NGOBAR ASSALAM

Ngobar Assalam, ikuti dan kunjungi Ngobar Assalam di Masjid Assalam Minomartani setiap hari Minggu Pagi sehabis sholat jama'ah Subuh.

Senin, 29 Juni 2015

Kultum Ramadhan: Kultum untuk Ilmu



Assalamu alaikum wa rahmatullah wa barakaatuh,

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ لَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ وَنُودُوا أَنْ تِلْكُمُ الْجَنَّةُ أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن، أَمَّا بَعْدُ

Kaum muslimin yang berbahagia,
Ketika ramadhan tiba, kita dijejali dengan berbagai macam kultum dan ceramah yang datang bertubi-tubi. Setiap pagi dan sore, melayang di ruang dengar kita berbagai macam nasehat dan taushiyah. Ibarat daurah ilmiah, yang menyajikan aneka ilmu agama.
Satu pertanyaan, berapa persen yang bisa kita terima?
Berapa persen yang mengendap dalam diri kita?

Kami sanngat yakin, banyak diantara ilmu dan nasehat itu yang hilang tidak terasa. Jangankan mengendap, yang kemari saja terasa sudah tiada. Kemana gerangan ilmu itu menghilang?.

Hadhirin yang dirahmati Allah,
Kita semua menghargai ilmu agama. Hanya saja, barangkali kita masih kurang perhatian dengan yang namanya ilmu. Apa yang kita dengar, kurang kita rawat, tidak kita jaga, sehingga lepas dengan sendirinya. Kami yakin, sangat jarang diantara kita yang mau mencatat informasi penting yang kita dapatkan dari kultum yang kita dengar.
Ini salah satu bukti bahwa kita kurang perhatian dengan ilmu.

Jamaah yang kami muliakan,
Kita menyadari, daya ingat kita sangat terbatas. Kita gampang lupa dengan informasi yang kita dengar. Ini berlaku untuk semua informasi secara umum. Dan ternyata, dalam ilmu agama, peluang untuk lupa lebih besar. ilmu al-Quran dan sunah, lebih gampang hilang.
Dari Abu Musa al-As’ari Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
تَعَاهَدُوا هَذَا الْقُرْآنَ فَوَالَّذِى نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَهُوَ أَشَدُّ تَفَلُّتًا مِنَ الإِبِلِ فِى عُقُلِهَا
Perhatikanlah al-Quran ini, demi Allah, jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, al-Quran lebih mudah lepas dibandingkan onta yang ingin lepas dari tali kekangnya. (HR. Muslim dan yang lainnya).

Dalam riwayat lain dari Ibnu Umar Radhiyallahu 'anhuma, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam besabda,
إِنَّمَا مَثَلُ صَاحِبِ الْقُرْآنِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْإِبِلِ الْمُعَقَّلَةِ إِنْ عَاهَدَ عَلَيْهَا أَمْسَكَهَا وَإِنْ أَطْلَقَهَا ذَهَبَتْ
Pemilik al-Quran itu seperti pemilik onta yang diikat dengan kekang. Jika dia selalu memperhatikannya, onta itu tidak lepas. Tapi jika dia biarkan, akan hilang. (HR. Bukhari)

Onta, memiliki kebiasaan berusaha melepaskan diri dari kekangnya. Apabila pemiliknya tidak sering ‘nilik’i’ tidak sering nengok ontanya, bisa jadi onta itu lepas tanpa disadari pemiliknya.
Seperti itulah, perbandingan yang diberikan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang ilmu agama. Anda tidak perlu repot melupakannya. Cukup anda biarkan, ilmu agama akan hilang dengan sendirinya.  

