NGOBAR ASSALAM

Ngobar Assalam, ikuti dan kunjungi Ngobar Assalam di Masjid Assalam Minomartani setiap hari Minggu Pagi sehabis sholat jama'ah Subuh.

Selasa, 23 Februari 2016

Bolehkah Bayar Utang di Masjid?



Bolehkah melunasi hutang di masjid? krn katanya di masjid gak boleh jual beli. klo bayar utang, boleh?

Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu 'ala Rasulillah, wa ba'du,
Diantara aturan yang berlaku untuk masjid, tidak diperkenankan adanya jual beli, atau menawarkan produk di sana. Bahkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menganjurkan, jika ada orang yang menawarkan barang di masjid, agar didoakan dengan doa buruk, seperti semoga dagangannya tidak laku. Ini sebagai hukuman baginya, karena masjid tidak dibangun untuk berjualan.
Dalam hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا رَأَيْتُمْ مَنْ يَبِيْعُ أَوْ يَبْتَاعُ فِي الْمَسْجِدِ فَقُوْلُوا لاَ أَرْبَحَ اللهُ تِجَارَتَكَ
“Jika kamu melihat ada orang menjual atau membeli di mesjid maka katakanlah, ‘Semoga Allah tidak memberi keuntungan pada daganganmu.’” (HR. Turmudzi 1370, Ibn Hibban 1650 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth)

Dalam riwayat lain, terdapat keteragan,
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ نَهَى عَنِ الشِّرَاءِ وَ الْبَيْعِ فِي الْمَسْجِد
“Bahwa Nabi shallallahu ‘alaiihi wa sallam melarang jual-beli di mesjid.” (HR. Ibnu Majah, 749)

Apakah Utang Termasuk Jual Beli?
Para ulama membedakan itu. Tidak ada unsur komersial dari pelunasan utang. Sehingga hukumnya berbeda dengan jual beli, dan boleh saja dilakukan di masjid.
Dalam Mukhtashar Khalil – ulama Fiqh Maliki - dinyatakan,
وجاز بمسجد سكنى لرجل تجرد للعبادة، وعقد نكاح، وقضاء دين، وقتل عقرب، ونوم بقائلة
Boleh berada di masjid bagi orang yang tidak sedang ibadah, akad nikah, melunasi utang, membunuh kalajengking, atau tidur siang bagi yang istirahat. (Mukhtashar Khalil, hlm. 211)

Dalam kitab penjelasannya, Mawahib al-Jalil dinyatakan,
يعني أنه يجوز قضاء الدين في المسجد لأنه معروف بخلاف البيع والصرف
Artinya, boleh bayar utang di masjid. karena ini hal biasa. Berbeda dengan jual beli dan berdagang. (Mawahib al-Jalil, 7/616).

Jika Utangnya Besar, Makruh
Kita simak keterangan at-Thurthusyi dalam al-Hawadits wa al-Bida’
روى ابن القاسم عن مالك في " المجموعة ": " لا بأس أن يقضى الرجل في المسجد ذهبا، فأما ما كان بمعنى التجارة والصرف؛ فلا أحبه ".
Ibnul Qosim meriwayatkan dari Imam Malik dalam kitab al-Majmu’ah, “Tidak masalah seseorang melunasi utang emas di masjid. Namun jika utang ini mirip seperti jual beli, atau tukar mata uang, maka aku tidak menyukainya.”
Lalu at-Thruthusyi berkomentar,
وإنما أراد بالقضاء المعتاد الذي فيه يسير العمل، وقليل العين، وأما لو كان قضاء المال جسيما، يحتاج إلى المؤنة والوزن والانتقاد، ويكثر فيه العمل؛ فإنه مكروه
Yang beliau maksudkan adalah pelunasan utang yang biasa terjasi. Tidak butuh banyak aktivitas dan nilainya sedikit. Namun jika nilai utangnya besar, butuh banyak diitung, banyak kerjaan, maka hukumnya makruh. (al-Hawadits wa al-Bida, hlm. 120)

Allahu a’lam

4 Perkara Jahiliyah dalam al-Quran



Bismillah was shalatu was salamu 'ala Rasulillah, wa ba'du,

Dalam al-Quran ada kata Jahiliyah,
Pertama, di surat Ali Imran,
وَطَائِفَةٌ قَدْ أَهَمَّتْهُمْ أَنْفُسُهُمْ يَظُنُّونَ بِاللَّهِ غَيْرَ الْحَقِّ ظَنَّ الْجَاهِلِيَّةِ يَقُولُونَ هَلْ لَنَا مِنَ الْأَمْرِ مِنْ شَيْءٍ قُلْ إِنَّ الْأَمْرَ كُلَّهُ لِلَّهِ
“Sedang segolongan lagi telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri, mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliyah. Mereka berkata: "Apakah ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini?." Katakanlah: "Sesungguhnya urusan itu seluruhnya di tangan Allah.” (QS. Ali Imrn: 154)

Keterangan:
Ayat ini bercerita tentang perang Uhud, ketika pasukan kaum muslimin mulai terdesak karena harus menerima tekanan dari dapan dan belakang. Meskipun demikian, Allah berikan ketenangan bagi para sahabat, sampai mereka dibuat ngantuk. Namun berbeda dengan orang munafiq yang terlibat dalam pertempuran itu. Mereka sangat cemas, sangat takut, hingga muncul anggapan tidak benar tentang Allah, Rasul-Nya dan agama islam.
Muncul anggapan di benak mereka, jangan-jangan Allah dusta, jangan-jangan yang dijanjikan Muhammad itu palsu?, mana, katanya ada pertolongan Alllah?, bisa jadi agama islam akan habis, dst.
Allah sebut sangkaan semacam ini sebagai dzan jahiliyah.
(Tafsir Ibn Katsir dan as-Sa’di)

Kedua, firman Allah di surat al-Maidah
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
Apakah mereka mau mencari hukum Jahiliyah. Siapa yang lebih baik hukumya bagi orang yang yakin?
(QS. an-Nisa;: 50)

Keterangan:
 Allah mengkritik manusia yang meninggalkan aturan Allah dan lebih mengedepankan aturan yang dibuat sendiri. Sementara di sana banyak pelanggaran terhadap hukum Allah.
Allah sebut hukum ini sebagai hukum jahiliyah.

Ketiga, firman Allah tentang tabarruj,
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ
Hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu, dan tegakkanlah shalat. (QS. al-Ahzab: 33)

Kata para ahli tafsir, diantaranya al-Qurthubi, yang dimaksud tabarruj model jahiliyah adalah keluar rumah, berjalan dengan menampakkan kecantikan dan keelokan tubuhnya di hadapan para lelaki.
Sementara suami di zaman jahiliyah terkenal cemburunya kurang. (Tafsir al-Qurthubi, 14/181)

Dalam ayat ini, Allah perintahkan para wanita untuk tinggal di rumah, selanjutnya Allah larang mereka untuk bertabarruj. Karena wanita yang suka keluar rumah, bisa dipastikan dia akan berusaha tampil menawan, tampil indah, menarik, wangi, dst, yang itu adalah hakekat tabarruj. (Tafsir as-Sa’di, hlm. 663)

Keempat, firman Allah tentang fanatisme golongan
Fanatik terhadap golongan, rela mati demi golongan, meskipun mereka salah, termasuk karakter orang kafir.
إِذْ جَعَلَ الَّذِينَ كَفَرُوا فِي قُلُوبِهِمُ الْحَمِيَّةَ حَمِيَّةَ الْجَاهِلِيَّةِ فَأَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَى رَسُولِهِ وَعَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَأَلْزَمَهُمْ كَلِمَةَ التَّقْوَى وَكَانُوا أَحَقَّ بِهَا وَأَهْلَهَا وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا
“Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan (yaitu) kesombongan jahiliyah lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mukmin dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat-takwa dan adalah mereka berhak dengan kalimat takwa itu dan patut memilikinya.” (QS. al-Fath: 26)

Surat al-Fath, berbicara tentang perjanjian Hudaibiyah, yang itu sebenarnya merupakan awal kemenangan kaum muslimin. Meskipun ada banyak hal ganjil yang dilakukan orang musyrikin ketika perjanjian Hudaibiyah. Seperti, tidak mau menuliskan bismillahirrahmanirrahim di klausul perjanjian. Mereka juga menolak kalimat, “Muhammad Rasulullah”. Padahal itu semuanya kebenaran. Mereka tolak itu, karena fanatik jahiliyah, yang membuat mereka benci kebenaran. (Tafsir Ibn Katsir, 7/345).
Karena itu, makna Hamiyyah al-Jahiliyah, fanatisme jahiliyah, menyebabkan mereka bersikap sombong dan menolak setiap kebenaran yang bertentangan dengan prinsip suku dan golongannya.

Sementara orang mukmin, Allah ajarkan agar fanatisme itu dibangun atas dasar membela kebenaran yang diajarkan dalam islam. Membela kalimat laa ilaaha illallaah. Yang Allah sebut dalam ayat ini dengan kalimat taqwa. Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ قَدْ أَذْهَبَ عَنْكُمْ عُبِّيَّةَ الْجَاهِلِيَّةِ وَفَخْرَهَا بِالآبَاءِ مُؤْمِنٌ تَقِىٌّ وَفَاجِرٌ شَقِىٌّ وَالنَّاسُ بَنُو آدَمَ وَآدَمُ مِنْ تُرَابٍ
Sesungguhnya Allah telah menghilangkan dari hati kalian sifat kesombongan jahiliyah dan kebanggaan terhadap nenek moyang. Manusia hanya ada dua, mukmin bertaqwa atau orang bejat yang celaka. Semua manusia adalah anak Adam dan Adam diciptakan dari tanah. (Ahmad 8970, Abu Daud 5118 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth)

4 Perkara Jahiliyah
Jika kita perhatikan, 4 perkara ini merupakan sumber kesengsaraan bagi umat. Manusia menjadi sangat tidak tertata, tidak beradab, ketika mereka melanggar 4 perkara ini,
Pertama, prasangka jahiliyah, itulah suudzan kepada Allah yang merupakan lambang kerusakan hati dan aqidah. Dan semua kerusakan aqidah di tengah umat,  sumbernya adalah dzan jahiliyah. Memiliki prasangka yang buruk tentang Allah.
Kedua, hukum jahiliyah, itulah setiap aturan yang melanggar syariat. Yang merupakan sumber kerusakan tatanan masyarakat. Ketika manusia dibiarkan meraba untuk membuat aturan sendiri dengan spekulasi akalnya, bisa dipastikan akan ada banyak kedzaliman dan ketimpangan. Sehingga mereka butuh aturan syariat, agar mareka bisa lebih terkendali.
Ketiga, tabarruj jahiliyah, pamer keindahan tubuh di tengah masyarakat. Yang merupakan lambang kerusakan wanita. Ketika mereka dibiarkan bebas, tidak dijaga kehormatannya, pamer aurat di sembarang tempat, maka maksiat akan mewabah di tengah masyakat.
Keempat, fanatisme jahiliyah. Cinta dan benci karena golongan. Memberikan pembelaan karena kepentingan golongan. Sehingga rela menolak kebenaran demi golongan.
Fanatis terhadap sesuatu yang tidak maksum, adalah sumber terbesar manusia menolak kebenaran.

Jika kita renungkan, semua penyakit ini adalah sumber kehinaan bagi umat.

Allahu a’lam

Liberalisasi Indonesia



Bagaimana menyikapi orang-orang liberal yang mulai banyak menduduki posisi jabatan dalam kenegaraan? Trlebih dedengkot JIL dalam berbagai statusnya, suka mengelluarkan statement yang memancing emosi. Mohon pencerahannya.

Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu 'ala Rasulillah, wa ba'du,
Perseteruan antara ahlul haq dan ahlul bathil akan terus berlangsung sampai kiamat. Mukmin akan selalu bermusuhan dengan kafir, ahli tauhid akan bermusuhan dengan penghasung syirik, ahlus sunah akan bermusuhan dengan ahlul bi’dah. Termasuk permusuh antara kaum muslimin dengan komunitas munafiq, yaitu orang liberal yang ngaku islam.

Anda layak bersyukur, ketika anda di posisi muslim yang baik, muslim ahlus sunah. Bukan syiah, bukan liberal dan bukan pembela syirik dan bid’ah. Keindahan hidayah yang Allah berikan kepada kita.

Sebebanrnya, di Indonesia, JIL hanyalah komunitas kecil. Itupun sebagian besar hanya berkutat di wilayah kampus. Sementara masyarakat bawah, nyaris tidak mengenal pemikiran liberal yang mereka canangkan.
Karena itu, sebagian tokoh muslim yang menyelami masalah JIL menyatakan, bahwa tantangan besar kita bukan JIL. JIL hanya kelompok kecil di masyakat kita. Memang mereka nampaknya lebih banyak keluar suara, karena mereka suka membuat sensasi kontroversial, memancing emosi kaum muslimin.

Jangan Emosi, Konspirasi Mereka Tak Berarti
Di zaman Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, manusia yang paling banyak membuat konspirasi untuk menusuk kaum muslimin dari dalam adalah orang-orang munafik. Mereka mengaku muslim, ikut shalat jamaah, dengan tujuan agar bisa mendapatkan pengakuan sebagai penduduk Madinah.
Sama persis seperti JIL di tempat kita. Mereka memperjuangkan pluralisme, semua agama sama, tapi diminta pindah agama, keluar dari islam, tidak mau. Secara KTP muslim, namun faktanya membenci islam.

Konspirasi terbesar orang munafik di zaman Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah bagaimana bisa mengusir Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan kaum Muhajirin dari Madinah. Sampai mereka mendirikan masjid Dhirar, yang tujuan utamanya sebagai markas orang nasrani untuk mengintai kekuatan kaum muslimin Madinah.
Mereka lah manusia yang paling ‘nyelekit’ bagi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat. Mereka senang ketika melihat sahabat susah. Sebaliknya, mereka susah melihat sahabat senang.
Allah berfirman,
إِنْ تَمْسَسْكُمْ حَسَنَةٌ تَسُؤْهُمْ وَإِنْ تُصِبْكُمْ سَيِّئَةٌ يَفْرَحُوا بِهَا
Ketika kalian mendapatkan kebaikan, mereka (orang munafiq) merasa susah. Dan ketika kalian tertimpa kesusahan, mereka sedang… (QS. Ali Imran: 120)

Sejarah berulang. Di masa silam ada munafiq, di zaman kita ada JIL. Sehingga cara paling tepat untuk mengatasi JIL adalah dengan meniru bagaimana solusi yang Allah berikan kepada Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam ketika menghadapi orang munafiq.

Salah satunya, solusi yang Allah berikan untuk menghadapi orang munafiq yang getol melakukan makar.
Kita lihat, bagaimana solusi yang diberikan Allah kepada Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam. Di lanjutan ayat, Allah berfirman,
وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا لا يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا؛ إِنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطٌ
Jika kalian bersabar, dan bertaqwa kepada Allah, maka konspirasi mereka sama sekali tidak akan membahayakan kalian sama sekali. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dengan rinci terhadap apa yang mereka kerjakan. (QS. Ali Imran: 120)

Allahu akbar…
Konspirasi musuh islam, orang munafik, tidak berarti apa-apa, ketika kaum muslimin berusaha melakukan dua hal,
Pertama, berusaha bersabar, tidak terpancing emosi, tidak membalas dengan amarah, tidak membalas dengan caci maki. Diamkan dan tinggalkan mereka. Tidak perlu digubris.
Kedua, berusaha bertaqwa kepada Allah.
Kondisikan kaum muslimin agar bertaqwa kepada Allah. Ajak mereka untuk bersama-sama mengikuti al-Quran dan sunnah sesuai pemahaman para sahabat. karena ini cara paling mujarab untuk membentengi aqidah umat dari pengaruh buruk pemikiran liberal. Sehingga upaya JIL untuk mengotori aqidah masyarakat sama sekai tidak akan memberikan pengaruh.

