NGOBAR ASSALAM

Ngobar Assalam, ikuti dan kunjungi Ngobar Assalam di Masjid Assalam Minomartani setiap hari Minggu Pagi sehabis sholat jama'ah Subuh.

Rabu, 25 November 2015

Mengapa Sebaiknya Mengatakan Fii Amanillah daripada Selamat Jalan?


Kutubers, jika ada anggota keluarga kita yang akan pergi meninggalkan rumah untuk bekerja atau pergi ke suatu tempat, biasanya kita akan dengan refleks mengucapkan selamat jalan, goodbye, dadah, sampai jumpa, dan lain-lain.

Ternyata dalam Bahasa Arab, ada kata yang sebanding bahkan jauh lebih baik artinya dibandingkan selamat jalan, yaitu fii amanillah. Mengapa kita sebaiknya mengatakan fii amanillah daripada hati-hati pada orang yang akan bepergian? Simak penjelasan lengkapnya berikut ini.

Islam menawarkan pengganti yang lebih baik bagi kita saat mengucapkan ketika akan berpisah yaitu fii amanillah yang artinya (semoga engkau) dalam lindungan Allah.

Hal ini yang menunjukkan rasa peduli kita saat saudara atau anggota keluarga kita akan pergi dengan mengucapkan fii amanillah, artinya kita juga sedang mendoakannya, agar ketika dalam perjalanan ia selalu dilindungi Allah Swt.

Perlindungan yang Allah berikan pada hamba-Nya berupa perlindungan dari musibah, dari sakit atau hal buruk lainnya.

Islam menunjukkan budaya yang saling mencintai sesama muslim, berdoa bagi keselamatan orang yang kita sayangi, tentu lebih tinggi nilainya dibandingkan hanya mengatakan dadah, selamat jalan, sampai jumpa, dan lainnya.

Perkataan fii amanillah ini, bukan sekedar perkataan ikut-ikutan, yang ingin terlihat arab-araban.  Tapi kita melakukannya atas dasar kepahaman, atas dasar keagungan Allah Swt Yang Maha Melindungi hamba-Nya.

Karena makna yang terkandung di dalamnya bukan hanya sekedar ucapan untuk mengakhiri pertemuan, tapi juga mendoakan saudara kita agar diberikan perlindungan oleh Allah.
Islam mengajarkan kita untuk selalu berdoa, ketika akan melakukan sesuatu, mohon pada Allah, kebaikan bagi yang memberi doa, perlindungan bagi saudara yang berpergian, kedamaian, keselamatan, dan berkah untuk saudara muslim yang dijumpai.

Doa yang kita panjatkan adalah bukti cinta kita pada saudara kita.
Mari kita budayakan kata-kata dan juga doa-doa terbaik untuk saudara kita.

Semoga bermanfaat.
Referensi: dari berbagai sumber

Sesungguhnya ijma’ (kesepakatan) imam mazhab

Syaikhul Islam mengatakan,

أَهْلُ السُّنَّةِ لَمْ يَقُلْ أَحَدٌ مِنْهُمْ: إِنَّ إِجْمَاعَ الأئِمَّةِ الأرْبَعَةِ حُجَّةٌ مَعْصُومَةٌ! وَلا قَالَ: إِنَّ الْحَقَّ مُنْحَصِرٌ فِيهَا! وَإِنَّ مَا خَرَجَ عَنْهَا بَاطِلٌ! بَلْ إِذَا قَالَ مَنْ لَيْسَ مِنْ أَتْبَاعِ الأئِمَّةِ – كَسُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ، وَالأوْزَاعِيِّ، وَاللَّيْثِ بْنِ سَعْدٍ- وَمَنْ قَبْلَهُمْ وَمَنْ بَعْدَهُمْ- مِنَ الْمُجْتَهِدِينَ- قَوْلاً يُخَالِفُ قَوْلَ الأئِمَّةِ الأرْبَعَةِ : رُدَّ مَا تَنَازَعُوا فِيهِ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ ، وَكَانَ الْقَوْلُ الرَّاجِحُ هُوَ الْقَوْلَ الَّذِي قَامَ عَلَيْهِ

Tak ada seorang pun ulama Ahlus Sunnah yang mengatakan, “Sesungguhnya ijma’ (kesepakatan) imam mazhab yang empat adalah hujjah yang ma’shum!” Tidak ada juga yang mengatakan,

“Sesungguhnya kebenaran itu hanya ada di dalamnya (dalam lingkup keempat imam mazhab), dan sungguh apa yang keluar dari (lingkup keempat imam mazhab) adalah kebatilan.” Bahkan (sudah seharusnya), jika ada mujtahid yang tidak termasuk sebagai pengikut imam mazhab –seperti Sufyan ats-Tsauri, al-Auza’i, al-Laits bin Sa’d, dan juga orang-orang sebelum dan sesudah mereka- mengucapkan ucapan yang bertentangan dengan perkataan keempat imam mazhab, maka kembalikanlah perkara yang bertentangan itu kepada Allah (al-Quran) dan rasul-Nya (Sunnah), karena ucapan yang benar itu adalah ucapan yang dibangun di atas dalil … (Minhaj as-Sunnah an-Nabawiyyah, 3/412)

TERSENYUMLAH JIKA ANDA DIHINA DAN DIRENDAHKAN

.


RIBUAN MALAIKAT AKAN MENDOAKAN ANDA SEMUA.

-------------------------------

Suatu hari, Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam bertamu ke rumah Abu Bakar Ash-Shidiq.

Ketika bercengkrama dengan Rasulullah, tiba-tiba datang seorang Arab Badui menemui Abu Bakar dan langsung mencela Abu Bakar.
Makian, kata-kata kotor keluar dari mulut orang itu.
Namun, Abu Bakar tidak menghiraukannya.
Ia melanjutkan perbincangan dengan Rasulullah.

Melihat hal ini, Rasulullah tersenyum.
Kemudian, orang Arab Badui itu kembali memaki Abu Bakar.
Kali ini, makian dan hinaannya lebih kasar.
Namun, dengan keimanan yang kokoh serta kesabarannya,
Abu Bakar tetap membiarkan orang tersebut.

Rasulullah kembali memberikan senyum....
Semakin marahlah orang Arab Badui tersebut.
Untuk ketiga kalinya, ia mencerca Abu Bakar dengan makian yang lebih menyakitkan.
Kali ini, selaku manusia biasa yang memiliki hawa nafsu,
Abu Bakar tidak dapat menahan amarahnya.
Dibalasnya makian orang Arab Badui tersebut dengan makian pula.

Terjadilah perang mulut.
Seketika itu, Rasulullah beranjak dari tempat duduknya.
Ia meninggalkan Abu Bakar tanpa mengucapkan salam.

Melihat hal ini, selaku tuan rumah, Abu Bakar tersadar dan menjadi bingung. Dikejarnya Rasulullah yang sudah sampai halaman rumah.
Kemudian Abu Bakar berkata,
"Wahai Rasulullah, janganlah Anda biarkan aku dalam kebingungan yang sangat. Jika aku berbuat kesalahan, jelaskan kesalahanku!"
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam menjawab,
"Sewaktu ada seorang Arab Badui datang dengan membawa kemarahan serta fitnahan lalu mencelamu, kulihat tenang, diam dan engkau tidak membalas,
aku bangga melihat engkau orang yang kuat mengahadapi tantangan, menghadapi fitnah, kuat menghadapi cacian, dan aku tersenyum karena ribuan malaikat di sekelilingmu mendoakan dan memohonkan ampun kepadamu, kepada Allah Ta'ala.
"Begitu pun yang kedua kali, ketika ia mencelamu dan engkau tetap membiarkannya, maka para malaikat semakin bertambah banyak jumlahnya. Oleh sebab itu, aku tersenyum.
Namun, ketika kali ketiga ia mencelamu dan engkau menanggapinya, dan engkau membalasnya, maka seluruh malaikat pergi meninggalkanmu.
Hadirlah iblis di sisimu.
Oleh karena itu, aku tidak ingin berdekatan dengan kamu aku tidak ingin berdekatan dengannya, dan aku tidak memberikan salam kepadanya.

Setelah itu menangislah abu bakar ketika diberitahu tentang rahasia kesabaran bahwa itu adalah kemuliaan yang terselubung...

Subhanallah....

Semoga kita semua tergolong orang-orang yang Sabar dan berakhlak yang Mulia dan menjadi  penuntut ilmu yg selalu menghormati para ulama-ulama


"Kitab Sejarah Khalifah Abu Bakar Siddiq Ra, Syaikh S. Al Mubarakfury"

Amalan ketika Hujan

Amalan ketika Hujan

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Kita bersyukur kepada Allah, hujan yang kita nanti-nantikan telah tiba. Kita berharap, semoga hujan yang Allah turunkan, menjadi keberkahan bagi kehidupan manusia dan lingkungannya.

Sebagai tanda syukur kepada Allah atas nikmat hujan yang Allah turunkan, sejenak kita akan mempelajari beberapa amalan sunah ketika hujan,

Pertama, merasa takut ketika melihat mendung gelap

Diantara kebiasaan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau sangat takut ketika melihat mendung yang sangat gelap. Karena kehadiran mendung gelap, merupakan mukadimah adzab yang Allah berikan kepada umat-umat di masa silam. Sebagaimana yang terjadi pada kaum ‘Ad.

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata,

أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا رَأَى نَاشِئًا فِى أُفُقِ السَّمَاءِ تَرَكَ الْعَمَلَ وَإِنْ كَانَ فِى صَلاَةٍ ثُمَّ يَقُولُ « اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا ». فَإِنْ مُطِرَ قَالَ « اللَّهُمَّ صَيِّبًا هَنِيئًا »

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila melihat awan gelap di ufuk langit, beliau meninggalkan aktivitasnya meskipun dalam shalat. Lalu beliau membaca, ‘Allahumma inni a’udzubika min syarriha’ [Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keburukannya].” Apabila turun hujan, beliau membaca ‘Allahumma Shayyiban Hani’a’ [Ya Allah jadikanlah hujan ini sebagi hujan yang bermanfaat] (HR. Abu Daud 5101 dan dishahihkan al-Albani)

Mengapa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggalkan semua aktivitasnya?

Karena beliau takut, beliau keluar masuk rumah sambil berdoa memohon perlindungan kepada Allah dari keburukan awan itu.

A’isyah Radhiyallahu ‘anha menceritakan,

كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا رَأَى مَخِيلَةً فِى السَّمَاءِ أَقْبَلَ وَأَدْبَرَ وَدَخَلَ وَخَرَجَ وَتَغَيَّرَ وَجْهُهُ ، فَإِذَا أَمْطَرَتِ السَّمَاءُ سُرِّىَ عَنْهُ ، فَعَرَّفَتْهُ عَائِشَةُ ذَلِكَ ، فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « مَا أَدْرِى لَعَلَّهُ كَمَا قَالَ قَوْمٌ ( فَلَمَّا رَأَوْهُ عَارِضًا مُسْتَقْبِلَ أَوْدِيَتِهِمْ .

Apabila Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat mendung gelap di lanngit, beliau tidak tenang, keluar masuk, dan wajahnya berubah. Ketika hujan turun, baru beliau merasa bahagia. A’isyahpun bertanya kepada beliau apa sebabnya. Jawab Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Saya tidak tahu ini mendung seperti apa. Bisa jadi ini seperti yang disampaikan kaum ‘Ad, “Tatkala mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka, berkatalah mereka: “Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami”. (Bukan!) bahkan itulah azab yang kamu minta supaya datang dengan segera (yaitu) angin yang mengandung azab yang pedih” (HR. Bukhari 3206).

Kedua, Membaca doa ketika ada angin kencang

Ketika ada angin kencang, dianjurkan membaca doa,

اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا فِيهَا وَخَيْرَ مَا أُرْسِلَتْ بِهِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ مَا فِيهَا وَشَرِّ مَا أُرْسِلَتْ بِهِ

Ya Allah, aku memohon kepadamu kebaikan angin ini, kebaikan yang dibawa angin ini, dan kebaikan angin ini diutus. Dan aku berlindung kepada-Mu, dari keburukan angin ini, keburukan yang dibawa angin ini, dan keburukan angin ini diutus.

A’isyah Radhiyallahu ‘anha menceritakan,

كَانَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا عَصَفَتِ الرِّيحُ قَالَ « اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا فِيهَا وَخَيْرَ مَا أُرْسِلَتْ بِهِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ مَا فِيهَا وَشَرِّ مَا أُرْسِلَتْ بِهِ »

Apabila ada angin bertiup, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca doa,

[doa di atas]

Ya Allah, aku memohon kepadamu kebaikan angin ini, kebaikan yang dibawa angin ini, dan kebaikan angin ini diutus. Dan aku berlindung kepada-Mu, dari keburukan angin ini, keburukan yang dibawa angin ini, dan keburukan angin ini diutus. (HR. Muslim 2122).

Ketiga, Membaca doa ketika hujan turun

Ketika hujan turun, dianjurkan membaca,

اللَّهُمَّ صَيِّباً ناَفِعاً

“Allahumma shoyyiban naafi’aa”

[Ya Allah, turunkanlah hujan yang bermanfaat].”

Dari Ummul Mukminin, A’isyah radhiyallahu ‘anha,

إِنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا رَأَى الْمَطَرَ قَالَ: اللَّهُمَّ صَيِّباً نَافِعاً

”Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ketika melihat turunnya hujan, beliau mengucapkan, ”Allahumma shoyyiban nafi’an” [Ya Allah turunkanlah pada kami hujan yang bermanfaat].” (HR. HR. Ahmad no. 24190, Bukhari no. 1032, dan yang lainnya).

