By: Uztad Ammi Baits
Asal Penamaan
Dinamakan bulan Rajab, dari kata Rajjaba – yurajjibu ..yang
artinya mengagungkan. Bulan ini dinamakan Rajab karena bulan ini diagungkan
masyarakat Arab. (keterangan Al Ashma'i, dikutip dari Lathaiful Ma'arif, hal.
210)
Keutamaan Bulan Rajab
Bulan Rajab termasuk salah satu empat bulan haram
Allah berfirman:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي
كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ
مِنْهَا أرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam
ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat
bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus..” (QS. At Taubah: 36)
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
إِنَّ الزَّمَانَ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ
السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ
حُرُمٌ
ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ
وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبٌ شَهْرُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ
“Sesungguhnya zaman berputar sebagaimana kondisinya, ketika Allah
menciptakan langit dan bumi. Satu tahun ada dua belas bulan, diantaranya empat
bulan haram. Tiga bulan ber-turut-turut: Dzul Qa'dah, Dzulhijjah, Muharram, dan
satu bulan: Rajab suku Mudhar, yaitu bulan antara Jumadi (tsaniyah) dan
sya'ban.” (HR. Al Bukhari & Muslim)
Keterangan:
Disebut “Rajab suku Mudhar” karena suku Mudhar adalah suku
yang paling menjaga kehormatan bulan Rajab, dibandingkan suku-suku yang lain.
Kemudian, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
memberi batasan: antara Jumadil (tsaniyah) dan sya'ban, sebagai bentuk
menguatkan makna. (Umdatul Qori, 26/305)
Ada yang menjelaskan, disebut “Rajab suku Mudhar” untuk
membedakan dengan bulan yang diagungkan suku Rabi'ah. Suku Rabi'ah menghormati
bulan Ramadhan, sementara suku Mudhar mengagungkan bulan Rajab. Karena itu
bulan ini dinisbahkan kepada suku Mudhar.
Hadis Dlaif Terkait Bulan Rajab
1.
Hadis:
Sesungguhnya di surga ada sebuah sungai, namanya sungai Rajab. Airnya lebih
putih dari pada susu, lebih manis dari pada madu, siapa yang puasa sehari di
bulan Rajab maka Allah akan memberi minum orang ini dengan air sungai tersebut.
(Riwayat Abul Qosim At Taimi dalam At Targhib wat Tarhib, Al Hafidz Al
Ashbahani dalam kitab Fadlus Shiyam, dan Al Baihaqi dalam Fadhail Auqat. Ibnul
Jauzi mengatakan dalam Al Ilal Al Mutanahiyah: Dalam sanadnya terdapat banyak
perawi yang tidak dikenal, sanadnya dhaif secara umum, namun tidak sampai untuk
dihukumi palsu.)
2.
Hadis:
Allahumma baarik lanaa fii rajabin wa sya'baana wa ballighnaa Ramadhaana. (Riwayat
Ahmad, dan di sanadnya terdapat perawi Zaidah bin Abi Raqqad, dari Ziyadah An
Numairi. Tentang para perawi ini, Imam Bukhari mengatakan: Munkarul hadis. An
Nasa'i mengatakan: Mungkarul hadis. Sementara Ibn Hibban menyatakan: hadisnya
tidak bisa dijadikan dalil)
3.
Hadis:
Sesungguhnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
tidak pernah puasa setelah Ramadhan, selain di bulan Rajab dan Sya'ban.
(Riwayat Al Baihaqi. Ibn Hajar mengatakan: ini adalah hadis munkar, disebabkan
adanya perawi yang bernama Yusuf bin Athiyah, dia orang yang dhaif sekali.-
Tabyinul Ajbi, hal. 12)
4.
Hadis:
Rajab adalah bulan Allah, Sya'ban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulan
umatku. (Riwayat Abu Bakr An Naqasy. Al Hafidz Abul Fadhl Muhammad bin Nashir
mengatakan: An Naqasy adalah pemalsu hadis, pendusta. Ibnul Jauzi, As Shaghani,
dan As Suyuthi menyebut hadis ini dengan hadis maudlu')
5.