Kita simak keterangan Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat ini,
يرشدهم تعالى إلى السلامة من شر الأشرار وكَيْدِ الفُجّار، باستعمال الصبر والتقوى، والتوكل على الله الذي هو محيط بأعدائهم، فلا حول ولا قوة لهم إلا به، وهو الذي ما شاء كان، وما لم يشأ لم يكن. ولا يقع في الوجود شيء إلا بتقديره ومشيئته، ومن توكل عليه كفاه
Allah membimbing kaum muslimin agar selamat dari kejahatan orang bejat dan konspirasi orang jahat, dengan berusaha sabar, bertaqwa, dan tawakkal kepada Allah, yang Dia Maha Mengetahui semua musuh mereka. Tidak ada daya dan kekuatan bagi mereka, kecuali dengan pertolongan Allah. Apa yang Dia kehendaki pasti terjadi dan apa yang tidak Dia kehendaki, tidak akan terjadi. Dan kejadian apapun tidak akan terjadi kecuali dengan taqdir dan kehendak-Nya. Dan orang yang berusaha bertawakkal kepada Allah, maka Dia yang akan mencukupinya. (Tafsir Ibnu Katsir, 2/109).

Karena itu, tidak perlu terlalu berlebihan dalam menyikapi JIL. Tidak perlu dianggap sebagai masalah yang sangat besar. Terlalu banyak tenaga yang harus kita keluarkan, jika setiap kicauan JIL harus kita tanggapi.

Janji Allah Menolong Orang yang Bertaqwa
Allah menjanjikan, orang yang berusaha menolong agama Allah, maka mereka akan ditolong oleh Allah dari kejahatan orang lain,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ
Wahai orang yang beriman, jika kalian menolong agama Allah, maka Allah akan menolong kalian dan mengokohkan langkah kalian. (QS. Muhammad: 7).

Yang dimaksud menolong agama Allah adalah dengan mempelajari sesuai sumbernya (al-Quran, Sunah, dan ijma umat), mengamalkannya, dan mendakwahkannya kepada orang lain.

Orang JIL dan syiah bisa saja memiliki posisi dan peran di pemerintahan. Namun konspirasi mereka tidak akan berarti bagi kaum muslimin, ketika mereka berusaha komitmen dengan kebenaran. Kembali kepada ajaran islam murni.

Demikian, semoga bermanfaat…

Allahu a’lam

Khasiat Zam-zam, Sesuai Niat Yang Minum



Benarkah zam-zam bisa bermanfaat sesuai doa orang yang minum?
Lalu apa doa yg tepat ketika minum zam-zam? Mohon pecerahannya..

Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu 'ala Rasulillah, wa ba'du,
Ada banyak sekali keistimewaan yang Allah berikan kepada air zam-zam. Berikut diantaranya,
Pertama, zam-zam adalah anugrah terbesar yang Allah berikan kepada Ismail dan ibunya, atas doa Nabi Ibrahim.
Ketika Ibrahim meninggalkan istri dan putranya, Ismail, di samping Ka’bah, beliaupun kembali ke Syam. Setelah sampai di balik bukit, beliau menghadap Ka’bah dan berdoa,
رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
“Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS. Ibrahim: 37)

Dalam doa di atas, Ibrahim meminta agar Allah menganugerahkan buah-buahan kepada penduduk Mekah. Doa ini Allah segerakan dengan Allah berikan zam-zam kepada keluarga Ibrahim.

Kedua, zam-zam, air yang diberkahi
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menyebut zam-zam sebagai minuman yang diberkahi.
Dalam hadis dari Abu Dzar radhiyallahu 'anhu, beliau menceritakan pengalamannya ketika di Masjidil haram selama sebulan, tanpa bekal makanan apapun. Abu Dzar hanya minum air zam-zam dan itu sudah mencukupi untuk menjadi bekal hidup baginya, bahkan sampai dia bertambah gemuk.
Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّهَا مُبَارَكَةٌ إِنَّهَا طَعَامُ طُعْمٍ
Air zam-zam itu air yang diberkahi. Makanan yang mengenyangkan. (HR. Muslim 6513 dan Ibn Hibban 7133).

Dalam riwayat Thayalisi, terdapat tambahan,
وَشِفَاءُ سَقْمٍ
“Zam-zam juga obat bagi penyakit.” (Musnad at-Thayalisi, 459).

Ketiga, Air terbaik di muka bumi
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
خَيْرُ مَاءٍ عَلَى وَجْهِ الأَرْضِ مَاءُ زَمْزَمْ ، وَفِيْهِ طَعَامُ مِنَ الطَّعْمِ ، وَشِفَاءُ مِنَ السَّقَم
Air terbaik yang ada di muka bumi adalah air zam-zam. Bisa menjadi makanan yang mengenyangkan dan obat dari penyakit. (HR. Thabrani dalam Mu’jam al-Ausath 8129 dan dishahihkan al-Albani).

Zam-zam Berkhasiat Sesuai Niat Peminumnya
Salah satu keistimewaan zam-zam, air ini bisa memberikan khasiat sesuai niat peminumnya.
Dari sahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu 'anhuma, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
مَاءُ زَمْزَمَ لِمَا شُرِبَ لَهُ
“Air zam-zam, berkhasiat sesuai niat peminumnya.” (HR. Ahmad 14849, Ibn Majah 3178, dan dihasankan Syuaib al-Arnauth).

Ada banyak praktek yang dilakukan para ulama ketika mengamalkan hadis ini, diantaranya,
Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, ketika minum zam-zam, beliau berdoa,
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا وَاسِعًا وَشِفَاءً مِنْ كُلِّ دَاءٍ
Ya Allah, aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rizki yang luas dan obat dari setiap penyakit. (HR. Abdurrazaq 9112)

Doa Ibnu Mubarok ketika minum zam-zam.
Ibnul Mubarok, ulama ahli hadis zaman Tabi’ Tabiin, ketika minum air zam-zam, beliau mengatakan,
اللهم إن رسول الله صلى الله عليه وسلم  قال : ماء زمزم لما شرب له " فاللهم إني أشربه لعطش يوم القيامة
 Ya Allah, sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Air zam-zam, berkhasiat sesuai niat ketika minum. Karena itu ya Allah, aku minum ini agar tidak kehausan di hari kiamat.” (Mu’jam Ibnul Muqri’, 364).

Imam Hakim an-Naisaburi, penulis kitab Mustadrak. Beliau pernah mengatakan,
شربت ماء زمزم وسألت الله أن يرزقنى حسن التصنيف
“Saya minum air zam-zam dan saya memohon kepada Allah agar Dia memberiku bisa menghasilkan karya yang bagus.”
Allah kabulkan keinginan ini, dengan Allah beri banyak karya bagus dari al-Hakim, diantaranya al-Mustadrak ‘ala Shahihain.

Al-Hafidz Ibnu Hajar, beliau termotivasi untuk memiliki hafalan seperti Imam Ad-Dzahabi.
Diceritakan oleh as-Suyuthi, bahwa al-Hafidz Ibnu Hajar pernah mengatakan,
شربت ماء زمزم لأصل إلى مرتبة الذهبي في الحفظ
Aku minum air zam-zam agar bisa memiliki kekuatan hafalan seperti ad-Dzahabi.

Kata as-Suyuthi,
فبلغها وزاد عليها
“Beliaupun memiliki tingkat hafalan seperti itu dan bahkan ditambah lagi oleh Allah.” (Thabaqat al-Huffadz, 1/109).

Pengalaman Ibnul Qoyim,
وقد جربت أنا وغيري من الاستشفاء بماء زمزم أموراً عجيبة واستشفيت به من عدة أمراض فبرأت بإذن الله
Saya dan teman-teman saya telah berulang kali mencoba berobat dengan air zam-zam, dan kami mendapatkan hasil yang luar biasa. Saya mengobati berbagai penyakit dan saya bisa sembuh dengan izin Allah. (Zadul Ma’ad, 4/319).

Ini semua memang di luar kemampuan logika manusia. hanya saja, kita mempraktekkannya karena keimanan kita terhadap sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.

Allahu a’lam

Mengukur Kejahatan Syiah di Tanah Haram

Mengukur Kejahatan Syiah di Tanah Haram

Bismillah was shalatu was salamu 'ala Rasulillah, wa ba'du,

Salah satu diantara penjagaan Allah terhadap tanah haram, Allah hindarkn tanah ini dari penguasa jahat, termasuk Dajjal. Dia dihalangi sehingga tidak bisa masuk k tanah haram, Mekah atau Madinah.
Dari Fatimah bintu Qais radhiyallahu 'anha, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menceritakan bagaimana keinginan Dajjal,
فَأَخْرُجَ فَأَسِيرَ فِى الأَرْضِ فَلاَ أَدَعَ قَرْيَةً إِلاَّ هَبَطْتُهَا فِى أَرْبَعِينَ لَيْلَةً غَيْرَ مَكَّةَ وَطَيْبَةَ فَهُمَا مُحَرَّمَتَانِ عَلَىَّ كِلْتَاهُمَا كُلَّمَا أَرَدْتُ أَنْ أَدْخُلَ وَاحِدَةً أَوْ وَاحِدًا مِنْهُمَا اسْتَقْبَلَنِى مَلَكٌ بِيَدِهِ السَّيْفُ صَلْتًا يَصُدُّنِى عَنْهَا
Sebentar lagi aku bisa keluar. Aku akan berjalan di muka bumi, tidak akan aku tinggalkan satu kampung pun kecuali aku singgah di sana, selama empat puluh hari, selain Makkah dan Thaibah (kota Madinah). Kedua kota ini diharamkan untukku. Setiap kali aku hendak masuk ke salah satu darinya, maka Malaikat akan menghadangku dengan pedang yang terhunus yang menghalangiku untuk memasukinya, dan di setiap lorong darinya ada Malaikat yang menjaganya. (HR. Muslim 7573)

Sebagaimana Allah lindungi Mekah dan Madinah dari Dajjal, Allah juga melindungi dua kota suci ini untuk dikuasai oleh pemerintah dzalim. Setiap kali ada kelompok dzalim yang mengasainya, mereka tidak bisa bertahan lama. Karena itulah, dalam al-Quran Allah sebut kota Mekah dengan Bakkah. Dari kata bakka – yabukku [بكَّ - يَبُكّ] yang artinya memenggal.
Mengapa dinamakan Bakkah?
Al-Azruqi membawakan riwayat keterangan dari sahabat Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu 'anhu,
سُمِّيَتْ بَكَّةَ ؛ لأَنَّهَا كَانَتْ تَبُكُّ أَعْنَاقَ الْجَبَابِرَةِ
“Dinamakan Bakkah, karena kota ini memenggal leher-leher orang yang sombong.” (Akhbar Makkah, no. 119).

Termasuk diantaranya, Allah pilih pemerintah Arab Saudi untuk menjadi khadimul haramain (pelayana dua kota suci) yang bertahan ratusan tahun, hingga sekarang. Pemerintah kerajaan Arab Saudi berpaham ahlus sunnah wal jamaah. Sementara dalam fiqh, mengikuti salah satu madzhab sebagai madzhab mayoritas penduduknya, yaitu madzhab hambali. Meskipun banyak ulama bermadzhab lain yang mendapatkan banyak ruang untuk mengajar di Saudi. Seperti Syaikh Abu Bakr Jabir al-Jazairi, pengajar di masjid Nabawi, bermadzhab Malikiyah, atau Syaikh Ahmad bin Abdillah ad-Daughan, ulama besar madzhab Syafii, hingga beliau digelari dengan Syaikhul Madzhabi as-Syafii. Beliau mengajar di Saudi timur.

Kenyataan ini membuat syiah tidak nyaman. Syiah yang ingin menguasai dunia, mereka merasa lebih berhak terhadap tanah suci. Bukan umat islam ahlus sunah. Terlebih mereka sendiri memiliki tanah suci Karbala. Sehingga mereka berusaha menjatuhkan karakter dua kota suci ini, untuk memuliakan kota sucinya. Semua syiah 12 imam yang berkembang di Iran sangat mengagungkan Karbala, melebihi upaya mereka memuliakan Mekah dan Madinah.

Aqidah Syiah tentang Karbala dan Mekah
Bagi syiah, tanah Karbala lebih mulia dibandingkan tanah Mekah atau Madinah.
Kita akan sebutkan bagaimana aqidah mereka tentang Karbala yang dicantumkan dalam kitab-kitab rujukan Syiah,
Pertama,  keterangan dalam at-Tahdzib karya at-Thusi,
خلق الله كربلاء قبل أن يخلق الكعبة بأربعة وعشرين ألف عام وقدسها وبارك عليها، فما زالت قبل أن يخلق الله الخلق مقدسة مباركة ولا تزال كذلك
Allah menciptakan Karbala 24 ribu tahun sebelum Allah menciptakan Ka’bah. Lalu Allah mensucikannya dan memberkahinya. Dia terus menjadi kota suci yang diberkahi, sebelum Allah menciptakan makhluk yang lain, dan terus akan menjadi kota suci. (at-Tahdzib li at-Thusi, 6/72)

Kedua, karbala menjadi tanah paling mulia di surga,
حتى يجعلها الله أفضل أرض في الجنة، وأفضل منزل ومسكن يسكن الله فيه أولياءه في الجنة
Allah akan jadikan Karbala sebagai tanah paling mulia di surga, dan tempat yang paling afdhal, yang akan diberikan oleh Allah, untuk dihuni para wali-Nya di surga. (Kamil az-Ziyarat, Ibnul Quluwiyah, hlm. 450).

Menteror Jamaah Haji
Tidak hanya menyanjung Karbala, mereka juga menteror dan membantai kaum muslimin yang melaksanakan ibadah haji. Kedengkian dan kebencian mereka kepada kaum muslimin ahlus sunah, tertutama saudi, membuat mereka tega untuk melakukan pembantaian di tanah suci Mekah.
Kita akan sebutkan berbagai kejahatan Syiah terhadap jamaah haji yang terjadi di beberapa masa,
Pertama, kejahatan Syiah Qaramithah Bathiniyah
Al-Hafidz Ibnu Katsir menceritakan kejadian di tahun 312 H,
في المحرم منها اعترض القرمطي أبو طاهر الحسين بن أبي سعيد الجنابي - لعنه الله ولعن أباه - للحجيج وهم راجعون من بيت الله الحرام قد أدوا فرض الله عليهم، فقطع عليهم الطريق فقاتلوه دفعًا عن أموالهم وأنفسهم وحريمهم، فقتل منهم خلقًا كثيراً لا يعلمهم إلا الله، وأسر من نسائهم وأبنائهم ما اختاره، واصطفى من أموالهم ما أراد، فكان مبلغ ما أخذه من الأموال ما يقاوم ألف ألف دينار
Di bulan Muharram tahun itu, gembong Qaramithah Abu Thahir bersama pasukannya, menghadang jamaah haji yang baru saja kembali dari Baitullah al-haram. Mereka baru saja menunaikan kewajiban haji. Jamaah haji ini dirampok di tengah perjalanan pulang, jamaah melawan untuk mempertahankan jiwa, keluarga, dan hartanya. Hingga terbunuh banyak sekali jamaah haji, yang jumlahnya hanya Allah yang tahu. Mereka menawan beberapa wanita dan anak-anak yang mereka pilih, dan mengambil harta yang mereka inginkan. Nilai yang mereka ambil, mencapai 1 juta dinar. (al-Bidayah wa an-Nihayah, 11/149)

Kedua, pencurian Hajar Aswad dan pembantaian jamaah haji di masjidil Haram.
Selanjutnya, al-Hafidz Ibnu Katsir menceritakan kejadian tahun 317 H, peristiwa pembantaian jamaah haji di masjidil haram dan pencurian hajar aswad.
Selanjutnya Qaramithah merampas Hajar Aswad dan dibawa ke negerinya. Tepatnya ketika hari tarwiyah. Mereka merampas harta kaum muslimin, dan membantai jamaah haji yang sedang thawaf. Hingga banyak diantara mereka yang berlindung dengan memgang kiswah Ka’bah. Namun tetap dibantai. Sementara pemimpin mereka, Abu Thahir – la’anahullah – duduk di pintu ka’bah, sambil mengatakan,
أنا بالله وبالله أنا *** يخلق الخلق وأفنيهم أنا
Aku dengan Allah dan Allah denganku… dia yang menciptakan makhluk, dan aku yang membinasakannya.

Ibnu Katsir menyebutkan, ketika itu ada salah seorang ulama ahli hadis yang sedang ihram. Begitu selesai thawaf, beliau ditodong pedang. Ketika hendak dibunuh, beliau melantunkan syair,
ترى المحبين صرعى في ديارهم *** كفتية الكهف لا يدرون كم لبثوا
Kalian lihat, banyak korban berjatuhan di rumah mereka … seperti pemuda Kahfi, mereka tidak tahu berapa lama dia tinggal di dalam gua.

Yang lebih sangar lagi, mayat-mayat ini dimasukkan ke dalam sumur Zam-zam dan dikubur untuk menutup sumur. (al-Bidayah wa an-Nihayah, 11/160).

Ketiga, kejadian tahun 1406 H
Kejadian rencana peledakan terowongan Mina.
Terowongan mina, salah satu sasaran terbesar syiah. Di saat terowongan ini penuh dengan jamaah haji menuju jamarat, syiah berencana untuk meledakkan TNT, sehingga potensial mematikan dari dua sisi,
[1] Mematikan karena ledakannya
[2] Mematikan karena kepanikan manusia di satu terowongan, sehingga bisa mati berdesakan
Di tahun 1906 ini, pemerintah menangkap jamaah Iran membawa TNT.

Keempat, di tahun 1407, mereka menyelundupkan banyak senjata tajam. Selanjutnya mereka meneriakkan basmi amerika… ganyang amerika, sambil menghunus senjata tajam. Di situlah mereka memajang foto-foto Khumaini dan mengibarkan gambar Khumaini.
Mereka tidak berfikir, di mana Amerika, di mana mereka? Apa tentara Amerika ikut haji?
Tidak lain tujuannya hanya untuk mencari simpati masyarakat, mereka anti amerika. Atau tidak lain tujuannya untuk mengacaukan jamaah haji.

Kelima, di tahun 1409 H, terjadi bom bunuh diri yang dilakukan Syiah dari Kuwait. Mereka ledakkan bom di dekat masjidil haram, hingga menewaskan bebarapa jamaah  haji.

Keenam, di tahun 1410 H, lagi-lagi syiah bikin ulah.
Mereka meledakkan gas mustard, yang mengandung senyawa kimia Yperit. Itu dilakukan di terowongan al-Mu’aishim di Mekah. Hingga menewaskan ratusan jamaah haji.

Kitab Mereka Menyerukan Permusuhan dengan Jamaah Haji
Mengapa Syiah bersikap sekejam itu terhadap para jamaah haji?
Ternyata, itu sudah menjadi prinsip mereka. Para tokoh, penulis kitab-kitab Syiah menyerukan permusuhan kepada jamaah haji. Dan itu bagian dari jihad Syiah. Karena haji adalah lambang syiar ahlus sunnah.
Kita simak, bagaimana semangat ulama mereka untuk memusuhi jamaah haji,
Pertama, mereka menceritakan mimpi Ja’far as-Shodiq,
كأني بحمران بن أعين وميسر بن عبد العزيز يخبطان الناس بأسيافهما بين الصفا والمروة
Seolah aku bersama Humran bin A’yun dan Maisar bin Abdul Aziz, keduanya sedang mengibas-ngibaskan pedang ke arah manusia antara shafa dan marwah. (Bihar al-Anwar, al-Majlisi, 53/40)

Kedua, memotong tangan dan kaki jamaah haji
كيف بكم (يعني الحجبة على الكعبة كما يعبر النص) لو قطعت أيديكم وأرجلكم وعلقت في الكعبة، ثم يقال لكم: نادوا نحن سراق الكعبة
Bagaimana kalian – wahai para manusia yang berlindung di Ka’bah – andai tangan kalian dan kaki kalian dipotong, lalu digantung di Ka’bah. Kemudian kalian diseru, “Teriakkan, kami pencuri Ka’bah.” (al-Ghaibah, karya an-Nu’mani, hlm. 156).

Mereka juga mengatakan tentang kehadiran Mahdi versi Syiah,
إذا قام المهدي هدم المسجد الحرام ... وقطع أيدي بني شيبة وعلقها بالكعبة، وكتب عليها: هؤلاء سرقة الكعبة
Apabila Mahdi datang, dia akan membongkar masjididl haram… memutus tangan-tangan bani syaibah dan digantung di ka’bah. Lalu ditulis di sana,  “Mereka para pencuri Ka’bah.” (al-Irsyad al-Mufid, hlm. 411)

Ketiga, setiap harta ahlus sunah, halal bagi syiah. Siapa yang mendapatkannya, maka 1/5 diserahkan ke Imam Syiah. Para tokoh mereka mengatakan,
خذ مال الناصب حيثما وجدته وادفع إلينا الخمس
Ambillah harta an-Nashibah (gelar yang diberikan syiah untuk ahlu sunah) dimanapun kalian mendapatkanya, dan serahkan 1/5 untuk kami. (Tahdzib al-Ahkam, at-Thusi, 1/384).

Di tempat lain, mereka menyatakan,
مال الناصب وكل شيء يملكه حلال
Harta milik an-Nashibah dan semua yang mereka miliki, itu halal (untuk dirampas). (Wasail as-Syiah, al-Amili, 11/60)

Keempat, menuduh jamaah haji sebagai anak zina
Dalam salah stau rujukan pokok syiah, kitab al-Wafi, dinyatakan,
إن الله يبدأ بالنظر إلى زوار الحسين بن علي عشية عرفة قبل نظره إلى الموقف؛ لأن في أولئك (يعني حجاج بيت الله) أولاد زناة وليس في هؤلاء أولاد زنا
Sesungguhnya Allah terlebih dahulu melihat para peziarah kuburan Husain bin Ali di siang hari arafah, sebelum Allah melihat ke tempat wukuf. Karena mereka (para jamaah haji) adalah anak-anak zina, sementara para peziarah ini tidak ada yang statusnya anak hasil zina. (al-Wafi, 2/221).

Kelima, Hajar Aswad harus pindah ke Karbala,
Dalam salah satu kitab rujukan mereka, al-Wafi, al-Kasyani menyatakan,
يا أهل الكوفة لقد حباكم الله عز وجل بما لم يحب أحد من فضل مصلاكم بيت آدم وبيت نوح وبيت إدريس وصلى إبراهيم .. ولا تذهب الأيام والليالي حتى ينصب الحجر الأسود فيه
Wahai penduduk Kufah, Allah telah memberikan banyak keutamaan kepada kalian yang tidak diinginkan untuk diberikan kepada seorangpun. Tempat shalat kalian adalah rumah Adam, rumah Nuh, rumah Idris, dan tempat shalatnya Ibrahim. .. kiamat tidak akan terjadi, sampai Hajar Aswad dipindah ke Kufah (Irak). (al-Wafi, karya al-Faidh al-Kasyani, 2/215)

Laa haula wa laa quwwata illaa billaaah…
Semoga Allah melindungi kaum muslimin dari kejahatan syiah dan bala tentaranya. 

Berqurban Sebelum Pemerintah, Tidak Sah?



Jika ada orang berqurban sebelum hari raya yang ditetapkan pemerintah, apakah qurbannya sah? Ada yg bilang gak sah, apa benar?

Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu 'ala Rasulillah, wa ba'du,
Dalam ibadah jama’i, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengajarkan agar kaum muslimin melaksanakan ibadah ini bersama-sama secara berjamaah. Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَالأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ
“Hari berpuasa (tanggal 1 Ramadhan) adalah pada hari dimana kalian semua berpuasa. Hari fitri (tanggal 1 Syawal) adalah pada hari dimana kalian semua melakukan hari raya, dan hari Idul Adha adalah pada hari dimana kalian semua merayakan Idul Adha.” (HR. Turmudzi 701, ad-Daruquthni dalam sunannya no. 2206 dan dishahihkan al-Albani).

Kita semua memahami, untuk bisa mewujudkan puasa bersama, hari raya bersama, berarti harus ada pihak yang menyatukan semua suara mereka.

Pertanyaan berikutnya adalah, siapa yang berwenang menyatukan suara itu?
Jika ini dikembalikan kepada ijtihad masing-masing ormas, tentu selamanya tidak akan pernah bisa disatukan. Terlebih ketika mereka memiliki metode penetapan tanggal yang berbeda.
Untuk itu, ibadah yang bersifat jamaah semacam ini, tidak mungkin bisa disatukan, kecuali melalui pemerintah. Karena satu ormas tentu saja tidak mungkin mampu menyatukan suara satu negara, kecuali hanya untuk para anggotanya.

Sahabat Menyembelih Qurban Setelah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
Lebih dari itu, kebiasaan para sahabat, mereka baru menyembelih, setelah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam selesai berkhutbah. Kala itu, posisi beliau sebagai kepala negara.
Ibnu Umar menceritakan,
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَنْحَرُ، أَوْ يَذْبَحُ بِالْمُصَلَّى
Bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menyembelih qurban di lapangan tempat shalat id. (HR. Bukhari 982)

Berdasarkan hadis ini, Imam Ibnu Utsaimin  mengatakan,
“Yang ideal, hendaknya masyarakat tidak menyembelih, sampai imam menyembelih qurbannya. Jika imam menyembelihnya di lapangan. Dalam rangka meniru Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat.” (Ahkam al-Udhiyah, hlm. 20)

Menyembelih Qurban Sebelum Pemerintah, Tidak Sah?
Kita simak hadis Jabir radhiyallahu 'anhu berikut,
صَلَّى بِنَا النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- يَوْمَ النَّحْرِ بِالْمَدِينَةِ فَتَقَدَّمَ رِجَالٌ فَنَحَرُوا وَظَنُّوا أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَدْ نَحَرَ فَأَمَرَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- مَنْ كَانَ نَحَرَ قَبْلَهُ أَنْ يُعِيدَ بِنَحْرٍ آخَرَ وَلاَ يَنْحَرُوا حَتَّى يَنْحَرَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم-
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengimami kami shalat pada idul adha di Madinah. Seusai shalat, tiba-tiba ada beberapa orang yang langsung menuju hewan qurbannya dan langsung disembelih. Mereka mengira, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah menyembelih. Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam perintahkan, “Siapa yang sudah menyembelih sebelum beliau, agar diulangi penyembelihannya dengan hewan yang lain.” Tidak boleh menyembelih sebelum Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menyembelih. (HR. Ahmad 15139 & Muslim 5195).

Posisi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hal ini adalah sebagai pemimpin. Beliau membatasi para sahabat, agar qurban mereka dilakukan setelah qurban beliau.

Hadis ini yang menjadi acuan Malikiah untuk mengatakan bahwa masyarakat tidak boleh berqurban sebelum pemerintah. Jika mereka tinggal bersama imamnya, maka acuannya setelah imam berqurban. Dan jika mereka jauh dari imamnya, maka acuannya setelah selesainya shalat imam.
Dalam kitab al-Mudawwanah,
Sahnun bertanya kepada Ibnul Qosim – murid senior Imam Malik –
قلت: أرأيت الضحية هل تجزئ من ذبحها قبل أن يصلي الإمام في قول مالك؟ قال: لا.
Aku bertanya (kepada Ibnul Qosim), “Apa menurut anda untuk qurban yang disembelih sebelum imam shalat, menurut pendapat Imam Malik, apakah qurbannya sah?” jawab Ibnul Qosim, “Tidak sah.” (al-Mudawwanah, 1/546).

Sahnun bertanya lagi,
قلت: أرأيت أهل البوادي وأهل القرى في هذا سواء؟ قال: سمعت مالكا يقول في أهل القرى الذين ليس لهم إمام: إنهم يتحرون صلاة أقرب الأئمة إليهم وذبحه.
Saya bertanya lagi, “Bagaimana dengan masyarakat pelosok, penduduk kampung, apakah mereka sama?
Jawab Ibnul Qosim,
Aku mendengar Malik menjelaskan tentang penduduk kampung yang tidak memiliki (tinggal bersama) imam, bahwa mereka memperkirakan shalat yang dikerjakan oleh imam terdekat dengannya, lalu dia bisa menyembelihnya.  (al-Mudawwanah, 1/546).

Ibnul Qosim juga menegaskan
قال ابن القاسم: فإن تحرى أهل البوادي النحر فأخطئوا فذبحوا قبل الإمام لم أر عليهم إعادة إن تحروا ذلك ورأيت ذلك مجزئا عنهم
Ibnul Qosim mengatakan,
Jika penduduk pelosok sudah berusaha memilih waktu yang tepat untuk menyembelih, namun mereka salah prediksi, sehingga mereka menyembelih sebelum imam shalat, maka menurut saya, tidak perlu diulangi qurbannya, jika sudah berusaha memilih waktu. Dan menurutku, qurbannya sah.
(al-Mudawwanah, 1/546).

Sementara mayoritas ulama mengatakan, yang menjadi acuan waktu awal dalam penyembelihan adalah shalat id yang dikerjakan imam. Dalam Tanwir al-Ainain dinyatakan,
وأن أحمد قال : لا يجوز قبل صلاة الامام ويجوز بعدها قبل ذبح الامام وسواء عنده أهل القرى والأمصار
Imam Ahmad mengatakan, “Tidak boleh menyembelih sebelum shalat id imam dan boleh berqurban setelah shalat id, meskipun imam belum menyembelih qurbannya. Ini berlaku baik penduduk kampung maupun kota.” (Tanwir al-Ainain, hlm. 500)

Untuk itu, dalam rangka menghargai nilai besar ibadah qurban, maka sebisa mungkin  ibadah ini dilaksanakan bersama pemerintah, sehingga kita bisa memastikan qurban ini sah.

Allahu a’lam

Panitia Qurban Tidak Boleh Dapat Jatah Khusus



Bolehkah panitia qurban mendapat jatah khusus ketika pembagian hasil qurban?
Karena ini menjadi kebiasaan hampir di semua daerah d tempat saya. Mohon pencerahan.

Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu 'ala Rasulillah, amma ba'du,
Sebelumnya kita siak hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ بَاعَ جِلْدَ أُضْحِيَتِهِ فَلاَ أُضْحِيَةَ لَهُ
Siapa yang menjual kulit qurbannya maka tidak ada qurban baginya. (HR. al-Hakim 2/390, Baihaqi dalam al-Kubro no. 19015 dan dihasankan al-Albani)

Orang yang berqkurban tidak boleh menjual apapun dari hasil qurbannya. Karena orang yang berqurban, dia telah menyerahkan semua hewannya dalam rangka beribadah kepada Allah. Sehingga dia tidak boleh menggunakannya untuk kepentingan komersial, yang keuntungannya kembali kepada dirinya.

Termasuk diantaranya adalah mengupah jagal dengan mengambil bagian hasil qurban. Jika sohibul qurban mengupah jagal dengan sebagian hasil qurban, berarti qurbannya tidak utuh. Karena ada sebagian yang diwujudkan dalam bentuk bayar jasa.

Untuk itulah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang mengupah jagal dari hasil qurban.
Sahabat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu menceritakan,
أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ وَأَنْ أَتَصَدَّقَ بِلَحْمِهَا وَجُلُودِهَا وَأَجِلَّتِهَا وَأَنْ لَا أُعْطِيَ الْجَزَّارَ مِنْهَا . قَالَ : نَحْنُ نُعْطِيهِ مِنْ عِنْدِنَا
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkanku untuk menangani onta kurbannya, mensedekahkan dagingnya, kulitnya, dan asesoris onta. Dan saya dilarang untuk memberikan upah jagal dari hasil qurban. Ali menambahkan: Kami memberikan upah dari uang pribadi. (HR. Bukhari 1717 & Muslim 1317).

Panitia Menerima Upah dari Hasil Qurban
Kita akan melihat posisi panitia dalam kegiatan qurban,
Pertama, panitia adalah pihak yang diamani sohibul qurban untuk menangani hewan qurbannya, dari penyembelihan sampai distribusi hasil qurban. Ada juga yang diamanahi dari sejak pengadaan hewan.
Kedua, berdasarkan pengertian di atas, posisi panitia adalah wakil bagi sohibul qurban.
Ketiga, panitia bukan amil. Tidak ada istilah amil dalam pelaksanaan qurban. Amil hanya dalam syariat zakat. Karena itu, adalah kesalahan ketika panitia menerima hasil qurban dengan jatah khusus, dengan alasan sebagai amil.
Keempat, panitia berhak mendapatkan upah dari sohibul qurban, atas jasanya menangani hewan qurbannya. Statusnya transaksinya al-wakalah bil ujrah (mengambil upah karena telah mewakili)
Kelima, mengingat panitia berhak dapat upah, maka panitia tidak boleh mengambil upah dari hasil qurban. Baik bentuknya panitia mendapat jatah khusus atau panitia mendapat jatah makan dari hasil hewan qurban, sebagai ucapan terima kasih atas jasanya menangani hewan qurban.
Upah untuk panitia, diambil dari biaya operasional yang dibebankan kepada sohibul qurban, sebagaimana keterangan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu,
“Saya dilarang untuk memberikan upah jagal dari hasil qurban. Ali menambahkan: Kami memberikan upah dari uang pribadi. (HR. Bukhari 1717 & Muslim 1317).

Boleh Menerima Sebagai Hadiah atau Sedekah
Panitia boleh menerima hasil qurban, sebagai hadiah atau sedekah dari sohibul qurban. Artinya itu di luar upah.
Syaikh Abdullah al-Bassam menuliskan,
“Tukang jagal tidak boleh diberi daging atau kulitnya sebagai bentuk upah atas pekerjaannya. Hal ini berdasarkan kesepakatan para ulama. Yang diperbolehkan adalah memberikannya sebagai bentuk hadiah jika dia termasuk orang kaya atau sebagai sedekah jika ternyata dia adalah miskin…..”
(Taudhihul Ahkaam, 4/464).

Beda Hadiah/sedekah dengan Upah
Kita bisa membedakan hadiah dengan upah,
1.       Hadiah sifatnya suka rela, upah statusnya kewajiban dan tanggung jawab orang yang mendapatkan jasa
2.       Hadiah tidak bisa dituntut. Orang yang tidak menerima, tidak bisa memaksa orang lai untuk memberikannya. Upah bisa dituntut. Jika tidak diberikan, dia bisa meminta secara paksa.
3.       Hadiah tidak ada ukurannya. Boleh diberikan senilai berapapun. Sementara upah ada ukurannya, yaitu sesuai kesepakatan.
4.       Upah sebagai ganti dari kerja yang dilakukan. Sehingga jika tidak diberikan dia merasa dirugikan. Hadiah, tidak ada hubungannya dengan pekerjaan. Sehingga jika tidak mendapatkan, tidak ada istilah dirugikan.

Ketika jatah khusus yang diberikan panitia sifatnya bisa dituntut, dalam arti, jika ada panitia yang tidak menerima jatah khusus, dia merasa dirugikan, sehingga berhak untuk meminta, maka jatah khusus ini upah, bukan hadiah.
Dan jika jatah khusus ini sifatnya suka rela, panitia yang tidak menerima, tidak merasa  dirugikan, sehingga dia tidak meminta, maka ini hadiah.

Allahu a’lam

Apa Shalat Wajib Yang Paling Utama?



Apa shalat wajib yang paling utama? Agar kita bisa kerjakan secara berjamaah lebih semangat..

Jawab
Bismillah was shalatu was salamu 'ala Rasulillah, wa ba'du,
Dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
أفضل الصلوات عند الله صلاة الصبح يوم الجمعة في جماعة
Shalat yang paling afdhal di sisi Allah adalah shalat subuh pada hari jumat secara berjamaah. (HR. Abu Nuaim dalam al-Hilyah 7/207, dan dishahihkan al-Albani dalam Silsilah as-Shahihah, no. 11566).

Hadis ini menunjukkan keistimewaaan shalat subuh berjamaah di hari jumat. Hingga Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutnya sebagai shalat paling afdhal di sisi Allah.

Dalam riwayat lain disebutkan salah satu nilai keutamaannya, riwayat dari Abu Ubaidah bin Jarrah radhiyallahu 'anhu,
إن أفضل الصلوات صلاة الصبح يوم الجمعة في جماعة، وما أحسب شهدها منكم إلا مغفورا له
Shalat paling utama adalah shalat subuh di hari jumat yang dilakukan secara berjamaah. Saya menduga orang yang mengikutinya akan diampuni dosanya.

Hanya saja hadis ini dinilai dhaif sekali. Diriwayatkan al-Bazzar dalam Musnadnya (4/106), dari Ali bin Zaid, yang dinilai para ulama, Munkarul hadis.

Jaga Shalat Jamaah
Lebih dari itu, setiap lelaki diharuskan menjaga shalat wajib berjamaah, kapanpun di manapun. Terutama shalat subuh, isya, dan asar.
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ أَثْقَلَ صَلاَةٍ عَلَى الْمُنَافِقِينَ صَلاَةُ الْعِشَاءِ وَصَلاَةُ الْفَجْرِ وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا وَلَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ بِالصَّلاَةِ فَتُقَامَ ثُمَّ آمُرَ رَجُلاً فَيُصَلِّىَ بِالنَّاسِ ثُمَّ أَنْطَلِقَ مَعِى بِرِجَالٍ مَعَهُمْ حُزَمٌ مِنْ حَطَبٍ إِلَى قَوْمٍ لاَ يَشْهَدُونَ الصَّلاَةَ فَأُحَرِّقَ عَلَيْهِمْ بُيُوتَهُمْ بِالنَّارِ
“Shalat yang paling berat bagi orang munafik adalah shalat ‘Isya’ dan shalat Shubuh. Kalau mereka mengetahui keutamaan yang terdapat dalam kedua shalat tersebut, mereka akan mendatanginya walau pun dengan merangkak.
Aku sangat ingin memerintahkan shalat (dikerjakan), lalu dikumandangkan iqomat dan kuperintahkan seseorang untuk mengimami para jama’ah. Sementara itu aku pergi bersama beberapa orang yang membawa seikat kayu bakar menuju orang-orang yang tidak ikut shalat berjama’ah dan membakar rumah-rumah mereka dengan api.” (HR. Bukhari 644 dan Muslim 651)

Anda bisa perhatikan hadis di atas, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memberi ancaman sangat keras bagi lelaki yang tidak mau ikut shalat jamaah di masjid. Hingga beliau memberi ancaman mau membakar rumahnya.
Ini  bukan masalah sepele, bukan hal ringan… Menjaga shalat jamaah di masjid, itu masalah serius. Tidak selayaknya kaum muslimin yang laki-laki, meninggalkannya.

Mungkin ada yang berkomentar, tidak ada dalam catatan sejarah, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam membakar rumah sahabatnya di Madinah. Berarti hadis itu tidak benar..

Subhanallah, hanya karena tidak paham, dia mengklaim hadisnya tidak benar.
Hadis ini shahih, disepakati keshahihannya.
Hanya saja, kita perlu lihat, dalam hadis ini, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam baru menyampaikan rencana dan keinginan beliau. Apakah beliau wujudkan rencana itu?
Jawabannya tidak. Karena itu, betul tidak ada dalam catatan sejarah, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam membakar rumah sahabatnya di Madinah. Karena memang rencana itu tidak beliau laksanakan.

Tapi yang menjadi fokus kajian kita adalah ancaman yang diberikan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kepada orang yang tidak hadir shalat jamaah. Yang menunjukkan keseriusan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam masalah shalat jamaah.

Mengapa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengurungkan rencananya?
Bukan karena beliau memaafkan yang tidak hadir jamaah di masjid, namun karena rumah ini, tidak hanya hak si bapak, tappi anak-anak dan istri juga punya hak dengannya. Sementara Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak ingin menghukum satu orang, kemudian hukuman itu melebar dan orang lain terkena dampaknya.

Allahu a’alam 

Terima Kasih Pak Said Aqil Siraj



Bismillah was shalatu was salamu 'ala Rasulillah, amma ba'du,

Ketika dakwah di Mekah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dijatuhkan karakternya, agar masyarakat yang belum kenal, menjauh dari beliau. Beliau disebut tukang sihir, penyair, orang gila, dan seabreg gelar lainnya.

Tersebutlah seorang ahli ruqyah zaman Jahiliyah, Dhimad al-Azdi [arab: ضِمَاد الأزدى]. Berasal dari suku Azd Syanu’ah di Yaman. Dia biasa meruqyah orang gila atau kesurupan.

Ketika tiba di Mekah, dia mendengar orang-orang Mekah mengatakan, “Sesungguhnya Muhammad itu majnun (gila).”

Dhimad bergumam,
لو إني أتيت هذا الرجل لعل الله يشفيه على يدى
“Bagaimana kalau aku datangi orang ini. semoga Allah menyembuhkannya melalui tanganku.”

Setelah ketemu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia menawarkan,

يَا مُحَمَّدُ إِنِّي أَرْقِي مِنْ هَذِهِ الرِّيحِ، وَإِنَّ اللهَ يَشْفِي عَلَى يَدِي مَنْ شَاءَ، فَهَلْ لَكَ؟
“Hai Muhammad, saya biasa mengobati sakit jiwa. Dan Allah menyembuhkan siapa saja yang Dia kehendaki melalui tanganku. Apa kamu bersedia?”

Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menanggapinya dengan mengatakan,

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، أَمَّا بَعْدُ
Mendengar kalimat ini pertama kalinya, Dhimad keheranan.

“Tolong ulangi semua ucapanmu tadi!” pinta Dhimad.

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengulanginya 3 kali.

Komentar Dhimad,

لَقَدْ سَمِعْتُ قَوْلَ الْكَهَنَةِ، وَقَوْلَ السَّحَرَةِ، وَقَوْلَ الشُّعَرَاءِ، فَمَا سَمِعْتُ مِثْلَ كَلِمَاتِكَ هَؤُلَاءِ، وَلَقَدْ بَلَغْنَ نَاعُوسَ الْبَحْرِ، هات يدك أبايعك على الإسلام

“Sungguh aku telah mendengar ucapan dukun, ucapan tukang sihir, dan penyair, dan saya belum pernah mendengar seperti ucapanmu tadi. Sungguh untaian kalimatmu mencapai kedalaman lautan. Berikan tanganmu, kubaiat kamu bahwa aku masuk islam.” (HR. Muslim no. 868).

Kejadian yang sama juga dialami seorang penyair cerdas dari Yaman, Thufail bin Amr ad-Dausi.
Beliau salah satu pemuka kaum, dimuliakan masyarakat arab, dikenal sangat cerdas berbahasa, dan pemimpin kabilah Daus.
Ketika beliau datang ke Mekah tahun 11 pasca-kenabian, beliau disambut banyak peringatan dari orang musyrikin Mekah agar jangan dekat-dekat Muhammad.
“Wahai Thufail, kamu datang di negeri, hati-hati dengan orang yang satu ini. Dia mengacaukan kami, memecah belah persatuan kami, merusak semua urusan kami. Ucapannya seperti sihir, bisa memisahkan anak dengan orang tuanya, dengan saudaranya, suami bisa pisah dari istrinya. Kami khawatir, kamu dan kaummu bisa mengalami seperti yang kami alami. Karena itu, jangan bicara dengan orang itu dan jangan dengarkan apapun darinya.”
Nasehat orang musyrikin kepada Thufail.

“Mereka terus memberi masukan itu kepadaku, hingga aku bertekad, tidak akan mendengarkan apapun dari nabi ini dan mengajak bicara apapun dengannya. Hingga aku menyumbat telingaku dengan kapas ketika datang ke Masjidil haram. Karena takut, jangan sampai terdengar sesuatu yang dia ucapkan.”

Suatu hari, berangkatlah Thufail menuju masjidil haram. Kala itu, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sedang shalat di dekat Ka’bah. Allah buat Thufail bisa mendengar sepotong ayat yang dibaca Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. “Kalimat yang indah.”

والله إني رجل لبيب شاعر، ما يخفى علي الحسن من القبيح، فما يمنعني أن أسمع من هذا الرجل ما يقول؛ فإن كان حسنا قبلته، وإن كان قبيحا تركته

“Sungguh saya ini penyair cerdas, saya bisa memahami mana ucapan yang baik, mana yang jelek. Mengapa saya harus enggan untuk mendengarkan ucapan orang ini. Jika itu baik, saya menerimanya dan jika itu jelek, akan kutinggalkan.”

Seusai shalat, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pulang. Thufailpun menyusulnya. Di situlah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mulai mendakwahi Thufail, membacakan al-Quran untuknya, hingga dia masuk islam, mengucapkan kalimat syahadat.  (ar-Rahiq al-Makhtum, hlm. 121)

Rasa Ingin Tahu
Setiap manusia diilhami sifat curiosity, perasaan selalu ingin tahu dan ingin tahu… terutama ketika ada hal menarik yang mengundang perhatian. Ketika dakwah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam semakin dipojokkan para tetangga beliau, justru ini mengundang rasa ingin masyarakat dari luar, untuk mengenal siapa sosok dan ajaran Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.
Justru pertemuan mereka, menjadi jalan hidayah baginya untuk mencintai islam dan memeluk islam…

Sunah Terasingkan
Sesuatu disebut terasingkan, ketika banyak masyarakat tidak lagi mengenalnya, tidak lagi mempedulikannya. Ketika ajaran ini masih dibahas, berarti sunah itu masih dihidupkan di tengah mereka.
Jenggot, celana di atas mata kaki, jilbab besar, dan cadar, semua ulama sepakat, itu islam.
Kecuali satu, islam nusantara. Karena dia lahir di tanah jawa. Bukan islam yang diajarkan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.
Karena itu, pejuang islam nusantara berusaha menggeser keberadaan islam murni yang sudah lama dianut hampir semua masyarakat muslim di Indonesia. Usaha ini diwujudkan, sekalipun harus dengan bahasa vulgar menc*ci-m*ki muslim murni.
Cikal bakal teroris itu rajin shalat malam, puasa dan hafal Qur'an
Jenggot bikin goblok
Jilbab dan cadar budaya arab
Celana cingkrang ciri muslim radikal
Gak bener shaf renggang diisi setan
Syi'ah di Indonesia tidak berbahaya
Wahhabi, Anta Aduwullah – kalian musuh Allah…

Namun kita layak bersyukur, usaha ini justru membuat ajaran sunah kembali banyak dibicarakan masyarakat. Hasilnya, bukan mengurangi populasi mereka yang mengikuti sunah tidak, sebaliknya, mereka yang awam akan agama, semakin sadar akan sunah dan mendekat ke sunah.

Terima kasih Pak Said Aqil

Terima kasih Pak Said Aqil, berkat ceramah anda, masyarakat jadi memperbincangkan sunah. Sebelumnya mereka hanya menghabiskan tema obrolannya untuk masalah bisnis dan politis, kini mereka beralih ke masalah agama…

Terima kasih Pak Said Aqil, berkat ceramah anda, masyarakat menjadi semakin dekat dengan sunah. Sebelumnya ini hal asing bagi mereka, sekarang mereka mulai mendekat untuk mengenalnya…

Terima kasih Pak Said Aqil, berkat ceramah anda, populasi mereka yang mengikuti ajaran sunah, memelihara jenggot, meninggikan pakaian, memakai cadar, semakin hari semakin bertambah… sejalan dengan besarnya rasa ingin tahu mereka dengan celaan yang anda sampaikan.

Terima kasih Pak Said Aqil, berkat ceramah anda, masyarakat semakin sadar siapa yang lebih intoleran?, anda ataukan komunitas pecinta sunah yang anda sebut ‘wahhabi’.

Terima kasih Pak Said Aqil, berkat ceramah anda pula, masyarakat semakin mengenal, akhlak dan budi pekerti sosok yang anda selalu sebut muslim radikal…

Terima kasih Pak Said Aqil, berkat ceramah anda pula, masyarakat semakin bisa menikmati ceramah para dai yang anda sebut wahhabi. Ceramah mereka lebih santun dari pada ceramah anda yang penuh dengan c*ci m*ki.  

Terima kasih Pak Said Aqil, berkat ceramah anda, masyarakat semakin tahu, siapakah sosok islam nusantara yang mengaku paling menjaga kearifan lokal…

Terima kasih Pak Said Aqil, berkat ceramah anda pula, masyarakat jadi semakin tahu, ternyata anda sedang berbulan madu dengan syiah…

Terimakasih, terimakasih, dan terimakasih.

Kami menunggu ceramah anda selajutnya,
Semakin vulgar dan kasar, semakin menyemarakkan dakwah sunah di tanah air tercinta…

Was salamu ‘ala manit taba’al hudaa…
Keselamatan bagi mereka yang mengikuti petunjuk…
 

Membenci Semua Orang Berjenggot, Dosa?



Bagaimana jika ada orang yang mengatakan, ‘Saya membenci semua orang yang berjenggot’ apakah dia masih muslim?

Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu 'ala Rasulillah, wa ba'du,
Seharusnya setiap manusia mempertimbangkan setiap kalimat yang keluar dari lisannya. Bisa jadi kita menganggap itu biasa, padahal hakekatnya itu musibah besar baginya di akhirat.
Allah berfirman,
وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمٌ
“Kalian menyangka itu remeh, padahal itu masalah besar di sisi Allah.” (QS. an-Nur: 15)

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mengingatkan, ada sebagian hamba Allah yang dia terjerumus ke dalam neraka, hanya gara-gara satu kalimat yang dia anggap remeh.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مَا يَتَبَيَّنُ فِيهَا ، يَزِلُّ بِهَا فِى النَّارِ أَبْعَدَ مِمَّا بَيْنَ الْمَشْرِقِ
Sesungguhnya ada hamba yang mengucapkan satu kalimat tertentu, yang tidak dia pikirkan akibatnya, namun menyebabkan dia tergelincir ke dalam neraka, yang dalamnya sejauh timur dan barat. (HR. Ahmad 9157 & Bukhari 6477)

Kebencian, Bisa Jadi Sumber Petaka
Ini termasuk senjata bagi setan untuk menyulut sejuta permusuhan.    Orang yang benci karena nafsu, lebih berpotensi untuk mengucapkan kalimat jelek, jahat, dst. Karena itulah, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sering memohon kepada Allah, agar beliau dibimbing untuk selalu mengucapkan kalimat yang baik ketika sedang cinta atau benci.
Dari Ammar bin Yasir radhiyallahu 'anhuma, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sering membaca doa berikut dalam shalat,
اَللَّهُمَّ نَسْأَلُكَ كَلِمَةَ الحَقِّ فِي الرِضَا وَالغَضَبِ
Ya Allah, kami memohon kepada-Mu kalimat haq ketika ridha (sedang) dan marah. (HR. Nasai 1313 dan dishahihkan al-Albani).

Para Nabi ‘alahimus shalatu was salam Berjenggot
Realita yang perlu disadarkan kepada semua yang membenci jenggot, bahwa para Nabi dan Rasul, mereke berjenggot.
Ketika Allah menceritakan tentang Musa dengan Harus, Allah sebutkan bahwa Harun berjenggot.
قَالَ يَا ابْنَ أُمَّ لَا تَأْخُذْ بِلِحْيَتِي وَلَا بِرَأْسِي إِنِّي خَشِيتُ أَن تَقُولَ فَرَّقْتَ بَيْنَ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلَمْ تَرْقُبْ قَوْلِي
“Harun menjawab' "Hai putera ibuku, janganlah kamu pegang janggutku dan jangan (pula) kepalaku; sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan berkata (kepadaku): "Kamu telah memecah antara Bani Israil dan kamu tidak memelihara amanatku." (QS. Thaha: 94).

Ini terjadi ketika Bani Israil menyembah patung anak sapi, hingga Musa marah kepada Harun.

Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam berjenggot
Junjungan kita yang mulia, Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau memelihara jenggot.
Jabir bin Samurah radhiyallahu 'anhu menceritakan,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَدْ شَمِطَ مُقَدَّمُ رَأْسِهِ وَلِحْيَتِهِ وَكَانَ إِذَا ادَّهَنَ لَمْ يَتَبَيَّنْ وَإِذَا شَعِثَ رَأْسُهُ تَبَيَّنَ وَكَانَ كَثِيرَ شَعْرِ اللِّحْيَةِ
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam beruban di bagian depan rambut beliau dan jenggot beliau. Jika diberi minyak, tidak kelihatan. Jika lagi tidak tertata, uban itu kelihatan. Dan jenggot beliau lebat. (HR. Muslim 6230)

Hadis yang lain, dari al-Barra’ bin Azib radhiyallahu 'anhu, beliau menceritakan ciri fisik Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- رَجِلاً مَرْبُوعًا عَرِيضَ مَا بَيْنَ الْمَنْكِبَيْنِ كَثَّ اللِّحْيَةِ
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lelaki yang tidak terlalu tinggi dan tidak pendek. Lebar dadanya, dan jenggotnya lebat. (HR. Nasa’i 5249)

Para nabi yang lain, memelihara jenggot. Memang tidak ada teks khusus yang menyebutkan nama mereka. Namun dinyatakan secara umum dalam hadis,
Dari Aisyah radhiyallahu 'anha, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
عَشْرٌ مِنَ الْفِطْرَةِ قَصُّ الشَّارِبِ وَإِعْفَاءُ اللِّحْيَةِ وَالسِّوَاكُ وَاسْتِنْشَاقُ الْمَاءِ
“Ada 10  ajaran fitrah (diantaranya): mencukur kumis, membiarkan jenggot, bersiwak, membersihkan hidung dengan air…” (HR. Muslim 627, Nasai 5057, dan yang lainnya).

Diantara makna ajaran fitrtah adalah ajaran para nabi. Karena mereka mengajak manusia untuk kembali kepada fitrahnya atau mentauhidkan Allah dan mengikuti ajaran Allah.

Membenci Semua Orang yang Berjenggot
Membenci semua orang yang berjenggot, otomatis di dalamnya membenci Nabi Harun ‘alahis salam, membenci Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, dan bahkan membenci para nabi yang berjenggot.
Dia sangka ini kalimat remeh, padahal itu berat dalam syariat..

Tek jauh berbeda ketika menuduh jenggot bikin otak makin kacau, karena kecerdasannya ketarik ke jenggot. Kita semua jadi saksi atas ucapannya. Dan Allah Maha Tahu lagi Maha Kuasa..

Semoga Allah melindungi umat islam dari kejahatan kaum liberal.. amin.

Bolehkan Hasil Qurban Dimakan Sendiri dan Sekeluarga?



Tanya:
Inti ibadah qurban kan menumpahkan darah hewan qurban, adakah dalil yg melarang seorang muslim yg berqurban dan daging qurbannya utk dirinya sekeluarga, ustadz?

Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu 'ala Rasulillah, amma ba'du,
Idealnya, dalam pelaksanaan qurban, ada sebagian hasil qurban yang dimakan sendiri dan ada yang diberikan kepada orang lain. Allah berfirman dalam al-Quran,
وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُمْ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ
“Telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi'ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah mati, maka makanlah sebagiannya dan beri daging itu untuk orang yang tidak meminta-minta dan orang yang meminta.” (QS. al-Hajj: 36)

Dalam ayat di atas, Allah berikan 3 pilihan untuk penyaluran hewan qurban,
1.       Dimakan sendiri
2.       Diberikan kepada orang yang tidak mampu sebagai sedekah
3.       Diberikan kepada orang yang mampu sebagai hadiah

Panduan yang sama, juga diberikan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memberi panduan melalui sabdanya,
كُلُوا وَأَطْعِمُوا وَادَّخِرُوا
Makanlah, berikan kepada orang lain, dan silahkan simpan. (HR. Bukhari 5569 & Muslim 1973).

Bolehkah Dimakan Sendiri?
Jika hanya dimakan sendiri untuk dirinya dan keluarganya, tidak ada yang diberikan ke orang lain, apakah diperbolehkan?
Ada dua pendapat ulama di sana,
Pertama, wajib mensedekahkan sebagian hasil qurban.
Ini merupakan pendapat sebagian syafiiyah dan hambali. Bahkan mereka menyatakan, jika ada sohibul qurban yang makan semua hasil qurbannya bersama keluarganya, dan tidak ada yang disedekahkan, maka sohibul qurban wajib ganti rugi, dengan nilai minimal hasil qurban yang layak disedekahkan.
An-Nawawi dalam kitabnya al-Majmu’ menyebutkan,
وهل يشترط التصدق منها بشيء أم يجوز أكلها جميعا، فيه وجهان مشهوران ذكرهما المصنف بدليلهما، أحدهما: يجوز أكل الجميع، قاله ابن سريج وابن القاص والإصطخري وابن الوكيل، وحكاه ابن القاص عن نص الشافعي، قالوا: وإذا أكل الجميع ففائدة الأضحية حصول الثواب بإراقة الدم بنية القربة.
Apakah disyaratkan harus mensedekahkan sebagian dari hasil qurban, ataukah boleh dimakan sendiri semuanya? Ada 2 pendapat dalam madzhab Syafiiyah. Telah disebutkan oleh penulis al-Muhadzab dengan dalil masing-masing.
Pendapat pertama, boleh dimakan sendiri semuanya. Ini merupakan pendapat Ibnu Sarij, Ibnul Qash, al-Ishtikhari, Ibnul Wakil, bahkan Ibnul Qash mengatakan, ini merupakan pernyataan as-Syafii. Mereka mengatakan, jika ada orang yang makan semua hasil qurbannya, maka manfaat dari berqurban adalah mendapatkan pahala menyembelih hewan dalam rangka ibadah.

Selanjutnya an-Nawawi menyebutkan pendapat kedua,
والقول الثاني وهو قول جمهور أصحابنا المتقدمين وهو الأصح عند جماهير  المصنفين، ومنهم المصنف في التنبيه يجب التصدق بشيء يطلق عليه الاسم، لأن المقصود إرفاق المساكين، فعلى هذا إن أكل الجميع لزمه الضمان، وفي الضمان خلاف (المذهب) منه أن يضمن ما ينطلق عليه الاسم.
Pendapat kedua, ini merupakan pendapat mayoritas ulama syafiiyah masa silam, dan inilah pendapat yang kuat menurut mayoritas penulis kitab madzhab, termasuk penulis kitab at-Tanbih, mereka menyatakan, bahwa wajib memberikan bagian dari hasil qurban yang layak untuk disebut sedekah. Karena tujuan qurban adalah beramal bagi orang miskin. Berdasarkan hal ini, jika sohibul qurban makan semuanya, wajib ganti rugi. Meskipun untuk adanya ganti rugi, ini menyimpang dari pendapat madzhab. Ada juga yang mengatakan, wajib ganti rugi senilai uang yang bisa disebut sedekah.
(Majmu’ Syarh Muhadzab, 8/416).

Keterangan madzhab hambali.
Al-Buhuti dalam kitab Kasyaf al-Qana’, menuliskan,
فإن أكل أكثر الأضحية أو أهدى أكثرها (أو أكلها كلها) إلا أوقية تصدق بها جاز، (أو أهداها كلها إلا أوقية جاز، لأنه يجب الصدقة ببعضها) نيئا على فقير مسلم لعموم "وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ" (فإن لم يتصدق بشيء) نيء منها (ضمن أقل ما يقع عليه الاسم) كالأوقية بمثله لحما
Jika sohibul qurban makan sebagian besar hasil qurban atau menghadiahkan (ke orang kaya), atau dimakan semuanya, selain sekantong jatah yang dia sedekahkan untuk orang miskin, hukumnya boleh. Atau dihadiahkan (ke orang kaya) semuannya, selain sekantong yang disedekahkan kepada orang miskin, hukumnya boleh. Karena wajib mensedekahka sebagian jatah qurban, dalam bentuk mentah kepada orang miskin yang miskin. Berdasarkan makna umum dari firman Allah, “dan beri daging itu untuk orang yang tidak meminta-minta dan orang yang meminta..”
Jika tidak ada yang disedekahkan sama sekali dalam bentuk mentah, maka wajib ganti rugi senilai yang layak disebut sedekah. Misalnya bayar senilai sekantong daging. (Kasyaf al-Qana’, 3/23).

Kedua, sedekah sebagian hasil qurban hukumnya anjuran dan tidak wajib.
Ini merupakan pendapat Hanafiyah..
Dalam Badai as-Shanai diyatakan,
 ويستحب له أن يأكل من أضحيته لقوله تعالى عز شأنه: { فكلوا منها وأطعموا البائس الفقير }.  وروي عن النبي عليه الصلاة والسلام أنه قال: إذا ضحى أحدكم فليأكل من أضحيته ويطعم منه غيره
Dianjurkan untuk makan hewan qurbannya, berdasarkan firman Allah Ta’ala, “Makanlah sebagian hewan itu dan berikan sebagian kepada orang yang tidak mampu.” Dan diriwayatkan dari Nabi aw bahwa beliau bersabda, “Apabila kalian menyembelih qurban, makanlah sebagian hasil qurbannya dan berikan sebagian kepada orang lain.” (Badai as-Shanai, 5/80)

Kemudian beliau melanjutkan,
وله أن يهبه منهما جميعا ولو تصدق بالكل جاز ولو حبس الكل لنفسه جاز لأن القربة في الاراقة وأما التصدق باللحم فتطوع، وله أن يدخر الكل لنفسه فوق ثلاثة أيام لأن النهي عن ذلك كان في ابتداء الإسلام ثم نسخ
Sohibul qurban boleh menghibahkan semua hasil qurban atau mensedekahkan semuanya. Jika disimpan semuanya untuk pribadi, juga boleh. Karena inti ibadah qurban adalah menyembelih. Sementara sedekah hasil qurban, statusnya anjuran. Dia boleh simpan untuk pribadi lebih dari 3 hari. Karena larangan menyimpan lebih dari 3 hari berlaku di awal islam, kemudian dinasakh. (Badai as-Shanai, 5/81).

Tarjih Pendapat
Pendapat yang lebih mendekati kebenaran adalah pendapat yang menyatakan bolehnya memanfaatkan semua hasil qurban untuk pribadi dan keluarga. Dengan alasan,
1.       Perintah untuk mensedekahkan hasil qurban kepada yang tidak mampu dan menghadiahkan hasil qurban kepada yang mampu sifatnya anjuran dan tidak wajib. Sebagaimana orang boleh tidak memberikan hasil qurban kepada orang kaya sebagai hadiah, dia juga boleh tidak memberikan hasil qurbannya kepada orang miskin sebagai hadiah. Sehingga, pilihan dimakan sendiri, disedekahkan kepada yang tidak mampu, dan dihadiahkan kepada yang mampu, sifatnya pilihan dan tidak disyaratkan harus ada ketiganya.
2.       Inti dari qurban adalah menyembelih hewan yang ditentukan syariat. Sementara masalah penyaluran dengan disedekahkan, sifatnya anjuran ketika orang memiliki kelebihan makanan (daging).
Beda dengan zakat atau sedekah harta, yang inti dari ibadah ini adalah melepaskan harta milik pribadi dan diberikan kepada orang lain.
3.       Pendapat sebagian syafiiyah dan hambali yang mewajibkan ganti rugi ketika semua bagian hewan qurban dimiliki pribadi, tidak didukung dalil tegas.
4.       Keluarga adalah orang yang paling berhak menerima jatah qurban kita. Sekalipun mereka satu rumah. Sehingga tidak masalah jika qurban itu dimakan sekeluarga.

Allahu a’lam.

Benarkah Celah Shaf itu Diisi Iblis?



Ada salah satu tokoh ormas besar menyatakan bahwa merapatkan shaf ketika shalat jamaah itu gak bener.
Klo iblis hadir di celah shaf, lalu dia bilang: “saya: alhamdulillah kalo Iblis mau jamaah…” videonya bisa disimak di https://www.youtube.com/watch?v=lLwY4Eeeynw&feature=youtu.be. Mohon pencerahannya..

Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu 'ala Rasulillah, wa ba'du,
Sebelumnya kami ingatkan, semua setan bisa disebut Iblis, karena setan bertindak sesuai kemauan Iblis.

Kita akan membaca beberapa hadis yang berisi perintah merapatkan shaf ketika shalat berjamaah,
Pertama, dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyiapkan shaf shalat jamaah dengan memerintahkan,
رُصُّوا صُفُوفَكُمْ وَقَارِبُوا بَيْنَهَا وَحَاذُوا بِالأَعْنَاقِ فَوَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ إِنِّى لأَرَى الشَّيْطَانَ يَدْخُلُ مِنْ خَلَلِ الصَّفِّ كَأَنَّهَا الْحَذَفُ
“Rapatkan shaf kalian, rapatkan barisan kalian, luruskan pundak dengan pundak. Demi Allah, Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, Sungguh aku melihat setan masuk di sela-sela shaf, seperti anak kambing.” (HR. Abu Daud 667, Ibn Hibban 2166, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).

Kedua, hadis dari Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhuma, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyiapkan shaf shalat jamaah. Beliau memerintahkan makmum,
أَقِيمُوا الصُّفُوفَ فَإِنَّمَا تَصُفُّونَ بِصُفُوفِ الْمَلاَئِكَةِ وَحَاذُوا بَيْنَ الْمَنَاكِبِ وَسُدُّوا الْخَلَلَ وَلِينُوا فِى أَيْدِى إِخْوَانِكُمْ وَلاَ تَذَرُوا فُرُجَاتٍ لِلشَّيْطَانِ وَمَنْ وَصَلَ صَفًّا وَصَلَهُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى وَمَنْ قَطَعَ صَفًّا قَطَعَهُ اللَّهُ
Luruskan shaf, agar kalian bisa meniru shafnya malaikat. Luruskan pundak-pundak, tutup setiap celah, dan buat pundak kalian luwes untuk teman kalian. Serta jangan tinggalkan celah-celah untuk setan. Siapa yang menyambung shaf maka Allah Ta’ala akan menyambungnya dan siapa yang memutus shaf, Allah akan memutusnya. (HR. Ahmad 5724, Abu Daud 666, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth)

Ketiga, hadis dari Abu Umamah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ketika merapatkan shaf, beliau mengatakan,
وَسُدُّوا الْخَلَلَ؛ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَدْخُلُ فِيمَا بَيْنَكُمْ بِمَنْزِلَةِ الْحَذَفِ
“Tutup setiap celah shaf, karena setan masuk di antara shaf kalian, seperti anak kambing.” (HR. Ahmad 22263 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).

Wajib Diyakini
Setan tidak bisa kita lihat. Namun Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bisa melihatnya. Sangat mudah bagi Allah untuk membuat Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam bisa melihat setan.
Kita telah mengikrarkan syahadat, menyatakan beliau sebagai utusan Allah.
Konsekuensinya, kita wajib mengimani dan meyakini setiap informasi yang beliau sampaikan.

Ketika beliau menyatakan, “Setan masuk di celah shaf kalian ketika shalat, seperti anak kambing..” akankah kita tertawakan?
Di mana pengagungan kita kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam?
Kita bisa bayangkan, andai tokoh ormas ini ada di tengah shaf sahabat, kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menyuruhnya untuk merapatkan shafnya, agar tidak diisi setan. Lalu dia komentar, “Ya Rasulullah, alhamdulillah kalo setan mau jamaah…”
Di mana kira-kira pukulan Umar bin Khatab radhiyallahu 'anhu akan melayang??

Tujuan Setan Hadir di Tengah Shaf
Semua orang yang membaca tentu sadar, bahwa kehadiran setan di sela-sela shaf tentu saja bukan untuk ikut shalat jamaah. Kehadiran setan adalah untuk menggoda peserta shalat jamaah. Kita simak hadis dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا نُودِىَ لِلصَّلاَةِ أَدْبَرَ الشَّيْطَانُ وَلَهُ ضُرَاطٌ حَتَّى لاَ يَسْمَعَ التَّأْذِينَ ، فَإِذَا قَضَى النِّدَاءَ أَقْبَلَ ، حَتَّى إِذَا ثُوِّبَ بِالصَّلاَةِ أَدْبَرَ ، حَتَّى إِذَا قَضَى التَّثْوِيبَ أَقْبَلَ حَتَّى يَخْطُرَ بَيْنَ الْمَرْءِ وَنَفْسِهِ ، يَقُولُ اذْكُرْ كَذَا ، اذْكُرْ كَذَا . لِمَا لَمْ يَكُنْ يَذْكُرُ ، حَتَّى يَظَلَّ الرَّجُلُ لاَ يَدْرِى كَمْ صَلَّى
Ketika adzan dikumandangkan, setan menjauh sambil terkentut-kentut, sehingga tidak mendengarkan adzan. Setelah adzan selesai, dia datang lagi. Ketika iqamah dikumandangkan, dia pergi. Setelah selesai iqamah, dia balik lagi, lalu membisikkan dalam hati orang yang shalat: ingat A, ingat B, menngingatkan sesuatu yang tidak terlintas dalam ingatan. Hingga dia lupa berapa jumlah rakaat yang dia kerjakan. (HR. Ahmad 8361, Bukhari 608, Muslim 885 dan yang lainnya).

Disamping menggoda ingatan, setan juga menggoda konsentrasi dengan diganggu fisiknya, agar dia merasa telah berhadas,
Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma menasehatkan kepada orang yang suka was-was dengan hadas ketika shalat,
إنَّ الشَّيْطَانَ يَأْتِي أَحَدَكُمْ وَهُوَ فِي الصَّلاَة فَيَبَلُّ إحْلِيلَهُ حَتَّى يَرَى أَنَّهُ قَدْ أَحْدَثَ ، وَأَنَّهُ يَأْتِيهِ فَيَضْرِبُ دُبُرَهُ ، فَيُرِيهِ أَنَّهُ قَدْ أَحْدَثَ ، فَلاَ تَنْصَرِفُوا حَتَّى تَجِدُوا رِيحًا ، أَوْ تَجِدُوا بَلَلا
Sesungguhnya setan mendatangi kalian ketika shalat, lalu dia basahi tempat keluarnya kencing, hingga kalian merasa berhadas (ada kencing yang keluar). Dia juga datang dan menabok dubur kalian, sehingga kalian merasa telah berhadas (kentut). Karena itu, jangan kalian batalkan shalat, sampai mencium bau kentut atau ada yang basah di celana. (HR. Ibnu Abi Syaibah, 8083)

Setan itu Bernama Khinzib
Dalam hadis dari Utsman bin Abil ‘Ash radhiallahu ‘anhu, Beliau mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengadukan gangguan yang dia alami ketika shalat. Kemudian, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ذَاكَ شَيْطَانٌ يُقَالُ لَهُ خِنْزِبٌ فَإِذَا أَحْسَسْتَهُ فَتَعَوَّذْ بِاللَّهِ مِنْهُ وَاتْفِلْ عَلَى يَسَارِكَ ثَلاَثًا
“Itu adalah setan. Namanya Khinzib. Jika kamu merasa diganggu, mintalah perlindungan kepada Allah dari gangguannya dan meludahlah ke kiri tiga kali.”
Kata Utsman, “Aku pun melakukannya, kemudian Allah menghilangkan gangguan itu dariku.” (HR. Muslim 2203)

Benci Karena Nafsu, Menyebabkan Benci Sunah
Berkali-kali Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengingatkan kepada para sahabat akan kehadiran setan pada saat kita shalat. Dan tidak ada sahabat yang terbayang, setan ikut shalat jamaah…!
Kita sangat menyayangkan ketika setingkat tokoh ormas besar di Indonesia memiliki pemahaman konyol seperti itu.
Meskipun kami sangat yakin, tokoh ini tidak sebodoh yang kita bayangkan. Dia tahu hadisnya, dia paham sunahnya, tapi semangat kedengkian menutupi itu semua. Setelah dia menyebut wahabi (yang dia maksud salafy) berusaha merapatkan shaf ketika shalat jamaah, dia membencinya dan sekaligus membenci sunahnya.
Laa ilaaha illallaah.
Seperti itulah kebencian karena hawa nafsu. Akhirnya yang menjadi sasaran kedengkiannya bukan hanya pelaku, sampai atribut kebenaran yang selalu dibawa pelaku.
Semoga Allah melindungi kaum muslimin dari kejahatan pemikiran orang munafiq.


Allahu a’lam

Apa Itu Riba Jahiliyah?



Bismillah was shalatu was salamu 'ala Rasulillah, wa ba'du,

Istilah ini sering kita dengar dan kita perlu mengenalnya. Tidak hanya mengenal dalam arti pernah mendengar istilah, tapi juga harus mengenal hakekatnya.
Ada pepatah mengatakan,
عرفت الشر لا للشر لكن لتوقيه ، ومن لا يعرف الشر من الخير يقع فيه
Aku mengenal keburukan untuk untuk mengamalkannya… namun untuk menghindarinya…
Siapa yang tidak kenal keburukan di tengah kebaikan, dipastikan dia terjerumus dalam keburukan itu.

Semua muslim benci syirik, memusuhi syirik. Namun sayang, banyak muslim yang tidak kenal hakekat syirik. Sehingga beberapa diantara mereka melakukan syirik, namun mereka menyebutnya ibadah.
Betul apa yang dipesankan Umar bin Khatab,
إنما تنقض عرى الإسلام عروة عروة إذا نشأ في الإسلام من لا يعرف الجاهلية
Ikatan islam terlepas satu demi satu, karena muncul generasi dalam islam yang tidak kenal tradisi Jahiliyah. (Majmu’ Fatawa, 10/301)

Tentu saja kita tidak ingin mulut ini koar-koar anti riba, sementara kita sendiri adalah praktisi riba jahiliyah. Lebih dari itu, kita akan menimbang, bagaimana praktek riba di zaman ini, dengan cara orang jahiliyah mengambil riba.

Apa itu Riba Jahiliyah?
Kita akan simak beberapa keterangan ulama yang mendapatkan informasi dari para saksi sejarah, para sahabat yang pernah mengalami zaman tersebarnya riba.
Keterangan Zaid bin Aslam – ulama tabiin –,
كَانَ الرِّبَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ أَنْ يَكُونَ لِلرَّجُلِ عَلَى الرَّجُلِ الْحَقُّ إِلَى أَجَلٍ فَإِذَا حَلَّ الْأَجَلُ قَالَ : أَتَقْضِي أَمْ تُرْبِي ؟ فَإِنْ قَضَى أَخَذَ وَإِلَّا زَادَهُ فِي حَقِّهِ وَأَخَّرَ عَنْهُ فِي الْأَجَلِ
Bentuk riba jahiliyah, si A berutang kepada si B sampai batas waktu tertentu. Ketika tiba jatuh tempo, si B memberi tawaran kepada si A, “Lunasi utangmu sekarang atau ditambah bunga?” Jika si A melunasi ketika itu, maka tidak ada kelebihan apapun. Dan jika tidak melunasi ketika itu, si A terbebani tambahan yang harus dia bayarkan dan batas pelunasan ditunda. (HR. Malik dalam al-Muwatha’, no. 1371).

Sebagaimana tambahan ini berlaku pada kuantitas yang dibayarkan, tambahan ini juga berlaku pada kualitas yang dibayarkan. Misalnya, dulu utang sapi usia setahun. Ketika jatuh tempo, si A tidak bisa meluasi. Akhirnya waktu pelunasan ditunda, namun harus dibayarkan berupa sapi yang usianya lebih tua.
Disebutkan dalam riwayat lain, keterangan Zaid bin Aslam,
Riba jahiliyah itu peenambahan dalam usia. Si A berutang kepada si B seekor onta. Ketika datang jatuh tempo, si B menagih, “Lunasi sekarang atau tambah usia?”
Jika si A memiliki hewan yang bisa digunakan untuk melunasi, dia bisa bayarkan sesuai usia hewan yang  diutang. Jika tidak ada, maka waktu pelunasan ditunda dan usia hewan untuk pelunasan ditambah. Begitu seterusnya, usianya selalu bertambah. (at-Thabrani dan tafsirnya, 7/205)

Keterangan lain dari Qatadah, seperti yang disebutkan al-Hafidz Ibnu Hajar, beliau menjelaskan riba jahiliyah dalam jual beli kredit, yang harganya bertambah ketika tidak bisa dilunasi ketika jatuh tempo,
إِنَّ رِبَا أَهْلِ الْجَاهِلِيَّةِ يَبِيع الرَّجُل الْبَيْع إِلَى أَجَل مُسَمَّى , فَإِذَا حَلَّ الْأَجَل وَلَمْ يَكُنْ عِنْد صَاحِبه قَضَاءٌ ، زَادَ وَأَخَّرَ عَنْهُ
Bentuk riba jahiliyah, si A menjual barang kepada si B secara kredit sampai batas tertentu. Ketika tiba jatuh tempo, sementara si B tidak bisa melunasi, harga barang dinaikkan dan waktu pelunasan ditunda. (Fathul Bari, 4/313)

Syaikhul Islam mengomentari bentuk riba jahiliyah di atas,
وَهَذَا هُوَ الرِّبَا الَّذِي لَا يُشَكُّ فِيهِ بِاتِّفَاقِ سَلَفِ الْأُمَّةِ وَفِيهِ نَزَلَ الْقُرْآنُ ، وَالظُّلْمُ وَالضَّرَرُ فِيهِ ظَاهِرٌ
Inilah riba yang tidak diragukan lagi keharamannya, dengan sepakat ulama salaf. Inilah riba yang dibahas dalam al-Quran. Nampak sangat jelas unsur kedzaliman dan bahayanya. (Majmu’ al-Fatawa, 20/349).

Ada satu kesimpulan yang penting untuk kita garis bawahi, bahwa utang di masa jahiliyah, tidak otomatis langsung ada ribanya. Riba baru berlaku ketika pada saat jatuh tempo pertama, utang itu tidak bisa dilunasi. Sehingga riba baru dikenakan untuk jatuh tempo kedua.

Kita bisa bandingkan dengan praktek riba di zaman kita.
Siapapun yang berutang di bank ribawi, apapun labelnya, perhitungan riba telah ditetapkan dari sejak awal utang. Sehingga sekalipun utang dibayarkan di batas jatuh tempo pertama, tepat waktu, debitor tetap dikenakan riba.

Kita bisa menilai, manakah yang lebih parah keadaannya?
Masalah pelipatan angka, itu hanya masalah waktu penundaan. Karena riba kontemporer juga bisa berlipat berkali-kali, jika ditunda dalam waktu lama.

Hanya Riba Jahiliyah yang Dilarang?
Sebagian orang beranggapan bahwa transaksi yang dikembangkan bank zaman ini, bukan termasuk transaksi riba jahiliyah. Karena semua terukur dan adanya bunga sebagai kompensasi dari nila waktu uang (time value of money). Sehingga bukan riba yang dilarang dalam al-Quran.
Bahkan mereka memotivasi setiap pengusaha untuk utang.
Bisnis tanpa utang, gak eksis boss..
Biarkan bank yang mengaudit usaha anda. Untuk membuktikan kejujuran anda.
Semakin banyak bank yang merestui pinjaman dana untuk anda, berarti anda semakin terpercaya.

Allahu akbar, jelas motivasi yang sangat membahayakan. Bisa pelaku riba di bank merasa yakin tidak ada yang bermasalah dari gajinya.

Kita bisa jawab dari beberapa sisi,
Pertama, bahwa riba bank kontemporer, tidak berbeda dengan riba jahiliyah. Bahkan riba bank lebih parah dari pada riba jahiliyah.
Kedua, riba jahiliyah tidak mesti berlipat ganda. Karena jika jatuh temponya pendek, tidak ada pelipatan utang.
Ketiga, dalam islam, riba sekecil apapun dilarang. Meskipun itu terukur. Karena riba jahiliyah pun terukur. Semua kembali kepada kesepakatan.
Dari Handzalah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
دِرْهَمُ رِبًا يَأْكُلُهُ الرَّجُلُ وَهُوَ يَعْلَمُ أَشَدُّ مِنْ سِتَّةِ وَثَلاَثِيْنَ زَنْيَةً
“Satu dirham yang dimakan oleh seseorang dari transaksi riba sedangkan dia mengetahui, lebih besar dosanya daripada melakukan perbuatan zina sebanyak 36 kali.” (HR. Ahmad 21957, ad-Daruqutni 2880 dan dishihkan al-Albani)

Dalam hadis lain, dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الرِبَا ثَلاَثَةٌ وَسَبْعُوْنَ بَابًا أيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرُّجُلُ أُمَّهُ وَإِنْ أَرْبَى الرِّبَا عِرْضُ الرَّجُلِ الْمُسْلِمِ
“Riba itu ada 73 pintu (dosa). Yang paling ringan adalah semisal dosa seseorang yang menzinai ibu kandungnya sendiri. Sedangkan riba yang paling besar adalah apabila seseorang melanggar kehormatan saudaranya.” (HR. Ibn Majah 2360, al-Hakim 2259 dan dishahihkan ad-Dzahabi).

Karena itu, tidak ada alasan bagi kita untuk membela riba bank, setelah memahami semua riba benilai dosa besar.

Allahu a’lam

Hukum Miqat Jedah (Gambar Peta)


Apa hukum mengambil miqat di jedah bagi jamaah haji Indonesia?

Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu 'ala Rasulillah, wa ba'du,

Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma bercerita,
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menetapkan miqat penduduk Madinah di Dzul Hulaifah, untuk penduduk Syam di Juhfah, untuk penduduk Najd di Qarnul Manazil, dan untuk penduduk Yaman di Yalamlam. Kemudian beliau bersabda,
هُنَّ لَهُنَّ وَلِمَنْ أَتَى عَلَيْهِنَّ مِنْ غَيْرِهِنَّ ، مِمَّنْ أَرَادَ الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ ، وَمَنْ كَانَ دُونَ ذَلِكَ فَمِنْ حَيْثُ أَنْشَأَ ، حَتَّى أَهْلُ مَكَّةَ مِنْ مَكَّةَ
Semua titik ini menjadi miqat bagi penduduknya dan setiap orang yang melewatinya selain dari penduduknya, bagi mereka yang hendak melaksanakan haji dan umrah. Sementara orang yang tinggal sebelum miqat (di antara Mekah dan Miqat) maka mereka berihram dari tempat tinggalnya. Hingga penduduk Mekah mengambil miqat di Mekah. (HR. Bukhari 1524 & Nasai 2666)

Kita garis bawahi pernyataan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadis di atas, bahwa setiap orang yang melewati miqat bagi yang hendak haji atau umrah, dia wajib sudah dalam kondisi berihram. Jika belum berihram, dia wajib kembali ke miqat yang dia lewati.
Jika tetap kembali dan nekat tidak berihram dari miqat yang telah dilewati maka dia wajib bayar dam.

Dalam Fatwa Islam dinyatakan,
إن مرَّ مريد الحج والعمرة على الميقات دون أن ينوي الإحرام منه : فإنه يلزمه أن يرجع إلى الميقات الذي مرَّ عليه ليحرم منه ، فإن لم يفعل وأحرم من مكانه فإنه يلزمه – على قول جمهور العلماء – ذبح شاة في مكة وتوزيعها على مساكين الحرم
Jika ada orang yang hendak haji atau umrah, dia melewati miqat dalam keadaan belum memulai ihram, maka dia wajib kembali ke Miqat yang telah dia lewati, untuk kembali melakukan ihram di sana. Jika tidak dia lakukan, dan tetap melakukan ihram dari tempatnya, maka menurut pendapat mayoritas ulama, dia wajib bayar dam, menyembelih kambing dan dibagikan kepada orang miskin Mekah. (Fatwa Islam, no. 69934)

Selanjutnya mari kita lihat peta Miqat,

- - - - Gambar batas miqat terlampir

Kita bisa perhatikan, ketika jamaah haji Indonesia datang dari tanah air untuk langsung ke tanah suci Mekah dalam rangka haji atau umrah, kemudian pesawat mendarat di Jeddah, bisa dipastikan dia akan melewati salah satu miqat yang berada di timur Mekah atau selatan Mekah.
Sehingga anggapan sebagian orang bahwa boleh mengambil miqat di Jedah, karena itu di pesisir barat Mekah, ini anggapan yang tidak benar. Sebagaimana orang yang tinggal di sebelah utara luar miqat, tidak boleh melintas sampai ke selatan batas miqat, lalu dia mengambil miqat di Yalamlam.

Dalam salah satu fatwanya, Lajnah Daimah memberi penjelasan tentang masalah miqat Jedah
حيث ظن أن جدة تكون ميقاتاً للقادمين في الطائرات إلى مطارها أو القادمين إليها عن طريق البحر أو عن طريق البر، فلكل هؤلاء أن يؤخروا الإحرام إلى أن يصلوا إلى جدة ويحرموا منها؛ لأنها (بزعمه وتقديره) تحاذي ميقاتي السعدية والجحفة فهي ميقات
Ada orang yang menyangka, Jedah bisa menjadi miqat bagi jamaah yang datang melalui udara di Bandara, atau yang datang melalui jalur laut. Mereka boleh mengakhirkan ihram, hingga sampai Jedah, dan berihram dari Jedah. Karena – menurut mereka – Jedah searah dengan Miqat Sadiyah (Yalamlam) dan Juhfah. Sehingga Jedah boleh jadi miqat.

Selanjutnya, Lajnah Daimah menjelaskan kesalahan ini,
وهذا خطأ واضح يعرفه كل من له بصيرة ومعرفة بالواقع؛ لأن جدة داخل المواقيت، والقادم إليها لابد أن يمر بميقات من المواقيت التي حددها رسول الله صلى الله عليه وسلم، أو يحاذيه براً أو بحراً أو جواً، فلا يجوز له تجاوزه بدون إحرام إذا كان يريد الحج أو العمرة
Dan ini jelas salahnya. Semua orang yang memahami dan sadar dengan realita telah mengetahuinya. Karena Jedah, berada di dalam batas miqat. Sehingga setiap orang yang datang ke Jedah, bisa dipastikan dia akan melewati miqat yang telah ditetapkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam atau melintasi yang searah dengannya. Baik yang melalui darat, laut, atau udara. Sehingga tidak boleh melewati batas-batas miqat itu, tanpa dalam kondisi ihram, jika dia hendak haji atau umrah. (Fatwa Lajnah Daimah, no 3990)

Kewajiban Yang Melintasi Miqat Tanpa Ihram
Bagi jamaah haji Indonesia yang berangkat dari tanah air, menuju tanah suci Mekah untuk langsung melaksanakan haji atau umrah, namun belum melakukan ihram ketika melintasi Miqat Yalamlam atau yang sejajar dengannya, maka ada dua kewajiban baginya,
Pertama, kembali ke miqat semula dan memulai ihram di sana.
Jika pilihan ini yang diambil, tidak ada kewajiban bayar dam (menyembelih kambing)
Kedua, tidak kembali ke miqat tapi memulai Ihram dari Jedah.
Jamaah haji yang melakukan hal ini berarti melanggar salah satu kewajiban, yaitu melintasi Miqat tanpa ber-Ihram. Sebagai gantinya, dia wajib bayar dam (menyembelih kambing).

Imam Ibnu Utsaimin menjelaskan,
Siapa yang melintasi Miqat tanpa ihram, di sana ada dua keadaan,
من تجاوز الميقات بدون إحرام فلا يخلو من حالين : إما أن يكون مريداً للحج والعمرة : فحينئذٍ يلزمه أن يرجع إليه ليحرم منه بما أراد من النسك – الحج أو العمرة - فإن لم يفعل فقد ترك واجباً من واجبات النسك ، وعليه عند أهل العلم فدية : دم يذبحه في مكة ، ويوزعه على الفقراء هناك
Pertama, dia berkeinginan untuk haji atau umrah. Pada kondisi ini, dia wajib untuk kembali ke Miqat, dan memulai ihram dari Miqat, sesuai dengan niat manasiknya – haji atau umrah –. Jika tidak dia lakukan, berarti dia meninggalkan salah satu kewajiban dalam manasik. Para ulama menyatakan, dia wajib bayar fidyah (tebusan), dengan menyembelih di mekah dan dibagikan kepada orang yang tidak mampu di sana.
وأما إذا تجاوزه وهو لا يريد الحج والعمرة : فإنه لا شيء عليه
Kedua, dia melintasi Miqat namun tidak bermaksud untuk haji atau umrah. Tidak ada masalah baginya.
(Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin, volume 21, no. 341)

Allahu a’lam
Batas Miqat

Membaca Basmalah Sebelum Makan, Itu Wajib?



Apakah membaca basmalah sebelum makan hukumnya wajib?

Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu 'ala Rasulillah, wa ba'du,
Dari A’isyah radhiyallahu 'anha, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا أَكَلَ أَحَدكُمْ طَعَامًا فَلْيَقُلْ بِسْمِ اللَّه , فَإِنْ نَسِيَ فِي أَوَّله فَلْيَقُلْ : بِسْمِ اللَّه فِي أَوَّله وَآخِر
Apabila kalian hendak makan, bacalah “bismillah”, jika lupa tidak membaca basmalah di awal, bacalah, “Bismillahi fi awwalihi wa aakhirihi.” (HR. Ahmad 25733,  Turmudzi 1977 dan dihasankan Syuaib al-Arnauth).

Dalam hadis ini ada perintah, [فَلْيَقُلْ] artinya ‘bacalah’.
Apakah perintah ini menunjukkan wajib ataukah perintah anjuran?
Ada dua pendapat ulama di sana.

Kita akan simak keterangan Imam Badruddin al-Aini, dalam kitab Umdatul Qori – syarh Shahih Bukhari,
والأمر بالتسمية عند الأكل محمول عل الندب عند الجمهور، وحمله بعضهم على الوجوب لظاهر الأمر.
Perintah membaca basmalah ketika makan dipahami sebagai perintah anjuran, menurut mayoritas ulama. sementara sebagian ulama yang lain memahaminya sebagai perintah wajib, mengingat dzahir perintah.

Selanjutnya, al-Aini menukil keterangan an-Nawawi,
وقال النووي: استحباب التسمية في ابتداء الطعام مجمع عليه، وكذا يستحب حمد الله في آخره. قال العلماء: يستحب أن يجهر بالتسمية لينبه غيره، فإن تركها عامدا أو نسيانا أو جاهلا أو مكرها أو عاجزا لعارض ثم تمكن في أثناء أكله يستحب له أن يسمي.
An-Nawawi mengatakan, “Anjuran membaca basamalah ketika memulai makan anjuran yang disepakati. Demikian pula dianjurkan untuk membaca hamdalah seusai makan.” Sebagian ulama mengatakan, ‘Dianjurkan untuk membaca basmalah dengan suara keras, dalam rangka mengingatkan yang lain. Jika dia tinggalkan secara sengaja atau karena lupa atau tidak tahu atau terpaksa atau tidak mampu karena sebab tertentu, kemudian memungkinkan untuk dia baca di tengah makan, maka dianjurkan membaca basamalah ketika itu.’ (Umdatul Qori, 21/28).