Bapak ibu, jamaah yang kami hormati,
Kita semua tentu menghendaki semua itu bisa kita manfaatkan secara maksimal. Dalam arti, betul-betul kita jadikan untuk belajar. Tidak hanya sebatas formalitas acara tarawih dan kuliah subuh, tapi benar-benar untuk menambah wawasan kita. Sehingga forum semacam ini bukan forum buang-buang ilmu.
Apa yang bisa kita bayangkan, andai semua jamaah mendapatkan ilmu di forum seacam ini secara maksimal, insyaaAllah akhir ramadhan, semua jamaah atau banyak diantara jamaah yang jadi ustad. Meskipun bukan itu tujuan utama kita.
Namun apapun itu, kita berharap agar ilmu yang kita pelajari membekas dalam diri kita.

Kita memohon kepada Allah, semoga Allah memudahkan kita untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat,
اللَّهُمَّ انْفَعْناَ بِمَا عَلَّمْتَناَ، وَعَلِّمْناَ مَا يَنْفَعُناَ، وَزِدْنَا عِلْمًا
Ya Allah, jadikanlah apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami itu bermanfaat, ajarkanlah kepada kami ilmu yang bermanfaat, dan tambahkanlah untuk kami ilmu.

Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala aalihi wa shahbihii ajma’in
Walhamdulillahi rabbil ‘aalamiin

Maksiat di Bulan Ramadhan, Dosanya Lebih Besar



Sy mendengar, maksiat sekali, dicatat dosa sekali. Beramal sekali, dicatat pahala 10 kali. Apa itu benar?
Lalu apa maksud maksiat yang dilakukan di bulan ramadhan, dosanya lebih besar??
Mhn pencerahannya tadz...

Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Apa yang anda sampaikan, disebutkan dalam hadis dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ ، ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً ، فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيرَةٍ ، وَمَنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً ، فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً
“Sesungguhnya Allah mencatat berbagai kejelekan dan kebaikan lalu Dia menjelaskannya. Barangsiapa yang bertekad untuk melakukan kebaikan lantas tidak bisa terlaksana, maka Allah catat baginya satu kebaikan yang sempurna. Jika ia bertekad lantas bisa ia penuhi dengan melakukannya, maka Allah mencatat baginya 10 kebaikan hingga 700 kali lipatnya sampai lipatan yang banyak.” (HR. Ahmad, 2881, Bukhari 6491 dan Muslim 130)

Dalam masalah pahala, memang tidak bisa kita hitung secara matematis. Namun dalam hadis di atas, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memastikan bahwa maksiat yang dilakukan hamba sekali, tidak digandakan dosanya. Tapi ditulis sekali. Sebagai pembenar bahwa Allah tidak mendzalimi hamba-Nya.
وَمَا اللَّهُ يُرِيدُ ظُلْمًا لِلْعَالَمِينَ
Allah sama sekali tidak berkehendak untuk mendzalimi seluruh alam. (QS. Ali Imran: 108)

Manusia yang tinggal di dunia, termasuk bagian dari alam itu.

Maksiat Di bulan Ramadhan, Dosanya Lebih Besar?
Ada kuantitas, ada kualitas.
Si A dan si B melakukan satu maksiat yang sama. Masing-masing mendapatkan satu dosa.
Apakah kita bisa memastikan bahwa nilai dosa keduanya sama?

Tentu saja tidak. Ada banyak faktor yang menyebabkan nilai dosanya berbeda. Sehingga bisa jadi yang satu mendapatkan dosa sebesar mobil, sementara satunya mendapat dosa seukuran kerikil. Semua kembali kepada latar belakang masing-masing ketika berbuat dosa.

Kita meyakini amal soleh di bulan ramadhan, pahalanya dilipat gandakan. Dan kita juga perlu sadar bahwa perbuatan maksiat yang dilakukan manusia di bulan ramadhan, dosanya juga lebih besar dibandingkan di luar ramadhan. Bisa jadi, tetep dapat satu dosa, tapi nilainya lebih besar dibandingkan ketika maksiat itu dilakukan di luar ramadhan.

Al-Allamah Ibnu Muflih dalam kitabnya Adab Syar’iyah menuliskan,
فصل زيادة الوزر كزيادة الأجر في الأزمنة والأمكنة المعظمة
Pembahasan tentang kaidah, bertambahnya dosa sebagaimana bertambahnya pahala, (ketika dilakukan) di waktu dan tempat yang mulia.

Selanjutnya, Ibnu Muflih menyebutkan keterangan gurunya, Taqiyuddin Ibnu Taimiyah,
قال الشيخ تقي الدين: المعاصي في الأيام المعظمة والأمكنة المعظمة تغلظ معصيتها وعقابها بقدر فضيلة الزمان والمكان
Syaikh Taqiyuddin mengatakan, maksiat yang dilakukan di waktu atau tempat yang mulia, dosa dan hukumnya dilipatkan, sesuai tingkatan kemuliaan waktu dan tempat tersebut. (al-Adab as-Syar’iyah, 3/430).

Ada banyak dalil yang mendukung kaidah ini. Diantaranya, firman Allah,
وَمَنْ يُرِدْ فِيهِ بِإِلْحَادٍ بِظُلْمٍ نُذِقْهُ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ
“Siapa yang bermaksud di dalamnya (kota Mekah) untuk melakukan kejahatan secara zalim, niscaya akan Kami rasakan kepadanya sebahagian siksa yang pedih.” (QS. al-Hajj: 25)

Kita bisa perhatikan, baru sebatas keinginan untuk melakukan tindakan dzalim di tanah Haram Mekah, Allah beri ancaman dengan siksa yang menyakitkan. Sekalipun jika itu dilakukan di luar tanah haram, tidak akan diberi hukuman sampai terjadi kedzaliman itu.
Alasannya, karena orang ini melakukan kedzaliman di tanah haram, berarti bermaksiat di tempat yang mulia. Yang dijaga kehormatannya oleh syariat. (Tafsir as-Sa’di, hlm. 535).  

Demikian pula, ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan keutamaan kota Madinah. Beliau mengatakan,
الْمَدِينَةُ حَرَمٌ ، مَا بَيْنَ عَائِرٍ إِلَى كَذَا ، مَنْ أَحْدَثَ فِيهَا حَدَثًا ، أَوْ آوَى مُحْدِثًا ، فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلاَئِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ ، لاَ يُقْبَلُ مِنْهُ صَرْفٌ وَلاَ عَدْل
“Madinah adalah tanah haram, dengan batas antara bukit Ir sampai bukit itu. Siapa yang berbuat kriminal di sana atau melindungi pelaku kriminal, maka dia akan mendapat laknat Allah, para Malaikat, dan seluruh manusia. Tidak diterima amal sunah maupun amal wajibnya.” (HR. Ahmad 1049 dan Bukhari 1870)

Beliau memberikan ancaman sangat keras, karena maksiat ini dilakukan di tanah haram, yang dimuliakan oleh syariat.

Kita kembali kepada dosa di bulan ramadhan. Mengapa dosanya lebih besar?
Orang yang melakukan maksiat di bulan ramadhan, dia melakukan dua kesalahan,
Pertama, melanggar larangan Allah
Kedua, menodai kehormatan ramadhan dengan maksiat yang dia kerjakan.

Ini memberikan kita pelajaran agar semakin waspada dengan yang namanya maksiat di bulan ramadhan. Di samping maksiat itu akan merusak puasa yang kita kerjakan, sehingga menjadi amal yang tidak bermutu.

Allahu a’lam

Tarawih Cepat, Tidak Sah



Banyak disebar d masyarakat video tarawih kilat. 23 rakaat, hanya 15 menit. Apakah tarawihnya sah?

Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Terkait penilaian ibadah, ada 2 acuan yang digunakan,
Pertama, penilaian tentang keabsahan ibadah
Menilai sah dan tidaknya ibadah, bisa dilakukan manusia dengan melihat sebab-sebab lahiriyah. Sebab-sebab lahiriyah yang kami maksud adalah memenuhi syarat, rukun, wajib, dan tidak ada pembatal.
Anda bisa menilai bahwa ibadah yang anda kerjakan ini sah, selama anda bisa memastikan bahwa itu telah memenuhi syarat, rukun, dan wajibnya, dan anda tidak melakukan pembatal di sana.
Sebagaimana kita bisa menilai keabsahan amal pribadi kita, kita juga bisa menilai keabsahan amal orang lain, selama kita mengatahui sebab-sebab lahir sahnya amal yang dikerjakan orang itu.  

Kedua, menilai diterima dan tidaknya ibadah
Untuk yang kedua ini, tidak ada yang tahu kecuali Allah. Ini rahasia Allah, makhluk tidak tahu. Karena itu, yang bisa kita lakukan adalah berharap dan berdoa agar Allah menerima amal kita.
Nabi Ibrahim selepas membangun ulang ka’bah bersama ismail, beliau berdoa kepada Allah,
رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
Ya Allah, terimalah amal kami, sesungguhnya Engkau Dzat yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. al-Baqarah: 127).

Terkait dua acuan penilaian ini, ada kaidah yang penting untuk kita catat:
Semua amal yang tidak sah, pasti tidak diterima. Tapi tidak sebaliknya, amal yang sah, tidak bisa dipastikan, diterima ataukah tidak.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menyebut amal yang batal dengan ‘Allah tidak menerimanya.’
Dari Ibnu Umar Radhiyallahu 'anhuma, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
لا يَقْبلُ اللهُ صَلَاةً بِغَير طُهُورٍ
“Allah tidak menerima shalat tanpa bersuci.” (HR. Muslim 224).

Shalat Tidak Thumakninah, Tidak Sah
Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu menceritakan, ada seseorang yang masuk masjid dan shalat 2 rakaat. Seusai shalat, dia mendatangi Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang kala itu ada di masjid. Namun Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menyuruhnya untuk mengulangi shalatnya. beliau bersabda,
ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ
"Ulangilah shalatmu karena shalatmu batal"
Orang inipun mengulangi shalat dan datang kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Tapi beliau tetap menyuruh orang ini untuk mengulangi shalatnya. Ini terjadi sampai 3 kali. Hingga orang ini putus asa dan menyatakan,
وَالَّذِى بَعَثَكَ بِالْحَقِّ فَمَا أُحْسِنُ غَيْرَهُ فَعَلِّمْنِى
“Demi yang mengutusmu membawa kebenaran, aku tidak bisa melakukan shalat sebaik dari itu. Makanya ajarilah aku!”

Kemudian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengajarkan cara shalat yang benar kepada orang ini. Beliau mengajarkan,
إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلاَةِ فَكَبِّرْ ، ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنَ الْقُرْآنِ ، ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا ، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا ، ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا ، ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ، ثُمَّ افْعَلْ ذَلِكَ فِى صَلاَتِكَ كُلِّهَا
“Jika engkau mulai shalat, maka bertakbirlah. Kemudian bacalah ayat Al Qur’an yang mudah bagimu. Lalu ruku’lah dan sertai thuma’ninah ketika ruku’. Lalu bangkitlah dan beri’tidallah dengan berdiri sempurna. Kemudian sujudlah sertai thuma’ninah ketika sujud. Kemudian bangkitlah dan duduk antara dua sujud sambil thuma’ninah. Kemudian sujud kembali sambil disertai thuma’ninah ketika sujud. Lakukan seperti itu dalam setiap shalatmu.” (HR. Bukhari 793 dan Muslim 397).

Yang dinilai Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bukan diterima dan tidaknya shalat orang ini. Tapi yang dinilai Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah keabsahan shalat orang ini. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menyebut shalat orang ini tidak sah, karena ada rukun yang kurang. Itulah rukun thuma’ninah.

Sehingga di situ, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menekankan berulang-ulang.

Dalam riwayat lain dinyatakan bahwa suatu ketika, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melihat orang shalat yang tidak menyempurnakan rukuknya dan seperti mematuk ketika sujud. Kemudian beliau bersabda,
أَتَرَوْنَ هَذَا، مَنْ مَاتَ عَلَى هَذَا مَاتَ عَلَى غَيْرِ مِلَّةِ مُحَمَّدٍ، يَنْقُرُ صَلَاتَهُ كَمَا يَنْقُرُ الْغُرَابُ الدَّمَ
“Tahukah kamu orang ini. Siapa yang meninggal dengan keadaan (shalatnya) seperti ini maka dia mati di atas selain agama Muhammad. Dia mematuk dalam shalatnya sebagaimana burung gagak mematuk darah.” (HR. Ibnu Khuzaimah 665 dan dihasankan al-Albani).

Dan inilah cara shalat yang dipahami para sahabat.
Hudzifah bin al-Yaman radhiyallahu 'anhu bahwa beliau pernah melihat ada orang yang tidak menyempurnakan rukuk dan sujud ketika shalat, dan terlalu cepat. Setelah selesai, ditegur oleh Hudzaifah, “Sudah berapa lama anda shalat semacam ini?” Orang ini menjawab: “40 tahun.” Hudzaifah mengatakan: “Engkau tidak dihitung shalat selama 40 tahun.” (karena shalatnya batal). Lanjut Hudzaifah:
وَلَوْ مِتَّ وَأَنْتَ تُصَلِّي هَذِهِ الصَّلَاةَ لَمِتَّ عَلَى غَيْرِ فِطْرَةِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Jika kamu mati dan model shalatmu masih seperti ini, maka engkau mati bukan di atas fitrah (ajaran) Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.”  (HR. an-Nasai 1320 dan dishahihkan al-Albani).

Apa itu Thuma’ninah dalam Shalat?
Tumakninah adalah tenang sejenak setelah semua anggota badan berada pada posisi sempurna ketika melakukan suatu gerakan rukun shalat.
Tumakninah ketika rukuk berarti tenang sejenak setelah rukuk sempurna. Tumakninah ketika sujud berarti tenang sejenak setelah sujud sempurna, dst.
Tumakninah dalam setiap gerakan rukun shalat merupakan bagian penting dalam shalat yang wajib dilakukan. Jika tidak tumakninah maka shalatnya tidak sah.

Karena tumakninah hukumnya wajib maka kita tidak boleh bermakmum dengan orang yang shalatnya terlalu cepat dan tidak tumakninah. Bermakmum di belakang orang yang shalatnya cepat dan tidak tumakninah, bisa menyebabkan shalat kita batal dan wajib diulangi.

Jika secara tidak sengaja kita mendapatkan imam yang gerakannya terlalu cepat maka kita harus memisahkan diri dan shalat sendirian.

Pencuri dalam Shalat
Orang yang terlalu cepat shalatnya, sehingga tidak tumakninah, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutnya sebagai orang yang mencuri ketika shalat. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
أَسْوَأُ النَّاسِ سَرِقَةً الَّذِى يَسْرِقُ صَلاَتَهُ
“Pencuri yang paling jelek adalah orang yang mencuri shalatnya.” Setelah ditanya maksudnya, beliau menjawab: “Merekalah orang yang tidak sempurna rukuk dan sujudnya.” (HR. Ahmad 11846, ad-Darimi 1378, Ibnu Hibban 1888 dan dihasankan Syuaib al-Arnauth).

Taraweh Express
Tarawih dengan kecepatan ekspres, sebagai dalam tayangan video tersebut sangat tidak thumakninah. Jika thumakninah, tentu makmum bisa mengikuti gerakan imam. Yang terjadi, makmum kebut-kebutan ngejar imam.
Disamping jelas ini shalat tarawih tidak bermutu, sekalipun mengaku bermutu, ini juga tidak memenuhi rukun thuma’ninah.

Allahu a’lam

Zakat Fitrah Tidak Boleh di awal Ramadhan?



Bolehkah membayar zakat fitrah di awal ramadhan?

Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du
Ada 3 pendapat ulama mulai kapan zakat fitrah boleh ditunaikan,
Pertama, zakat fitrah tidak boleh ditunaikan kecuali setelah masuk waktu subuh di tanggal 1 syawal. Ini merupakan pendapat Ibnu Hazm. Bahkan beliau menilai, jika ada orang yang menunaikan zakat fitrah sebelum waktu itu, zakatnya fitrahnya tidak sah, dan harus diulang.
Beliau mengatakan,
وقت زكاة الفطر الذي لا تجب قبله, إنما تجب بدخوله, ثم لا تجب بخروجه: فهو إثر طلوع الفجر الثاني من يوم الفطر
Waktu zakat fitrah yang menjadi batas wajibnya seseorang menunaikan zakat fitrah adalah setelah terbit fajar subuh di hari idul fitri.
Selanjutnya, beliau menegaskan,
أنه لم يجز تقديمها قبل وقتها، ولا يجزئ
Tidak boleh menunaikan zakat fitri sebelum waktunya dan tidak sah. (al-Muhalla, 6/143).

Sanggahan:
Pendapat ini lemah. Karena para sahabat menunaikan zakat fitrah dua hari sebelum hari raya. Ibnu Umar Radhiyallahu 'anhuma menceritakan,
وَكَانُوا يُعْطُونَ قَبْلَ الْفِطْرِ بِيَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ
Para sahabat membayar zakat fitri sehari atau dua hari sebelum hari raya. (HR. Bukhari 1511).

Kedua, zakat fitrah boleh ditunaikan sebelum ramadhan
Sebagaimana umumnya zakat, boleh didahulukan jauh sebelum waktunya.
Ini merupakan pendapat hanafiyah. Al-Kasani – ulama hanafi -  menukil riwayat dari Abu Hanifah,
وروى الحسن عن أبي حنيفة أنه يجوز التعجيل سنة وسنتين
Al-Hasan meriwayatkan dari Abu Hanifah bahwa boleh menyegerahkan pembayaran zakat fitrah setahun atau dua tahun sebelumnya. (Bada’i al-Fawaid, 2/74).

Komentar:
Ini pendapat yang lemah. Karena zakat fitrah sebabnya adalah puasa ramadhan dan hari raya. Sebagaimana keterangan Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma,
فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitrah sebagai penyuci bagi orang yang puasa dari segala tindakan sia-sia dan ucapan jorok, dan bekal makanan bagi orang miskin. (HR. Abu Daud 1611 dan dihasankan al-Albani).
Dan fungsi ini, membersihakn orang puasa dari kesalahan selama puasa, serta bekal makanan bagi orang miskin ketika hari raya, tidak akan terwujud jika zakat itu ditunaikan jauh sebelum ramadhan.

Ketiga, zakat fitri boleh ditunaikan sejak awal ramadhan
Zakat fitrah boleh ditunaikan di awal ramadhan, namun dianjurkan untuk ditunaikan sebelum berangkat shalat id.  
Ini merupakan pendapat mayoritas ulama Syafiiyah. An-Nawawi mengatakan,
ويجوز تقديم الفطرة من أول رمضان لانها تجب بسببين بصوم رمضان والفطر منه فإذا وجد أحدهما جاز تقديمها علي الآخر كزكاة المال بعد ملك النصاب وقبل الحول
“Boleh mendahulukan pembayaran zakat fitrah dari awal ramadhan. Karena zakat fitrah merupakan kewajiban dengan dua sebab: puasa ramadhan dan idul fitri. Jika salah satu dari dua sebab ini sudah ada, boleh didahulukan zakat fitrah. Sebagaimana zakat mal, boleh dibayar setelah nishab, meskipun belum haul.”

Selanjutnya an-Nawawi menegaskan,
والمستحب أن تخرج قبل صلاة العيد
Dan dianjurkan untuk membayar zakat fitrah sebelum shalat id. (al-Majmu’, 6/126).

Kemudian beliau menyebutan keteranan Ibnu Umar Radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan sahabat untuk membayar zakat fitrah sebelum shalat id.