Dalam riwayat lain, beliau membaca,

اللَّهُمَّ صَيِّبًا هَنِيئًا

“Allahumma shoyyiban hani’an”

[Ya Allah, turunkanlah hujan yang bermanfaat].”

Keempat, Perbanyak doa ketika turun hujan

Dari Sahl bin Sa’d, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

ثِنْتَانِ مَا تُرَدَّانِ الدُّعَاءُ عِنْدَ النِّدَاءِوَ تَحْتَ المَطَرِ

“Dua doa yang tidak akan ditolak: doa ketika azan dan doa ketika ketika hujan turun.” (HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi; dan dihasankan al-Albani; lihat Shahihul Jami’, no. 3078)

Turunnya Hujan, Kesempatan Terbaik untuk Memanjatkan Do’a

Ibnu Qudamah dalam Al Mughni mengatakan, “Dianjurkan untuk berdo’a ketika turunnya hujan, sebagaimana diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

اُطْلُبُوا اسْتِجَابَةَ الدُّعَاءِ عِنْدَ ثَلَاثٍ : عِنْدَ الْتِقَاءِ الْجُيُوشِ ، وَإِقَامَةِ الصَّلَاةِ ، وَنُزُولِ الْغَيْثِ

’Carilah do’a yang mustajab pada tiga keadaan : Bertemunya dua pasukan, Menjelang shalat dilaksanakan, dan Saat hujan turun.” (al-Mughni, 2/294)

Demikian beberapa adab yang bisa kita rutinkan selama musim hujan. Semoga Allah memberikan keberkahan di musim hujan ini.

Kelima, Ngalap Berkah dari Air Hujan

Dalam al-Quran, Allah menyebut hujan sebagai sesuatu yang diberkahi,

وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً مُبَارَكًا فَأَنْبَتْنَا بِهِ جَنَّاتٍ وَحَبَّ الْحَصِيدِ

Kami turunkan dari langit air yang berkah (banyak manfaatnya) lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam. (QS. Qaf: 9)

Diantara bentuk ngalap berkah (tabarruk) yang diperbolehkan dalam syariat adalah ngalap berkah dengan air hujan. Bentuknya, dengan menghujankan sebagian anggota tubuh kita. Mengapa ini diizinkan? Jawabnya, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukannya.

Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu menceritakan,

“Kami pernah kehujanan bersama Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyingkap bajunya, lalu beliau guyurkan badannya dengan hujan. Kamipun bertanya, “Wahai Rasulullah, mengapa anda melakukan demikian?” Jawab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

لأَنَّهُ حَدِيثُ عَهْدٍ بِرَبِّهِ تَعَالَى

“Karena hujan ini baru saja Allah ciptakan.” (HR. Ahmad 12700, Muslim 2120, dan yang lainnya).

An Nawawi menjelaskan,

ومعناه أَنَّ الْمَطَرَ رَحْمَةٌ وَهِيَ قَرِيبَةُ الْعَهْدِ بِخَلْقِ اللَّهِ تَعَالَى لَهَا فَيُتَبَرَّكُ بِهَا

“Makna hadits ini adalah hujan itu rahmat. Rahmat yang baru saja diciptakan oleh Allah Ta’ala. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertabaruk (mengambil berkah) darinya.” (Syarh Shahih Muslim, 6/195).

Kapan Dianjurkan Ngalap Berkah?

Kita simak keterangan an Nawawi,

وَفِي هَذَا الْحَدِيثِ دَلِيلٌ لِقَوْلِ أَصْحَابِنَا أَنَّهُ يُسْتَحَبُّ عِنْدَ أَوَّلِ الْمَطَرِ أَنْ يَكْشِفَ غَيْرَ عَوْرَتِهِ لِيَنَالَهُ الْمَطَرُ

“Dalam hadits ini terdapat dalil yang pendukung pendapat ulama syafi’iyah tentang anjuran menyingkap bagian badan selain aurat pada awal turunnya hujan, agar bisa terguyur air hujan.” (Syarh Shahih Muslim, 6/196).

Contoh Bentuk Ngalap Berkah dengan Hujan

Praktek ngalap berkah ketika turun hujan, juga dilakukan oleh Ibnu Abbas. Ketika hujan turun, Ibnu Abbas menyuruh pembantunya (Jariyah) untuk mengeluarkan barang-barangnya, agar terkena hujan.

Dari Ibnu Abi Mulaikah, dari Ibnu ‘Abbas,

أَنَّهُ كَانَ إِذَا أَمْطَرَتِ السَّمَاءُ، يَقُوْلُ: “يَا جَارِيَّةُ ! أَخْرِجِي سَرْجِي، أَخْرِجِي ثِيَابِي، وَيَقُوْلُ: وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً مُبَارَكاً

“Apabila turun hujan, beliau mengatakan, ”Wahai jariyah keluarkanlah pelanaku, juga bajuku”.” Lalu beliau membaca (ayat),

وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً مُبَارَكاً

“Dan Kami menurunkan dari langit air yang penuh barokah (banyak manfaatnya).” (QS. Qaaf: 9).” (HR. Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad, no. 1228 dan dinyatakan shahih mauquf, sampai Ibnu Abbas).

Keenam, Membaca doa ketika melihat atau mendengar suara petir

Doa ini menunjukkan pengagungan kita kepada Allah. Di saat kita terheran karena melihat fenomena alam yang mengerikan, kita memuji Allah yang telah menciptakannya.

Diantara doa yang dianjurkan untuk kita baca, doa ketika melihat atau mendengar petir.

سُبْحَانَ الَّذِى يُسَبِّحُ الرَّعْدُ بِحَمْدِهِ وَالْمَلاَئِكَةُ مِنْ خِيفَتِهِ

Maha Suci Dzat, petir itu bertasbih dengan memuji Allah, (demikian pula) para malaikat karena takut kepada-Nya.

Dari Amir, dari ayahnya Abdullah bin Zubair,

أَنَّهُ كَانَ إِذَا سَمِعَ الرَّعْدَ تَرَكَ الْحَدِيثَ وَقَالَ سُبْحَانَ الَّذِى يُسَبِّحُ الرَّعْدُ بِحَمْدِهِ وَالْمَلاَئِكَةُ مِنْ خِيفَتِهِ. ثُمَّ يَقُولُ إِنَّ هَذَا لَوَعِيدٌ لأَهْلِ الأَرْضِ شَدِيدٌ

Apabila beliau mendengar petir, beliau berhenti bicara. Lalu membaca doa di atas. Kemudian beliau mengatakan, ‘Sungguh ini adalah ancaman keras bagi penduduk bumi.’ (al-Muwatha’, Malik, no. 1839 dan dihahihkan al-Albani dalam Shahih al-Kalim at-Thayib).

Demikianlah adab yang diajarkan dalam islam, mengisi setiap suasana keheranan, dan ketakutan dengan zikir dan memuji Sang Pencipta.

Ketujuh, Ketika Terjadi Hujan Lebat

Ketika turun hujan, kita berharap agar hujan yang Allah turunkan menjadi hujan yang mendatangkan berkah dan bukan hujan pengantar musibah. Karena itu, ketika hujan datang semakin lebat, dan dikhawatirkan membahayakan lingkungan, kita berdoa memohon agar hujan dialihkan ke daerah lain, agar lebih bermanfaat.

Di Madinah pernah terjadi hujan satu pekan berturut-turut, hingga banyak tanaman yang rusak dan binatang kebanjiran. Para sahabat meminta pada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam supaya berdo’a agar cuaca kembali menjadi cerah. Akhirnya beliau berdoa,

اللَّهُمّ حَوَالَيْنَا وَلَا عَلَيْنَا,اللَّهُمَّ عَلَى الْآكَامِ وَالْجِبَالِ وَالظِّرَابِ وَبُطُونِ الْأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ

Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami, bukan membahayakan kami. Ya Allah, turukanlah hujan ke dataran tinggi, gunung-gunung, bukit-bukit, perut lembah dan tempat tumbuhnya pepohonan.” (HR. Bukhari 1013 & Muslim 2116).

Doa ini juga dianjurkan ketika merasa khawatir akan terjadi banjir. Pembahasan ini bisa anda pelajari di : Doa Ketika Banjir

Senin, 16 November 2015

Struktur Bumi : Gempa



Arief Hermanto

Ngobar di Masjid As Salam
15 Nopember 2015


Surat Al A’raf (7)
Ayat 78 (kaum Tsamud, nabi Shalih)
Lalu datanglah gempa menimpa mereka, dan merekapun mati bergelimpangan di dalam reruntuhan rumah mereka.

Ayat  91 (penduduk Madyan, nabi Syuaib)
Sama dengan ayat 78

Surat Al ‘Ankabut (29)
ayat 37
Mereka mendustakannya (Syuaib),  sama dengan ayat 78 dan 91.
Surat Al A’raf (7)
Ayat 155
Dan Musa
memilih tujuh puluh orang dari kaumnya untuk (memohonkan taubat kepada Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan. Maka ketika mereka digoncang gempa bumi, Musa berkata: "Ya Tuhanku, kalau Engkau kehendaki, tentulah Engkau membinasakan mereka dan aku sebelum ini. …

Gempa (earthquake) ada 2 jenis :

1)
Gempa Tektonik
disebabkan proses yang berkaitan dengan lempeng tektonik (tectonic plate)

2)
Gempa Vulkanik
disebabkan proses yang berkaitan dengan gunung api (volcano).

Lapisanlapisan Bumi
Inti (besi dan nikel), terdiri atas inti dalam yang padat dan inti luar yang setengah cair.
Mantel (padat-cair, sangat panas.

Kerak bumi : batuan padat.


Bagian kerak terdiri atas lempeng benua (kontinental) dan lempeng samudera (oseanik).
Lempeng samudera merupakan dasar dari lautan besar dan dalam seperti samudera pasifik , atlantik, hindia, antartika.

Bagian mantel berwujud padat-cair (sangat panas) berada dalam keadaan selalu mengalir secara berputar (konveksi)
seperti halnya ketika kita memanaskan air.
Bagian kerak menjadi terapung di atas aliran ini dan ikut bergerak.

Kerak bumi bukanlah suatu kesatuan, melainkan terpecah
atas beberapa lempeng tektonik.
Indonesia terletak pada lempeng Eurasia dan berbatasan
dengan lempeng Australia di Selatan dan lempeng Pasifik
di Timur.

Antara dua lempeng bisa terjadi 3 proses :
1)
Divergen : saling menjauh.
2)
Konvergen : saling mendekat dan menumbuk.
3) Transform :
gerak menyamping.

Antara 2 lempeng yang konvergen, salah satu akan bergerak
ke bawah (subduction). Karena gesekan dan panas batuan
mencair menjadi magma dan membentuk gunung api.
Terjadi gempa tektonik yaitu getaran lempeng yang merambat
ke atas.

Tempat terjadinya pelepasan energi disebut hiposenter.
Tempat di permukaan bumi tepat di atas hiposenter disebut
episenter.
Besarnya energi yang dilepaskan (magnitudo) dinyatakan dalam skala Richter. Kerusakan  (intensitas) dipengaruhi jarak.


Selasa, 10 November 2015

Kaidah Dalam Fiqh Jual Beli (Bagian 01)



Bismillah was shalatu was salamu 'ala Rasulillah, wa ba'du,
Imam al-Qarrafi mengatakan,
كل فقه لم يخرج على القواعد فليس بشيء
“Setiap kesimpulan fiqh yang tidak didasari qaidah, bukan fiqh yang kuat.” (ad-Dzakhirah, 1/55).

Dengan mempelajari kaidah dalam fiqh, akan memudahkan setiap muslim untuk memahami banyak kajian fiqh.

Di kesempatan ini, kita akan membahas beberapa kaidah seputar fiqh jual beli. Semoga bisa memudahkan para pembaca untuk memahami fiqh muamalah maliyah, yang selama ini dianggap sebagai ilmu paling sulit dipelajari.

Kaidah pertama,
Hukum Asal Jual Beli Adalah Mubah

Kaidah menyatakan,
الأصل في المعاملات الحل والإباحة
“Hukum asal dalam muamalah adalah halal dan mubah”

Aktivitas manusia di dunia ini bisa kita bagi menjadi 2:
[1] Aktivitas ibadah
[2] Aktivitas non Ibadah

Untuk aktivitas ibadah, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memberi batasan, semua kegiatan ibadah harus ada dalilnya. Tanpa dalil, kegiatan ibadah itu tidak diterima. Kita sepakat, semua manusia buta akhirat. Bahkan mereka juga buta tentang cara untuk bisa mendapatkan kebahagiaan akhirat. Sehingga Allah turunkan wahyu, yang disampaikan melalui manusia pilihan-Nya yaitu para nabi. Sehingga tidak ada cara yang dibenarkan untuk mendapatkan jalan akhirat, selain mengikuti petunjuk para nabi.  
Karena itulah, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menegaskan, setiap kegiatan agama, tanpa panduan dari beliau, tidak akan diterima. Beliau bersabda,
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا ، فَهْوَ رَدٌّ
Siapa yang melakukan amalan ibadah yang tidak ada ajarannya dari kami, maka amal itu tertolak. (HR. Muslim 4590).

