SEKILAS TENTANG HIBAH DAN WASIAT DALAM HUKUM ADAT, KUH Per, ISLAM DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI)
HIBAH
Hukum Adat
“Beri memberi” yaitu memberi orang lain berupa barang-barang untuk menunjukkan belas kasih, harga menghargai, tanda hormat, tanda terima kasih, tanda akrab, tanda prihatin, dsb.
KUH Per
Schenking (pemberian), yaitu suatu perjanjian dengan mana si penghibah, diwaktu hidupnya, dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan suatu benda guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu.
Dalam KUH Per. Hibah diatur a.l. :
a. Hibah hanyalah dapat mengenai benda-benda yang sudah ada
b. Penghibah tidak boleh memperjanjikan bahwa ia tetap berkuasa untuk menjual atau memberikan kepada orang lain suatu benda yang telah dihibahkan.
c. Penghibah diperbolehkan untuk memperjanjikan bahwa ia tetap memiliki kenikmatan atau nikmat hasil dari benda-benda yang telah dihibahkan.
d. Suatu hibah adalah batal jika dibuat dengan syarat bahwa si penerima hibah akan melunasi utang-utang atau beban-beban lain selain yang dinyatakan dengan tegas didalam akta hibah sendiri.
e. dll.
Hibah antara suami isteri dilarang.
FIKIH ISLAM
Hibah mengandung beberapa manfaat (faedah):
- memupuk kema’rufan , saling tolong menolong dan kasih sayang.
Q.S. Al Baqarah: 177 mengajarkan bahwa memberikan harta benda yang dikasihi(dicintai/disenangi) kepada keluarganya yang miskin dan kepada anak yatim dan orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan, dan kepada orang yang minta (karena tidak punya).
Hadits riwayat Ahmad: dari Khalid bin Adi, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda : barang siapa yang diberi oleh saudaranya kebaikan dengan tidak berlebih-lebihan dan tidak dia minta, hendaklah diterimanya (jangan ditolak); sesungguhnya yang demikian itu adalah rezeki yang diberikan oleh Alloh kepadanya.
Rukun dan syarat dalam hibah:
1. adanya subyek hukum.
2. Ijab dan kabul.
3. Obyek.
KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI)
KHI disusun dengan berbagai pendekatan atau metode tertentu yang bersumber utama pada Al Quran dan sunnah.
Manifestasi dari positifisasi hukum islam dalam masalah hibah adalah berupa Inpres No. 1 Tahun 1991 dan Kepmenag. No. 154 Tahun 1991. (dasar KHI di Indonesia). Dalam KHI hibah diartikan sebagai pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup unuk dimiliki. Prinsip yang dianut oleh Hukum Islam (KHI) sesuai dengan kultur bangsa Indonesia dan sesuai pula dengan apa yang dikemukakan oleh Muhammad Ibnul Hasan, bahwa orang yang menghilangkan semua hartanya itu adalah orang yang dungu dan tidak layak melakukan perbuatan hukum maka hibah yang dilaksanakan dipandang batal, sebab ia tidak memenuhi syarat untuk melakukan hibah. Hibah tidak dapat ditarik kembali, kecuali hibah orang tua kepada anaknya (sifat kasuistik; dulu merupakan masalah ikhtilaf).
WASIAT
HUKUM ADAT
Ada 2 cara (istilah):
1. Hibah Wasiat.
2. Wekas, weling(Jawa), umanat (Minangkabau).
Welingan dapat disampaikan melalui lisan atau tertulis, dapat juga secara “cungan” (penunjukan bendanya), “garisan “(menunjuk batas-batas tanahnya), “perangan” (menunjukkan bagian-bagian barangnya). Ada juga yang disebut “lintiran”(pengalihan) yaitu pemindahan dan pengalihan benda sejak pewaris masih hidup, bahkan ketika pewaris masih sehat dan kuat tenaganya.
KUH Per.
Testament yang bermakna suatu akta yang memuat pernyataan dari seseorang tentang apa yang dikehendaki setelah ia meninggal. Dalam KUH Per wasiat diartikan sebagai suatu akta yang memuat pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal dunia dan olehnya dapat di cabut kembali. Testament pada umunya berisi suatu erftelling (penunjukan seorang atau beberapa orang menjadi ahli waris yang akan mendapat seluruh atau sebagian dari harta warisan). Orang yang demikian disebut testamentaire erfgenaam (mewaris berdasar wasiat dan ia memperoleh hak dan kewajiban si pewaris (onder algemeene titel).
Bentuk-bentuknya a.l.:
a. Olografis;
b. Umum;
c. Rahasia;
d. Darurat.
FIKIH ISLAM
Kata “wasiat” berasal dari bahasa arab washiyyah yang berarti pesan, weling atau wekas (Jawa), bisa berarti mennjadikan, menaruh kasih sayang, menyuruh dan menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Di dalam Al Quran disebut beberapa kali. Dalam fikih, wasiat diartikan sebagai pesan khusus tentang sesuatu kebaikan (baik berupa harta atau yang lainnya) yang akan dijalankan setelah seseorang meninggal dunia.
Wasiat adalah tindakan seseorang terhadap harta peninggalannya yang disandarkan pada keadaan setelah ia meninggal.
Bentuk-bentuknya antara lain:
1. Memberikan sebagian harta peninggalan kepada seseorang tertentu.
2. Memberikan sebagian harta peninggalannya bukan kepada seseorang tertentu tetapi untuk kepentingan masyarakat lingkungannya yang dapat dijadikan sebagai harta wakaf.
3. Melepaskan hak untuk oranng lain.
4. Minta kepada orang untuk melakukan suatu perbuatan.
5. Membagi harta warisan dengan cara tertentu.
Dasar hukum wasiat: Al Quran, sunnah dan ijtihad.
Hukum wasiat : Wajib, sunnat, haram, makruh dan mubah.
KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI)
Dalam KHI wasiat didefinisikan sebagai pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia. Ini merupakan penegasan dari ketentuan fikih yang telah baku dan ketentuan teknis lainnya yang menjadi ciri khas dari hukum positif.
.
Wallohualam
Terima kasih
Ngobar Assalam 1 Mei 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar