melarang meriwayatkan hadis dari jin. Karena kita
tidak bisa menilai kejujurannya dan keabsahan beritanya. As-Suyuthi mengatakan,
وأما رواية الإنس عنهم،
فالظاهر: منعها، لعدم حصول الثقة بعدالتهم
”Adapun manusia meriwayatkan berita dari jin, yang zahir: dilarang, karena
tidak bisa dibuktikan kejujurannya dan tingkat keadilan mereka.” (al-Asybah wa
an-Nadzair, 1/435)
Pada beberapa kasus, orang
yang menjalin hubungan dengan jin, menjadi rawan kerasukan. Karena kedekatan
semacam ini, dipastikan berdampak pada kecenderungan salah satu pihak, jin
menjadi seneng dengan si manusia, atau sebaliknya. Tentu saja ini akan sangat
mengganggu aktivitas kehidupan si manusia.
Amalan Untuk
Melihat Jin
Kami tidak
menjumpai adanya amalan maupun doa khusus agar dapat melihat jin. Sementara
beberapa amalan maupun doa yang tersebar di internet, semua itu tidak ada
dasarnya dan hanya omong kosong. Bahkan sebagiannya berbau kesyirikan, seperti
menyembelih ayam cemani dipersembahkan untuk jin tersebut.
Hidup normal
seperti yang Allah gariskan adalah kenikmatan yang luar biasa. Berusaha
mencari-cari jin, disamping tidak bermanfaat, justru menambah beban bagi kita. Ingat
hidup tidak ada yang gratis, apalagi ketika berhadapan dengan karakter penipu.
Mustahil si jin ini mau membantu secara cuma-cuma. Pasti ada batu dibalik
udang. Jin ini mau membantu, karena
manusia mau mengabdi kepada jin. Sehingga siapa yang sejatinya diuntungkan?
Jawabannya si
jin. Dia yang lebih berkuasa, sementara manusia selalu bergantung kepada jin.
Allahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar