By: Ustad Ammi Baits
Alhamdulillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, wa ba’du,
Allah berfirman,
يا أيها الذين آمنوا لا تتولوا قوما غضب الله عليهم
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memberikan wala’ (loyalitas) kepada kaum yang dimurkai oleh Allah (orang-orang kafir)...” (QS. Al-Mumtahanah: 13)
Ada dua hal yang perlu kita bedakan terkait interaksi dengan non muslim,
Pertama, berbuat baik dan bersikap adil
Sikap semacam ini diajarkan dan dianjurkan dalam islam. Kaum mulimin, siapapun dia, disyariatkan untuk berbuat baik, bersikap baik terhadap semuanya, bahkan kepada orang kafir sekalipun. Sebagaimana yang Allah firmankan,
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِين
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah: 8)
Kedua, memberikan loyalitas
sikap yang kedua ini dilarang dalam islam, bahkan Allah memberikan ancaman yang sangat keras bagi kaum muslimin yang memberikan loyalitas kepada orang kafir. Allah berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai wali (kekasih); sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. (QS. Al-Maidah: 51).
Para ulama menggolongkan menghadiri jenazah orang kafir termasuk bentuk memberikan loyalitas. Karena itulah mereka melarang kaum muslimin menghadiri jenazah non muslim.
Ketika Abu Talib meninggal, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak megurusi mayatnya sama sekali. Beliau hanya menyuruh Ali bin Abi Talib untuk mennguburkannya. Padahal kita tahu, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sangat berharap agar Abu Tallib masuk islam. Sampai ketika pamannya meninggal dalam kondisi kafir, beliau snagat sedih dan ingin memohonkan ampun untuk Abu Talib. Terkait peristiwa ini, Allah menurunkan firman-Nya:
إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
“Sesungguhnya engkau tidak bisa memberikan petunjuk kepada orang yang kamu cintai, namun Allahlah yang memberi petunjuk kepada siapa saja yang Allah kehendaki. Dan Dia Maha Mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-Qashas: 56).
Dari Ali bin Abi Talib radhiyallahu 'anhu, bahwa ketika pamannya meninggal, dia datang melapor kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:
إِنَّ عَمَّكَ الشَّيْخَ الضَّالَّ قَدْ مَاتَ
Sesungguhnya pamanmu, si tua yang sesat telah mati.
Kemduian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menasehatkan,
اذْهَبْ فَوَارِ أَبَاكَ
“Segera kuburkan bapakmu.” (HR. Abu Daud 3214 & Nasai 2006).
Imam Malik mengatakan:
لا يغسل المسلم والده إذا مات الوالد كافرا , ولا يتبعه ، ولا يدخله قبره ، إلا أن يخشى أن يضيع : فيواريه
Seorang muslim tidak boleh memandikan ayahnya, jika ayahnya mati kafir, tidak boleh mengiringi mayatnya, dan tidak boleh pula memasukkannya ke kuburan. Kecuali jika dia khawatir mayitnya tidak terurus, maka dia boleh menguburkannya. (Al-Mudawanah: 1/261).
Dalam Syarah Muntaha Al-Iradat dijelaskan maksud Imam Malik di atas,
( ولا يغسّل مسلم كافرا ) للنهي عن موالاة الكفار ، ولأن فيه تعظيما وتطهيرا له ، فلم يجز ؛ كالصلاة عليه
“Orang muslim tidak boleh memandikan orang kafir”, karena adanya larangan untuk memberikan loyalitas kepada orang kafir. Karena hal itu termasuk mengagungkan dan mensucikannya, karena itu, perbuatan ini tidak dibolehkan. Sebagaimana tidak boleh menshalati mayatnya. (Syarh Muntaha Al-Iradat, 1/347).
Dalam Kasyaful Qana’ dinyatakan,
ويحرم أن يغسل مسلم كافرا ، ولو قريبا ، أو يكفنه ، أو يصلي عليه ، أو يتبع جنازته ، أو يدفنه ) ؛ لقوله تعالى : ( يا أيها الذين آمنوا لا تتولوا قوما غضب الله عليهم ) وغَسلُهم ونحوه : تولٍّ لهم ، ولأنه تعظيم لهم ، وتطهير ؛ فأشبه الصلاة عليه ... ( إلا أن لا يجد من يواريه غيره ، فيوارَى عند العدم )
Seorang muslim diharamkan memandikan orang kafir, meskipun dia kerabat dekat. Dilarang pula mengkafani, menshalati mayatnya, mengikuti jenazahnya atau menguburkannya. Berdasarkan firman Allah, yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memberikan wala’ (loyalitas) kepada kaum yang dimurkai oleh Allah”. Sementara memandikan mayit dan semacamnya, termasuk memberikan loyalitas kepadanya. Karena mengandung unsur; mengagungkan dan mensucikan mereka. Ststusnya seperti menshalati mereka.. kecuali jika tidak ada orang lain yang menguburkannya maka keluarganya harus menguburkannya. (Kasyaful Qana’, 2/123).
Allahu a’lam
Referensi:
Al-Farqu wa Al-Bayan, baina mawaddah al-kafir wa al-ihsan ilaihi, Dr. Shal bin Rifa Al-Utaibi, Jami’ah Malik Saud, KSA.
Fatwa Islam, no. 145532