Berbeda dengan aktivitas yang kedua, aktivitas non ibadah, manusia diberi hak untuk berkreasi, melakukan kegiatan apapun yang bisa memberikan kebaikan untuk dirinya, selama tidak melanggar larangan.
Bahkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menegaskan, bahwa umatnya lebih tentang urusan dunia mereka.
Dalam hadis yang sangat terkenal, yang menyatakan,
أنتم أعلم بأمور دنياكم
“Kalian lebih tahu tentang urusan dunia kalian.”  

Hukum Asalnya Halal
Allah ciptakan dunia dan seisinnya ini, dan Allah izinkan bagi manusia untuk memanfaatkannya. Allah berfirman,
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا
Dialah Dzat yang menciptakan untuk kalian, semua yang ada di muka bumi ini. (QS. al-Baqarah: 29)

Imam as-Sa’di mengatakan,
أي: خلق لكم، برا بكم ورحمة، جميع ما على الأرض، للانتفاع والاستمتاع والاعتبار
Artinya, dia ciptakan semua yang ada di muka bumi ini untuk kalian, sebagai kebaikan dan kasih sayang yang diberikan untuk kalian. Agar dimanfaatkan, dinikmati, dan diambil pelajaran. (Tafsir as-Sa’di, hlm. 48).

Sehingga apapun di alam ini, boleh dimanfaatkan manusia.
Hanya saja, pemanfaatan mereka dibatasi hak kepemilikan. Sehingga mansia hanya bisa memanfaatkan barang, jika:
[1] Barang itu milik sendiri.
[2] Mengadakan transaksi dengan orang lain, hingga terjadi perpindahan kepemilikan.
Jika kita mengambil hak orang lain tanpa transaksi yang dibenarkan, berarti termasuk memakan harta orang lain dengan cara yang batil.

Allah sampaikan ini dalam al-Quran,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian makan harta sesama kalian dengan cara yang batil, selain melalui perdagangan yang saling ridha diantara kalian. (QS. an-Nisa: 29).  

Berdasarkan ayat ini, manusia diberi kebebasan untuk melakukan transaksi yang menjadi syarat perpindahan kepemilikan, selama di sana ada unsur Saling ridha. Baik transaksi sepihak (tabarru’at), seperti sedekah, hibah, infaq, dst. atau transaksi dua pihak (muawwadhat), seperti jual beli, sewa-menyewa, tukar-menukar, dst.

Yang Haram itu Sedikit dan Terbatas
Disamping syariat memberikan kebebasan untuk melakukan transaksi, syariat juga memberikan batasan beberapa bentuk transaksi yang dilarang, sekalipun itu dilakukan saling ridha. Karena keterbatasan akal manusia, sehingga terkadang mereka tidak tahu unsur kedzaliman yang ada pada transaksi itu.
Seperti transaksi riba. Bagi sebagian masyarakat, riba tidak dianggap kedzaliman karena dilakukan saling ridha. Anggapan ini berasal dari keterbatasan mereka dalam memahami kedzaliman yang sebenarnya. Yang jika ini dilaranggar, akan merusaka kehidupan manusia.
Dan sebagai gantinya, Allah perbolehkan mereka melakukan jual beli.
Allah berfirman,
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (QS. al-Baqarah: 275)

Untuk itu, ada 3 catatan untuk Jual Beli yang Haram
1.       Jual beli yang haram itu hanya sedikit. Karena hukum asal jual beli adalah mubah
2.       Muamalat yang diharamkan, tujuan besarnya untuk menghindari setiap unsur kedzliman dan mewujudkan kemaslahatan di masyarakat.
3.       Jual beli yang Allah haramkan, kebanyakan diganti dengan transaksi yang halal. Seperti, Allah larang judi dan diganti dengan lomba. Allah larang riba, diganti dengan jual beli. 

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam Tidak Menciptakan Akad Transaksi
Model transaksi yang dipraktekkan di zaman para sahabat adalah melanjutkan bentuk transaksi yang sudah makruf di kalangan masyarakat sejak masa silam. Artinya, transaksi itu sudah ada sebelum Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam diutus.
Yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam hanyalah membatasi atau melarang, jika di sana ada unsur pelanggaran.
Kita bisa lihat beberapa kasus transaksi berikut,
[1] Transaksi salam
Transaksi ini terbiasa dilakukan penduduk Madinah, sebelum beliau tiba di Madinah. Artinya, transaksi ini sudah ada sejak zaman jahiliyah. Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam datang, beliau memberi batasan, agar transaksi salam tidak melanggar syariat.  
Ibnu Abbas menceritakan,
قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - الْمَدِينَةَ ، وَالنَّاسُ يُسْلِفُونَ فِى الثَّمَرِ الْعَامَ وَالْعَامَيْنِ - أَوْ ثَلاَثَةً، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ أَسْلَفَ فِى تَمْرٍ فَلْيُسْلِفْ فِى كَيْلٍ مَعْلُومٍ وَوَزْنٍ مَعْلُومٍ إِلَى أَجَلٍ مَعْلُومٍ »
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tiba di Madinah, sementara mereka telah melakukan transaksi salam dalam jual beli kurma, untuk masa setahun, dua tahun, atau tiga tahun. Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang melakukan transaksi salam, hendaknya dia tentukan nilai takarannya, timbangannya, dan batas waktunya. ” (HR. Bukhari 2239 & Muslim 4202).
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bukan orang yang menciptakan transaksi salam. Beliau hanya memberi batasan.