Hadis:
Keutamaan Rajab dibanding bulan yang lain, seperti keutamaan Al Qur'an
dibanding dzikir yang lain. (Ibn Hajar mengatakan: Perawi hadis ini ada yang
bernama As Saqathi, dia adalah penyakit dan orang yang terkenal sebagai pemalsu
hadis).
6.
Hadis:
Rajab adalah bulan Allah Al Asham. Siapa yang berpuasa sehari di bulan Rajab,
atas dasar iman dan ihtisab (mengharap pahala) maka dia berhak mendapat ridla
Allah yang besar. (Hadis palsu, sebagaimana penjelasan As Syaukani dalam Al
Fawaid Al Majmu'ah)
7.
Hadis:
Barangsiapa yang berpuasa tiga hari bulan Rajab, Allah catat baginyu puasa
sebulan penuh. Siapa yang puasa tujuh hari maka Allah menutup tujuh pintu
neraka. (Hadis maudlu, sebagaimana keterangan Ibnul Jauzi dalam Al Maudlu'at,
2/206)
8.
Hadis:
Siapa yang shalat maghrib di malam pertama bulan Rajab, setelah itu dia shalat
dua puluh rakaat, setiap rakaat dia membaca Al Fatihah dan surat Al Ikhlas
sekali, dan dia melakukan salam sebanyak sepuluh kali. Tahukah kalian apa
pahalanya? ....lanjutan hadis: Allah akan menjaga dirinnya, keluarganya,
hartanya, dan anaknya. Dia dilindungi dari siksa kubur, ...(Hadis maudlu,
sebagaimana keterangan Ibnul Jauzi dalam Al Maudlu'at, 2/123)
9.
Hadis:
Siapa yang puasa di bulan Rajab dan shalat empat rakaat...maka dia tidak akan
mati sampai dia melihat tempatnya di surga atau dia diperlihatkan. (Hadis
maudlu, sebagaimana keterangan Ibnul Jauzi dalam Al Maudlu'at, 2/124, Al Fawaid
Al Majmu'ah, hal. 47)
10. Hadis Shalat Raghaib : Rajab bulan
Allah, Sya'ban bulanku, dan Ramadlan bulan umatku... namun janganlah kalian
lupa dengan malam jum'at pertama bulan Rajab, karena malam itu adalah malam
yang disebut oleh para malaikat dengan Ar Raghaib. Dimana apabila telah berlalu
sepertiga malam, tidak ada satupun malaikat yang berada di semua lapisan langit
dan bumi, kecuali mereka berkumpul di ka'bah dan sekitarnya. Kemudian Allah
melihat kepada mereka, dan berfirman: Wahai malaikatKu, mintalah apa saja yang
kalian inginkan. Maka mereka mengatakan: Wahai Tuhan kami, keinginan kami
adalah agar engkau mengampuni orang yang suka puasa Rajab. Allah berfirman: Hal
itu sudah Aku lakukan. Kemudian Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda: “Siapa yang berpuasa hari kamis pertama di
bulan Rajab, kemudian shalat antara maghrib sampai isya' – yaitu pada malam
jum'at – dua belas rakaat...” (Hadis palsu, sebagaimana keterangan Ibnul Jauzi
dalam Al Maudhu'at, 2/124 – 126, Ibnu Hajar dalam Tabyinul 'Ujbi, hal. 22 – 24,
dan As Syaukani dalam Al fawaid Al Majmu'ah, hal. 47 – 50)
11. Hadis: Barangsiapa yang shalat pada
malam pertengahan bulan Rajab, sebanyak 14 rakaat, setiap rakaat membaca Al
Fatihah sekali dan surat Al Ikhlas 20 kali.....(Hadis palsu, sebagaimana
keterangan Ibnul Jauzi dalam Al Maudhu'at, 2/126, Ibnu Hajar dalam Tabyinul
'Ujbi, hal. 25, As Syaukani dalam Al fawaid Al Majmu'ah, hal. 50)
12. Hadis: Sesungguhnya bulan
Rajab adalah bulan yang agung, siapa yang berpuasa sehari, Allah akan mencatat
baginya puasa seribu tahun...(Hadis palsu, sebagaimana keterangan Ibnul Jauzi
dalam Al Maudhu'at, 2/206 – 207, Ibnu Hajar dalam Tabyinul 'Ujbi, hal. 26, As
Syaukani dalam Al fawaid Al Majmu'ah, hal. 101, As Suyuthi dalam Al Lali' Al
Mashnu'ah, 2/115)
Bulan Rajab Dalam Pandangan Masyarakat Jahiliyah
Masyarakat jahiliyah sangat menghormati bulan Rajab. Ini
terlihat dari banyaknya acara peribadatan pada bulan ini. Diantara ritual
ibadah mereka di bulan rajab adalah menyembelih binatang, yang disebut 'Athirah
atau Rajabiyah. Mereka persembahkan sembelihannya untuk sesembahan
mereka. Mereka juga berpuasa di bulan Rajab, kemudian diakhiri dengan
menyembelih 'Athirah. Masyarakat jahiliyah juga melarang keras adanya
peperangan yang terjadi bebepatan di bulan Rajab.
Disamping itu, mereka memberikan banyak nama untuk bulan
Rajab. Ada yang menyebutkan, bulan ini memililki 14 nama. Diantaranya:
Syahrullah, Rajab, Rajab Mudhar, Munshilul Asinnah, Al Asham, dll. Bahkan ada
yang menyebutkan, bulan ini memiliki 17 nama. Sedangkan masyarakat memiliki
kaidah, bahwa sesuatu yang memiliki banyak nama itu menunjukkan bahwa hal itu
adalah sesuatu yang mulia.
Dulu masyarakat jahiliyah memilih bulan Rajab untuk
mendo'akan orang yang mendhalimi mereka, dan biasanya do'a itu dikabulkan. Hal
ini pernah disampaikan kepada Umar bin Khattab, kemudian beliau mengatakan:
إن الله كان يصنع بهم
ذلك ليحجز بعضهم عن بعض ، وإن الله جعل الساعة موعدهم ، والساعة أدهى وأمر
Sesungguhnya Allah memperlakukan hal itu kepada mereka untuk
menjauhkan hubungan antara satu suku dengan suku yang lain. Dan Allah jadikan
kiamat sebagai hari pembuktian janji untuk mereka. Dan hari kiamat itu lebih
dahsyat dan lebih pahit. (Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 130)
Disebutkan dalam sebuah riwayat, dari Kharshah bin Al Har,
bahwa beliau melihat Umar bin Khatab memukuli telapak tangan beberapa orang,
sampai mereka letakkan tangannya di wadah, kemudian beliau menyuruh mereka:
كُلُوا، فَإِنَّمَا
هُوَ شَهْرٌ كَانَ يُعَظِّمُهُ أَهْلُ الْجَاهِلِيَّةِ
“Makanlah (jangan puasa). Karena dulu, bulan ini diagungkan
oleh masyarakat jahiliyah.” (HR. Ibn Abi Syaibah 9758 dan sanadnya dishahihkan
Al Albani)
Amalan Sunnah di Bulan Rajab
Tidak terdapat amalan khusus terkait bulan Rajab. Baik
bentuknya shalat, puasa, zakat, maupun umrah. Mayoritas ulama menjelaskan bahwa
hadis yang menyebutkan amalan bulan rajab adalah hadis bathil dan tertolak.
Ibn Hajar mengatakan: Tidak terdapat riwayat yang shahih,
bisa untuk dijadikan dalil tentang keutamaan bulan Rajab, baik bentuknya puasa
sebulan penuh atau puasa di tanggal tertentu bulan rajab atau shalat tahajjud
di malam tertentu. Keterangan saya ini telah didahului oleh ketengan Imam Abu
Ismail Al Harawi. (Tabyinul Ujub bimaa warada fii Fadli Rajab, hal. 6)
Imam Ibn Rajab mengatakan: “Tidak terdapat dalil yang shahih,
yang menyebutkan adanya anjuran shalat tertentu di bulan Rajab. Adapun hadis
yang menyebutkan keutamaan shalat Raghaib di malam jum'at pertama bulan rajab
adalah hadis dusta, bathil, dan tidak shahih. Shalat Raghaib adalah bid'ah
menurut mayoritas ulama.” (Lathaiful Ma'arif, hal. 213)
Terkait masalah puasa di bulan Rajab, Imam Ibn Rajab juga
menegaskan, tidak ada satupun hadis shahih dari Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam tentang keutamaan puasa bulan Rajab secara khusus.
Hanya terdapat riwayat dari Abu Qilabah, bahwa beliau mengatakan: “Di surga
terdapat istana untuk orang yang rajin berpuasa di bulan Rajab.” Namun riwayat
bukan hadis. Imam Al Baihaqi mengomentari keterangan Abu Qilabah: “Abu Qilabah
termasuk Tabi'in senior, beliau tidak menyampaikan riwayat itu selain hanya
kabar tanpa sanad.” (Lathaiful Ma'arif, hal. 213)
Pertama, Puasa Sunnah bulan haram
Akan tetapi, jika seseorang melaksanakan puasa di bulan Rajab
dengan niat puasa sunnah di bulan-bulan haram maka ini dibolehkan, bahkan
dianjurkan. Mengingat sebuah hadis yanng diriwayatkan Imam Ahmad, Abu Daud, Al
Baihaqi dan yang lainnya, bahwa suatu ketika datang seseorang dari suku Al
Bahili menghadap Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
Dia meminta diajari berpuasa. Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam menasehatkan: Puasalah sehari tiap bulan. Orang ini
mengatakan: Saya masih kuat, tambahkanlah!. “Dua hari setiap bulan”. Orang ini
mengatakan: Saya masih kuat, tambahkanlah!. “Tiga hari setiap bulan.” orang ini
tetap meminta untuk ditambahi. Kemudian Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda: “Puasalah di bulan haram dan berbukalah
(setelah selesai bulan haram).” (Hadis ini dishahihkan sebagaian ulama dan
didhaifkan ulama lainnya). Namun diriwayatkan bahwa beberapa ulama salaf
berpuasa di semua bulan haram. Dinataranya: Ibn Umar, Hasan Al Bashri, dan Abu
Ishaq As Subai'i.
Kedua, Mengkhususkan Umrah di bulan Rajab
Diriwayatkan bahwa Ibn Umar pernah mengatakan, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melaksanakan umrah di
bulan Rajab. Kemudian ucapan beliau ini diingkari A'isyah dan beliau diam saja.
(HR. AL Bukhari & Muslim)
Umar bin Khatab dan beberapa sahabat lainnya menganjurkan
umrah bulan Rajab. A'isyah dan Ibnu Umar juga melaksanakan umarah bulan Rajab.
Ibnu Sirin menyatakan, bahwa para sahabat melakukan hal itu.
Karena rangkaian haji dan umrah yang paling bagus adalah melaksanakan haji
dalam satu perjalanan sendiri dan melaksanakan umrah dalam satu perjalanan yang
lain, selain di bulan haji. (Al Bida' Al Hauliyah, hal 119).
dari penjelasan Ibn Rajab menunjukkan bahwa melakukan umrah
di bulan Rajab hukumnya dianjurkan. Beliau berdalil dengan anjuran Umar bin
Khatab untuk melakukan umrah di bulan Rajab. Dan dipraktekkan oleh A'isyah dan
Ibnu Umar.
Diriwayatkan Al Baihaqi, dari Sa'id bin Al Musayib, bahwa
A'isyah radliallahu 'anha melakukan umrah di akhir bulan Dzulhijjah, berangkat
dari Juhfah, beliau berumrah bulan Rajab berangkat dari Madinah, dan beliau
memulai Madinah, namun beliau mulai mengikrarkan ihramnya dari Dzul Hulaifah.
(HR. Al Baihaqi dengan sanad hasan)
Namun ada sebagian ulama yang menganggap umrah di bulan Rajab
tidak dianjurkan. Karena tidak ada dalil khusus terkait umrah bulan Rajab. Ibnu
Atthar mengatakan: Diantara berita yang sampai kepadaku dari penduduk Mekah,
banyaknya kunjungan di bulan Rajab. Kejadian ini termasuk masalah yang belum
kami ketahui dalilnya. Bahkan terdapat hadis yang shahih bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Umrah di
bulan Ramadhan nilainya seperti haji.” (HR. Al Bukhari)
Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh mengatakan, bahwa para
ulama mengingkari sikap mengkhususkan bulan Rajab untuk memperbanyak
melaksanakan umrah. (Majmu' Fatawa Syaikh Muhammad bin Ibrahim, 6/131)
Kesimpulan:
Pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini, mengkhususkan
umrah di bulan Rajab adalah perbuatan yang tidak ada landasannya dalam syariat.
Karena tidak ada satupun dalil yang menunjukkan anjuran mengkhususkan bulan
Rajab untuk pelaksanaan umrah. Disamping itu, Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam sendiri tidak pernah melakukan umrah di bulan Rajab,
sebagaimana disebutkan dalam hadis sebelumnya.
Andaikan ada keutamaan mengkhususkan umrah di bulan Rajab,
tentu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam akan
memberi tahukan kepada umatnya. Sebagaimana beliau memberi tahu umatkan akan
keutamaan umrah di bulan Ramadlan. Sedangkan riwayat dari Umar bahwa beliau
menganjurkan umrah di bulan Rajab, yang benar sanadnya dipermasalahkan.
Ketiga, Menyembelih hewan (Atirah)
Atirah adalah hewan yang disembelih di bulan Rajab untuk
tujuan beribadah.
Ulama berselisih pendapat tentang hukum atirah.
Pendapat pertama, athirah dianjurkan. Dalilnya
adalah hadis dari Abdullah bin Amr bin Ash, bahwa Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam ditanya tentang 'Athirah, kemudian beliau menjawab:
“Athirah itu hak.” (HR. Ahmad, An Nasa'i dan As Suyuthi dalam Jami'us Shaghir)
Pendapat kedua, atirah tidak disyariatkan,
namun tidak makruh. Dalilnya, hadis dari Abu Razin, Laqirh bin Amir Al Uqaili,
beliau bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam: Kami menyembelih hewan di bulan Rajab di zaman Jahilliyah. Kami
memakannya dan memberi makan tamu yang datang. Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Tidak
masalah.” (HR. An Nasa'i, Ad Darimi, dan Ibn Hibban)
Pendapat ketiga, atirah hukumnya makruh.
Berdasarkan hadis, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda: “Tidak ada Fara'a dan tidak ada Atirah.” (HR. Al
Bukhari & Muslim)
Fara'a adalah anak pertama binatang, yang disembelih untuk
berhala.
Pendapat keempat, atirah hukumnya haram. Ini
adalah pendapat yang dipilih Ibnul Qoyim dan Ibnul Mundzir. Ibnul Qoyim
mengatakan: “Dulu masyarakat arab melakukan atirah di masa jahiliyah, kemudian
mereka tetap melakukannya, dan Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam mendukungnya. Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melarangnya,
melalui sabdanya: “Tidak ada fara'a dan tidak ada atirah.” akhirnya para
sahabat meninggalkannya, karena adanya larangan beliau. Dan telah dipahami
bersama, bahwa larangan itu hanya akan muncul, jika sebelumnya ada yang
melakukannya. Sementara tidak kita jumpai adanya satupun ulama yang mengatakan:
Dulu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
melarang atirah kemudian beliau membolehkannya kembali...” (Tahdzib Sunan Abu
Daud, 4/92 – 93). InsyaaAllah, pendapat inilah yang lebih mendekati kebenaran.
Bid'ah-Bid'ah di Bulan Rajab
Bid'ah yang umumnya terjadi di bulan Rajab adalah
mengkhususkan bulan ini untuk melakukan amal ibadah tertentu, seperti puasa
shalat malam, shalat Raghaib, dan semacamnya. Mereka yang melakukan hal ini
biasanya berdalil dengan hadis dhaif dan hadis palsu. Syaikhul Islam Ibn
Taimiyah mengatakan: Mengkhususkan bulan Rajab.... untuk berpuasa dan i'tikaf,
tidak terdapat riwayat dari Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam, tidak pula dari para sahabatnya, dan tidak pula dari para
ulama kaum muslimin masa silam. Sebaliknya, disebutkan dalam hadis yang shahih
bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
berpusa Sya'ban. Dan beliau tidak berpuasa dalam satu tahun yang lebih banyak
dari pada puasa beliau di bulan Sya'ban. (HR. Al Bukhari & Muslim).”
(Majmu' Fatawa, 25/ 290 – 291)
Syaikhul Islam juga mengatakan: Sesungguhnya mengagungkan
bulan Rajab (dengan memperbanyak amal) termasuk perbuatan bid'ah yang
selayaknya dihindari. Demikian pula menjadikan bulan Rajab sebagai momen khusus
untuk melaksanakan puasa, termasuk perbuatan makruh (dibenci), menurut Imam
Ahmad dan beberapa ulama lainnya. (Iqtidha' Shirathal Mustaqim, 2/624 – 625)
Secara khusus ada beberapa amalan bid'ah yang sering
dilakukan di bulan Rajab, diantaranya adalah:
Pertama, Shalat Raghaib
Bid'ah ini berdasarkan satu hadis palsu yang panjang,
menceritakan tentang tata cara shalat Raghaib, do'a-do'anya, dan janji pahala
yang akan diperoleh bagi setiap orang yang melaksanakannya dengan sempurna.
Para ulama telah sepakat bahwa hadis tentang shalat Raghaib adalah hadis palsu.
As Syaukani mengatakan: “Para ulama pakar hadis telah sepakat bahwa hadis
tentang shalat Raghaib adalah hadis palsu.” (Al Fawaid Al Majmu'ah, hal. 47 –
48). keterangan yang sama juga disampaikan oleh Al Fairuz Abadzi As Syafi'i.
Imam Ibnul Jauzi mengatakan: “Orang yang membuat hadis ini
menetapkan aturan bahwa orang yang hendak melaksanakan shalat Raghaib harus
berpuasa terlebih dahulu di siang harinya. Kemudian dia tidak boleh berbuka
sampai melaksanakan shalat maghrib dan shalat sunah Raghaib. Dalam shalat ini,
dia harus membaca tasbih panjang sekali dan bacaan sujud yang sangat panjang.
Sehingga orang yang melaksanakan amalan ini akan merasakan keletihan yang luar
biasa. Sungguh saya merasa cemburu dengan Ramadlan dan shalat tarawih.
Bagaimana seseorang lebih memilih shalat ini dibandingkan puasa Ramadlan dan
tarawih. Namun sebaliknya, masyarakat lebih memilih dan lebih memperhatikan
shalat ini, sehingga orang yang tidak pernah shalat jamaah-pun ikut
menghadirinya.” (Al Maudhu'at, 2/125 – 126)
Kedua, Peringatan Isra' dan Mi'raj
Tanggal 27 Rajab menjadi satu agenda penting bagi kaum
muslimin. Mereka meyakini bahwa pada tanggal itu terjadi peristiwa isra dan
mi'raj. Padahal para ulama berselisih pendapat tentang tanggal terjadinya isra
– mi'raj. Disebutkan oleh Syaikh Shafiyurrahman Al Mubarokfuri, ada sekitar 6
pendapat ulama, terkait dengan tanggal kejadian isra – mi'raj. Salah satunya
adalah tanggal 27 Rajab tahun ke-10 setelah beliau diutus sebagai nabi. Namun
pendapat ini tertolak, karena para ahli sejarah menegaskan bahwa Khadijah
meninggal di bulan Ramadlan tahun kesepuluh setelah kenabian. Sampai Khadijah
meninggal belum ada kewajiban shalat lima waktu.
Para ulama sepakat bahwa peringatan isra – mi'raj adalah
acara bid'ah. Ibnul Qoyim menukil keterangan Syaikhul Islam Ibn Taimiyah, yang
mengatakan: “Tidak diketahui dari seorang-pun kaum muslimin, yang menjadikan
malam isra – mi'raj lebih utama dibandingkan malam yang lainnya. Lebih-lebih
menganggap bahwa malam isra lebih mullia dibandingkan lailatul qadar. Tidak
seorang-pun sahabat, maupun tabi'in yang mengkhususkan malam isra dengan
kegiatan tertentu, dan mereka juga tidak memperingati malam ini. Karena itu,
tidak diketahui secara pasti, kapan tanggal kejadian isra – mi'rah.” (Zadul
Ma'ad, 1/58 – 59)
Ibnu Nuhas mengatakan: “Memperingati malam isra – mi'raj
adalah bid'ah yang besar dalam urusan agama. Termasuk perkara baru yang
dibuat-buat teman-teman setan.” (Tanbihul Ghafilin, hal. 379 – 380. Dinukil
dari Al Bida' Al Hauliyah, hal. 138)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar