NGOBAR ASSALAM

Ngobar Assalam, ikuti dan kunjungi Ngobar Assalam di Masjid Assalam Minomartani setiap hari Minggu Pagi sehabis sholat jama'ah Subuh.

Senin, 18 Juli 2016

AMALAN ROMADHAN SALAH SATU CARA MEMBENTUK PRILAKU IHSAN SESUDAHNYA

By: Sidik Tono, DR.
         
Tujuan berpuasa di bulan Romadhan adalah membentuk pribadi yang bertaqwa, yaitu pribadi yang berusaha meningkatkan ketaatan kepada Allah dengan meningkatkan amalan perintah dan anjuran sesuai tuntunan Nabi dan berusaha dengan sekuat tenaga menghidari larangan-larangan-Nya. (QS. Al-Baqarah (2): 183). Dan amalah bulan Ramadhan salah satu cara membentuk prilaku ihsan, dan amalan apa saja yang mampu membentuk prilaku ihsan? Masih banyak amalan-amalan lain baik yang bersifat fardhu atau sunnah yang perlu kita perhatikan setelah bulan Ramadhan, seperti shalat lima waktu dan berbagai rangkaian shalat-shalat sunnahnya, zakat, infaq dan shadaqah, puasa-puasa sunnah, haji dan umrah jika mampu, serta amalan-amalan sunnah lainnya. Semuanya akan membentuk prilaku ihsan pada diri kita masing-masing.

          Dalam penciptaanya, Allah telah mengilhamkan (melekatkan jalan) kejahatan dan ketaqwaan, sungguh beruntung orang menyucikannya (mengembangkan jiwanya secara suci), dan sungguh rugi orang yang mengotorinya. (QS. Asy-Syams (91) 8-10).

Manusia sebagai subyek telah diberi bahan dasar yang ada didalamnya sifat baik dab buruk. Untuk mengolah bahan itu Allah mengkarunai alat kelengkapan yang sempurna dibanding dengan makhluk lain yaitu pikiran, hati dan nafsu yang tidak steril dari sifat baik dan buruk.Sedangkan untuk menggerakkan alat kelengkapan itu, maka Allah mengkaruniai pancaindera, dan dengan pancainderanya itu manusia akan mampu menyerap dan menampung masuk ke dalam dirinya berbagai fenomena/gejala yang baik dan yang buruk disekitarnya. 

Melalui potensi pikiran, hati, dan nafsunya manusia bekerja menyeleksi berbagai fenomena/gejala tersebut, namun manusia tidak akan mampu menyelamatkan dirinya dari pengaruh buruk ketiganya. Dari sinilah baik dan buruk itu dipandu dengan hidayah Allah (petunjuk) yaitu Al-Qur’an, Allah berfirman:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَان...

“Bulan romadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar yang batil)... (QS. Al-Baqarah (2): 185)

Karena itu, dalam menyelamatkan manusia Allah mengutus seorang rasul (Muhammad saw), Allah swt berfirmar:

كَمَاأَرْسَلْنَافِيكُمْرَسُولًامِنْكُمْيَتْلُوعَلَيْكُمْآَيَاتِنَاوَيُزَكِّيكُمْوَيُعَلِّمُكُمُالْكِتَابَوَالْحِكْمَةَوَيُعَلِّمُكُمْمَالَمْتَكُونُواتَعْلَمُونَ

“Sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu seorang Rasul (Muhammad) dari (kalangan) kamu yang membacakan ayat-ayat Kami, menyucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Kitab (Al-Qur’an) dan Hikmah (Sunnah), serta mengajarkan apa yang belum kamu ketahui. (QS. Al-Baqarah (2): 151).

Dalam hal ini cukup jelas bahwa ketiga potensi di atas (pikiran, hati dan nafsu) yang menyerap berbagai fenomena tersebut sangat rentan dengan pengaruh-pengaruh buruknya, karena itu petunjuk berfungsi sebagai penyelamat jalan kehidupan dunia dan akherat, karena petunjuk itu berfungsi mengembangkan jiwa secara suci (fitrah) dan menumbuhkan ketaatan ketaatan kepada-Nya. Jiwa yang suci (fitrah) akan membentuk prilaku ihsan baik prilaku yang berhubungan kepada Allah, prilaku yang berhubungan dengan sesama manusia, dan prilaku yang berhubungan dengan selain manusia (sunnatullah), seperti lahirnya kesadaran dan perasaan bahwa semua perbuatan yang kita lakukan seperti ada yang mengawasinya



INTERNAL
EKSTERNAL
BAIK
TAQWA
HIDAYAH ALLAH
BURUK
FUJUR
THAGHUT

Baik buruk itu ukurannya apa? Baik itu kita disuruh mengerjakannya sedangkan buruk itu kita diminta menghindarinya. Bagaimana cara berbuat yang baik itu? Yaitu mentaati Allah, mentaati Rasul, dan pemimpin di antara kamu, Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا


Wahai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad) dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan)[1] di antara kamu. Kemudian jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An-Nisa’ (4): 59)
Dalam istilah ajaran Islam, berbuat baik itu disebut AMAL SHALIH, namun disebut amal shaleh jika landasannya adalah Aqidah sahihah (IMAN). Maka perbuatan kita akan terhitung amal shaleh apabila sesuai dengan hukum Allah, sesuai hati nurani, dan sesuai dengan dorongan nafsu mutmainah.



INTERNAL
EKSTERNAL
BAIK
TAQWA
HIDAYAH ALLAH
BURUK
FUJUR
THAGHUT


Ketiga indikator di atas merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan untuk disebut amal shaleh, seperti dalam istilah para winasis Jawa “bener nanging ora pener”.   Rasulullah saw bersabda:

ليتحذاحدكم قلباشاكراولساناذاكراوزوجة مؤمنة تعينه على امرالاخرة

“Hendaklah kamu (berbahagia) bila mempunyai hati yang bersyukur, lidah yang berdzikir dan isteri (suami) mukmin yang membantunya dalam urusan akherat” (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).

Inilah amal shaleh yang membentuk prilaku ihsan
Lalu apa ihsan itu? Ihsan itu mempunyai banyak arti, namun hakekatnya mencakup segala sikap pribadi yang melahirkan perbuatan dan yang dapat dirasakan menyenangkan dan mengikat hati baik dalam lingkungan rumah tangga, maupun dalam masyarakat dan negara. Karena itu ihsan merupakan suatu sikap yang baik dan perbuatan baik dalam segala sesuatu pada saat apa pun.


وفى حديث جبريل عليه السلام (ما الاحسان قال أن تعبد الله كأنك تراه فإن لم تكن تراه فإنه يراك قال صدقت) وذكر الحديث.خرجه مسلم.
Artinya: … engkau sembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, namun jika engkau tidak bisa melihat-Nya, maka Dia (Allah) melihat kamu …


          Pelajaran yang dapat diambil dari hadis di atas adalah jika sikap itu dapat dimiliki seseorang maka sikap itu merupakan dasar dan pupuk untuk lahirnya sikap dan perbuatan baik dalam kehidupan sehari-hari baik dalam pergaulan masyarakat, bangsa dan negara.

          Sebagai contoh Al-Qur’an surat at-Taubah (9): 100 menyatakan yang berbunyi:

وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (100at-Taubah:)

Artinya: Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik (ihsan), Allah ridla kepada mereka dan mereka pun ridla kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah keberuntungan yang agung (QS. at-Taubah (9): 100).

As-Sabiqun al-Awwalun yang maksud adalah:
1.  Muhajirin: Kalangan keluarga Rasulullah saw adalah Siti Khadijah, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah. Luar keluarga adalah Abu Bakar ash-shiddiq, di samping itu para sahabat yang dijamin masuk surga.
2.  Kalangan Anshar adalah penduduk Madinah yang telah berikrar setia kepada Nabi di Aqabah (Mina), yaitu pertama, pada tahun ke-11 kenabian berjumlah 7 orang, kedua, pada ke-12 kenabian di tempat yang sama berjumlah 72 orang (70 laki-laki dan 2 perempuan), baru yang lainnya setelah mendengar bacaan Al-Qur’an yang dibaca Abu Zarrah Mus’ab bin Umar bin Hasyim.
3.  Orang-orang yang telah mengikuti kaum as-Sabiqun al-Awwalun itu dengan baik ialah mereka yang ikut berhijrah ke Madinah dan berjuang menegakkan agama Islam; atau
4.  Mereka yang membuktikan kebaikan mereka dalam perbuatan dan perkataan setelah mendapat bimbingan dan pelajaran dari para sahabat (as-Sabiqun al-Awwalun), yang merupakan pemimpin yang diikuti dan dijadikan suri tauladan dalam tingkah laku, perbuatan, ucapan dan perjuangan menegakkan agama Allah (setelah Rasulullah saw wafat); atau orang-orang yang mengikuti mereka dalam ketaatan dan ketaqwaan sampai hari kiamat.

Berkaitan dengan perbuatan manusia. Orang yang berbuat salah dan keliru pada hakekatnya masih dalam batas-batas kewajaran sebagai manusia. Namun di antara ukuran ihsan adalah bila orang itu kemudian merasa sedih atau menyesal atas kesalahan atau kekeliruannya itu, lalu bertaubat dan memperbaiki diri (berbuat baik). Dan dia pun akan merasa senang apabila telah dapat berbuat baik. Dalam hal ini Rasulullah saw bersabda:
من سرته حسناته و سائته سيئاته فذلك هوالمؤمن  ---رواهمسلم

Artinya: “Barangsiapa merasa gembira berkat kebaikan-kebaikannya, serta merasa sedih akibat kejahatan-kejahatannya (keburukan-keburukannya). Itu pertanda bahwa dia adalah orang beriman (HR. Muslim).

Wallahu a’lam




[1]Selama pemegang kekuasaan itu berpegang pada kitab Allah dan Sunnah Rasul