Basmalah Mengusir Setan
Salah satu manfaat besar baca basmalah adalah agar setan tidak turut makan hidangan yang kita nikmati.
Sahabat Hudzaifah radhiyallahu 'anhu menceritakan,
Apabila kami makan bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, tidak ada satupun sahabat yang berani meletakkan tangannya di makanan, sampai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang memulainya.
Suatu ketika, kami hendak makan bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Tiba-tiba datang gadis kecil seolah dia didorong, untuk mengambil makanan itu. Seketika tangannya langsung dipegang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
Tiba-tiba datang lagi orang badui, seolah dia didorong, dan tangannya langsung dipegang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
Selanjutnya beliau bersabda,
إِنَّ الشَّيْطَانَ يَسْتَحِلُّ الطَّعَامَ أَنْ لاَ يُذْكَرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ جَاءَ بِهَذِهِ الْجَارِيَةِ لِيَسْتَحِلَّ بِهَا فَأَخَذْتُ بِيَدِهَا فَجَاءَ بِهَذَا الأَعْرَابِىِّ لِيَسْتَحِلَّ بِهِ فَأَخَذْتُ بِيَدِهِ وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ إِنَّ يَدَهُ فِى يَدِى مَعَ يَدِهَا
“Sesungguhnya setan memiliki kesempatan untuk mengambil makanan yang tidak dibacakan basmalah.
Setan datang dengan mendorong gadis kecil ini, agar dapat kesempatan untuk makan. Hingga aku pegang tangannya.  Lalu dia datang dengan mendorong orang arab badui ini dan aku pegang tangannya. Demi Allah, Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya tangan setan sedang saya pegang bersama tangan gadis ini. (HR. Ahmad 23950 & Muslim 5378)

Karena itu, sekalipun mayoritas ulama menilainya sunah yang ditekankan, tidak selayaknya hal ini kita sepelekan. Jangan lupakan basmalah sebelum makan.

Allahu a’lam

Hukum Thawaf dengan Sekuter Elektrik (segway board)



Bagaimana hukum thawaf menggunakan segway board, semacam sekuter elektrik? Ada rekaman video orang thawaf dengan menggunakan alat semacam ini, dan sempat ramai di kalangan netizen.. bahkan diangkat di beberapa media massa, dg kritik kpd ulama saudi yang mendiamkan keadaan ini. Mohon pencerahannya..

Jawab:
Untuk kesekian kalinya kita mengingatkan sebuah pepatah yang mengatakan,
الناس أعداء ما جَهلوا
“Manusia akan memusuhi sesuatu yang tidak dia kenal.”

Orang indonesia menyebutnya, tak kenal maka tak sayang. Karena jiwa kita bisa berinteraksi akrab dengan sesuatu yang telah dia kenal.

Dalam al-Quran Allah menyinggung kebiasaan buruk ini. Allah menceritakan keadaan orang kafir yang membantah nabi mereka. Karena mereka tidak kenal dengan kebenaran ajaran nabinya. Allah menngatakan,
وَإِذْ لَمْ يَهْتَدُوا بِهِ فَسَيَقُولُونَ هَذَا إِفْكٌ قَدِيمٌ
“Karena mereka tidak mendapat petunjuk dengannya maka mereka akan berkata: “Ini adalah dusta yang lama.” (QS. al-Ahqaf: 11).

Pada saat orang kafir mendengar ajakan dan dakwah nabi mereka, mereka menyalahkannya dan menuduhnya pendusta, memalsu wahyu, dst. Tentu saja yang bermasalah bukan dakwah nabinya, namun kebodohan orang kafir tentang kebenaran, lantaran mereka tidak mendapatkan petunjuk tentang itu, lalu mereka mengingkarinya.

Sayangnya kebiasaan jahiliyah semacam ini, terkadang ditiru sebagian kaum muslimin. Terutama mereka yang berjiwa sensitif di dunia maya. Lempar komentar buang muka, yang penting kan tidak sama-sama kenal.

Dua Pesan
Izinkan saya menyamaikan dua pesan kepada pembaca konsultasi syariah. Semoga pesan ini bermanfaat selama anda berselancar di dunia maya,
Pertama, jangan komentar ketika tidak tahu.
Terutama orang yang gatal dengan komentar. Tidak tahu, menjadi pemicu terbesar orang nekat berkomentar miring. Saling mencela, menghina, memaki, atau memotivasi untuk menolak kebenaran, membela kebatilan.

Seharusnya kita berfikir, tidak ada istilah gratis untuk setiap komentar yang kita cantumkan. Semua akan dipertanggung jawabkan di akhirat.
Barangkali saat ini kita tidak pernah merasa komentar itu akan menjadi masalah besar bagi kita. Tapi kita tidak boleh merasa aman, bisa jadi yang saat ini tidak terbayang, ternyata Allah wujudkan di akhirat sebagai tumpukan dosa yang sangat besar,
وَبَدَا لَهُمْ مِنَ اللَّهِ مَا لَمْ يَكُونُوا يَحْتَسِبُونَ
“Lalu itampakkan dengan jelas bagi mereka, azab dari Allah yang belum pernah mereka bayangkan.” (QS. az-Zumar: 47)
Muhammad bin al-Munkadir - ulama besar zaman tabiin - pernah mengalami ketakutan ketika sakit. Ketika beliau ditanya sebabnya, beliau menjawab,
أخاف آية من كتاب الله "وبدا لهم من الله ما لم يكونوا يحتسبون" فأنا أخشى أن يبدو لي ما لم أكن أحتسب
Saya takut ayat Allah yang menyatakan, “Lalu itampakkan dengan jelas bagi mereka, azab dari Allah yang belum pernah mereka bayangkan”, Saya takut, jangan-jangan ditampakkan dosa yang belum pernah terbayang olehku.

Kedua, jangan pernah mengambil kesimpulan masalah agama dari media massa
Mereka bukan tempat belajar. Masih sangat rentan dengan wartawan asmuni (asal muni), yang penting memenuhi target berita dan tulisan. Terlebih untuk media berwawasan liberal, mereka buat itu berita sebagai sarana untuk menyudutkan kaum muslimin. Tentu saja tidak lepas dari pemlintiran dan penyelewengan fakta.
Kecuali jika anda bersedia untuk mengikuti rujukan yang keliru,
وَمَنْ يَكُنِ الْغُرَابُ لَهُ دَلِيْلاً
                                    يَمُرُّ بِهِ عَلَى جِيَفِ الْكِلاَبِ

Barangsiapa yang burung gagak sebagai petunjuk jalannya
Pasti dia akan mengantarkan jalan melewati bangkai-bangkai anjing. (Al-Mustathraf 1/79)

Dari mana media massa itu tahu kalau ulama saudi mendiamkannya??
Apakah mereka merasa lebih sensitif dalam masalah ibadah dari pada ulama?
Andai orang yang minim pengetahuan agama itu diam, niscaya kebodohannya tidak akan terbongkar,
كم جاهل متواضع ستر التواضع جهله
‘Betapa banyak orang bodoh yang rendah hati, sehingga kerendahan hatinya menutupi kebodohannya’

Hukum Thawaf dengan Segway (Sekuter Elektrik)
Mengenai thawaf dengan segway, telah lama ulama membahasnya. Karena ini tidak berbeda dengan hukum thawaf di atas hewan tunggangan.
Ulama telah membahas masalah ini, hukum thawaf di atas kendaraan.
Sebelumnya kita sebutkan beberapa hadis yang menceritakan hal ini,
Pertama, hadis dari Abu Thufail, Amir bin Watsilah radhiyallahu 'anhu, beliau menceritakan,
رَأَيْتُ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- يَطُوفُ بِالْبَيْتِ عَلَى رَاحِلَتِهِ يَسْتَلِمُ الرُّكْنَ بِمِحْجَنِهِ ثُمَّ يُقَبِّلُهُ
 Aku melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam thawaf di atas tunggangannya. Beliau menyentuh ruku hajar aswad dengan tongkatnya, lalu beliau menciium tongkat itu. (HR. Ahmad 23798, Abu Daud 1881, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).

Kedua, hadis dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu 'anhuma, beliau mengatakan,
طَافَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ عَلَى رَاحِلَتِهِ بِالْبَيْتِ، وَبِالصَّفَا وَالْمَرْوَةِ، لِيَرَاهُ النَّاسُ وَلِيُشْرِفَ، وَلِيَسْأَلُوهُ
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan thawaf di ka’bah ketika haji wada’ di atas tunggangannya. Beliau juga melakukan sai antara shafa dan marwah di atas tunggangan, agar dilihat banyak orang, beliau tampakan dirinya agar mereka bertanya kepada beliau. (HR. Ahmad 14415 dan Muslim 3134)

Ketiga, hadis dari Ummu Salamah radhiyallahu 'anha, bahwa beliau mengalami sakit ketika haji. Kemudian beliau bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menyuruhnya,
طُوفِي مِنْ وَرَاءِ النَّاسِ وَأَنْتِ رَاكِبَةٌ
“Lakukanlah thawaf di belakang jamaah sambil naik tunggangan.” (HR. Ahmad 26485, Bukhari 464, dan Muslim 3137).

Keempat, hadis dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- طَافَ فِى حَجَّةِ الْوَدَاعِ عَلَى بَعِيرٍ يَسْتَلِمُ الرُّكْنَ بِمِحْجَنٍ
Bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan thawaf ketika haji wada’ di atas onta beliau. Beliau menyentuh hajar aswad dengan tongkatnya. (HR. Muslim 3132, Nasai 2967 dan yang lainnya.)

Berdasarkan beberapa hadis di atas, kita akan sebutkan kesimpulan ulama,
Pertama, mereka sepakat bahwa orang sakit atau memiliki udzur, boleh thawaf di atas kendaraan, tunggangan, kursi roda atau alat lainnya.
Dalam Ensiklopedi Fiqh dinyatakan,
لا خلاف بين الفقهاء في صحة طواف الراكب إذا كان له عذر
Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang keabsahan thawaf di atas kendaraan bagi yang memiliki udzur. (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, 23/123).
Mereka berdalil dengan hadis Ummu Salamah yang disarankan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam untuk thawaf dengan naik hewan tunggangan, karena sakit.

Termasuk udzur adalah adanya kebutuhan dan maslahat besar dengan naik kendaraan ketika thawaf. Sebagaimana yang dilakukan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam seperti yang diceritakan sahabat Jabir. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam thawaf dan sai di atas kendaraan, agar beliau bisa dilihat banyak orang sehingga mereka mengetahui Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan bertanya kepada beliau tentang masalah agama.

Kedua, ulama berbeda pendapat mengenai hukum thawaf di atas kendaraan bagi yang tidak memiliki udzur.
Pendapat pertama, thawaf wajib dilakukan dengan jalan kaki bagi yang mampu dan tidak ada udzur
Ini pendapat Hanafiyah, Malikiyah, dan Imam Ahmad dalam salah satu riwayat.
Dalam Ensiklopedi Fiqh dinyatakan,
وذهب الحنفية والمالكية وأحمد في إحدى الروايات عنه، إلى أن المشي في الطواف من واجبات الطواف، فإن طاف راكبا بلا عذر وهو قادر على المشي وجب عليه دم
Hanafiyah, Malikiyah, dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad menyatakan pendapat bahwa berjalan merupakan bagian kewajiban dalam thawaf. Jika ada orang yang thawaf di atas kendaraan tanpa udzur, dan dia mampu berjalan, maka wajib bayar dam.
Diantara dalil yang mendukung pendapat ini,
Alasan pertama,  Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menyamakan thawaf dengan shalat. Seagaimana orang shalat fardhu harus dilakukan sambil berdiri, thawaf juga harus dilakukan dengan jalan kaki.
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
الطَّوَافُ بِالْبَيْتِ بِمَنْزِلَةِ الصَّلاَةِ
“Thawaf di ka’bah itu seperti shalat.” (HR. Hakim 2/267 dan dishahihkan ad-Dzahabi)

Alasan kedua, bahwa thawaf adalah ibadah yang terkait dengan ka’bah. Sehingga tidak boleh dilakukan di atas kendaraan, tanpa udzur seperti shalat. Ketika dilakukan di atas kendaraan, ada yang kurang dalam thawafnya, sehingga harus ditutupi dengan bayar dam.
Hanya saja, menurut hanafiyah, ada sedikit beda, thawaf di atas kendaraan tanpa udzur, wajib diulang jika masih di Mekah dan wajib bayar dam jika sudah pulang.

Pendapat kedua, thawaf di atas kendaraan tanpa udzur hukumya sah dan tidak wajib bayar dam.
Ini merupakan pendapat Syafiiyah dan Imam salah satu riwayat. Hanya saja Imam as-Syafii memakruhkan, jika hewan tunggangan yang dibawa bisa mengotori masjidil haram.
Dalam Hasyiyah al-Qolyubi dinyatakan,
ولو طاف راكبا بلا عذر جاز بلا كراهة .قال الإمام : وإدخال البهيمة التي لا يؤمن تلويثها المسجد مكروه
Orang yang thawaf dengan berkendaraan tanpa udzur, hukumnya boleh dan tidak makruh. Imam as-Syafii mengatakan, “Membawa hewan tunggangan yang bisa mengotori masjid, makruh.” (Hasyiyah al-Qolyubi wa Umairah, 6/57)

Alasan pendapat ini,
Alasan pertama, hadis Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, beliau menceritakan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan thawaf di atas onta beliau dan hadis jabir dimana Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menampakkan dirinya di hadapan banyak sahabat, bahwa beliau thawaf dan sai di atas tunggangan beliau.

Alasan kedua, bahwa Allah perintahkan manusia untuk melakukan thawaf, tanpa menjelaskan tata caranya.
Allah berfirman,
وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ
“Lakukanlah thawaf di rumah tua (ka’bah)”. (QS. al-Hajj: 29)
Ulama syafiiyah menjelaskan bahwa perintah mutlak (tanpa batasan). Artinya, dilakukan dengan cara bagaimanapun statusnya sah. Karena inti dari thawaf adalah mengelilingi ka’bah sebanyak 7 kali, dengan niat ibadah. Sementara kita tidak boleh memberikan batasan mengenai tata cara thawaf, tanpa dalil.

Alasan ketiga, bahwa yang dimaksud sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, “Thawaf itu seperti shalat” maksudnya adalah thawaf harus dilakukan dalam kondisi suci dari hadats besar dan kecil, seperti orang yang shalat. Sehingga tidak ada hubungannya dengan berjalan dan berkendaraan.
(al-Mausu'ah al-Fiqhiyah, 23/124)

Berdasarkan keteranan di atas, insyaaAllah pendapat yang lebih kuat adalah thawaf dengan menggunakan sekuter listri hukumnya boleh, selama tidak mengganggu orang lain dan tidak mengotori masjid.

Allahu a’lam