[2] Jual beli araya
Menukar kurma kering di tangan dengan kurma basah yang masih di tangkai, dengan cara perkiraan. Dan ini jelas riba, karena pasti ada selisih.
Sebelum islam datang ke Madinah, transaksi ini biasa dilakukan para masyarakat. Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam datang, beliau memberi keringanan maksimal 5 wasaq.
Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu mengatakan,
أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ - صلى الله عليه وسلم -  رَخَّصَ فِي بَيْعِ اَلْعَرَايَا بِخَرْصِهَا, فِيمَا دُونَ خَمْسَةِ أَوْسُقٍ, أَوْ فِي خَمْسَةِ أَوْسُقٍ
Bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memberi keringanan untuk jual beli araya dengan perkiraan, selama tidak melebihi 5 wasaq. (Muttafaq ‘alaih)

Yang ini menunjukkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menciptakan akad transaksi. Yang beliau lakukan adalah membatasi, agar tidak melanggar larangan.

Dengan demikian, termasuk ungkapan yang salah ketika ada orang yang menganjurkan,
‘Akad dan Transaksi harus sesuai sunnah’. Sekali lagi, ini kalimat yang salah. Karena akad dan transaksi bukan masalah ibadah.

Yang Penting Tidak Melanggar
Mengingat hukum asal transaksi adalah mubah, maka alam melakukan transaksi, tugas seorang muslim adalah memastikan bahwa transaksi yang dia lakukan, tidak melanggar larangan.
Karena itu, dalam pelaksanaan akad, orang tidak dituntut untuk mendatangka dalil, apakah akadnya pernah ada di zaman Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam atau tidak ada. Karena akad bukan masalah ibadah.  Sekalipun akad itu tidak ada contohnya di masa silam, akad ini bisa diterima, selama tidak melanggar syariat.
Sehingga yang lebih penting untuk dia ketahui bukan bagaimana cara membuat akad, tapi apakah ada larangan dalam akad itu.

Syaikhul Islam mengatakan,
فإنّ المسلمين إذا تعاقدوا بيْنهم عقودًا لم يكونوا يعلمون تحريمها وتحليلهَا فإنّ الفقهاء جميعًا ‏فيما أعلمه يُصحّحونهَا إذا لم يتعاقدوا تحريمها وإن كان العاقدُ حين إذن لم يكن يعلم تحليلهَا ‏لا بالجتهاد ولا بتقليد
Kaum muslimin, ketika mereka melakukan akad, mereka tidaktahu apakah itu halal ataukah haram. Dan para ulama semuanya – menurut yang saya tahu – menilai sah transaksi ini. Selama mereka tidak melakukan transaksi yang haram. Meskipun orang yang melakukan akad, ketika dia dibolehkan untuk berakad, dia tidak tahu kehalalannya, baik dengan ijtihad maupun dengan mengikuti ulama.

Kemudian Syaikhul Islam menegaskan, andai semua akad harus berdasarkan dalil, maka banyak akad yang tidak sah sampai orang itu tahu dalilnya,
فلو كان إذن الشارع الخاص شرطا في صحة العقود لم يصح عقد إلا بعد ثبوت إذنه كما لو حكم الحاكم بغير اجتهاد فإنه آثم وإن كان قد صادف الحق
Jika izin khusus dari syariat menjadi syarat sah akad, maka setiap akad yang dilakukan manusia menjadi tidak sah, sampai dia yakin ada dalilnya. Sebagaimana ketika ada hakim yang memutuskan tanpa melalui ijtihad, maka dia berdosa, meskipun bisa jadi sesuai kebenaran. (al-Qawaid an-Nuraniyah, hlm. 206)

Untuk itu, manusia boleh mengadakan model akad yg baru selama tidak ada unsur pelanggaran syariat

Allahu a’lam