Keempat, zakat fitrah boleh ditunaikan sehari atau dua hari sebelum id
Ini merupakan pendapat Malikiyah dan Hambali.

Dan pendapat terakhir ini yang paling mendekati kebenaran. Dengan beberapa alasan berikut,
Pertama, nama ‘zakat fitri’adalah penamaan berdasarkan waktu. Artinya, zakat yang dikeluarkan di waktu fitri. Seperti kata shalat dzuhur, berarti shalat yang dikerjakan di waktu dzuhur.
Sehingga adanya waktu fitri, merupakan sebab disyariatkannya zakat fitri. Dan waktu fitri dimulai ketika masuk malam idul fitri.

Ibnu Qudamah mengatakan,
سبب وجوبها الفطر ، بدليل إضافتها إليه ، والمقصود منها الإغناء في وقت مخصوص ، فلم يجز تقديمها قبل الوقت
Sebab wajibnya zakat fitri adalah masuknya waktu fitri. Dengan dalil, penamaannya ‘Zakat fitri’. Dan tujuannya adalah al-Ighna’ (mencukupi kebutuhan orang tidak mampu) di waktu hari raya. Sehingga tidak boleh didahulukan sebelum waktunya.
(al-Mughni, 2/676).

Kedua, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan para sahabat agar menunaikan zakat fitrah sebelum shalat.
Ibnu Umar menceritakan,
فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ ، وَالذَّكَرِ وَالأُنْثَى ، وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ ، وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلاَةِ
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitri satu sha’ kurma, atau gandum, bagi seluruh kaum muslimin, baik budak atau orang merdeka, lelaki atau wanita, anak-anak maupun orang dewasa. Beliau perintahkan untuk ditunaikan sebelum masyarakat keluar menuju lapangan. (HR. Bukhari 1503 dan Muslim 2329).

Ketiga, berdasarkan keterangan di atas, pada asalnya zakat fitrah hanya ditunaikan ketika masuk tanggal 1 syawal. Namun mengingat ada riwayat dari para sahabat bahwa mereka telah mengumpulkan zakat 2 hari sebelum idul fitri, ini menjadi pengecualian bahwa zakat boleh dibayarkan di waktu itu.
Ibnu Umar Radhiyallahu 'anhuma menceritakan,
وَكَانُوا يُعْطُونَ قَبْلَ الْفِطْرِ بِيَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ
Para sahabat membayar zakat fitri sehari atau dua hari sebelum hari raya. (HR. Bukhari 1511).

Karena itu, dalam rangka kehati-hatian, kita tidak membayar zakat fitrah kecuali mendekati syawal. Sehingga kita bisa memastikan telah bayar zakat fitrah tepat waktu.

Allahu a’lam

4 Hukuman Untuk Pelaku Homo



Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Manusia pertama yang melakukan perkawinan sejenis adalah umatnnya Nabi Luth ‘alaihis shalatu was salam. Allah berfirman,
وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ
“Ingatlah Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya, ‘Sesungguhnya, kalian telah melakukan al-fahisyah, yang belum pernah dilakukan seorang pun di alam ini.‘” (Q.s. Al-Ankabut:28)

Dan mereka dikenal sebagai umat yang sangat bejat. Saking bejatnya, sampai nurani yang baik itu hilang. Hingga terjadilah kemaksiatan yang sangat menjijikkan ini. Sebelum zaman Nabi Luth, sudah ada umat yang dibinasakan oleh Allah. Seperti kaumnya Nabi Nuh, kaum ‘Ad, dan kaum Tsamud. Namun mereka belum melakukan pelanggaran homo semacam ini.

Karena itulah, Allah meghukum umatnya Nabi Luth, dengan hukuman yanng sangat berat, yang belum pernah diberikan kepada orang kafir lainnya. Buminya dijungkir, lalu mereka dilempari batu.
Dan jika kita perhatikan dalam al-Quran, ternyata Allah memberikan hukuman kepada umatnya Luth dengan empat hukuman sekaligus,
Pertama, Dibutakan matanya
Di surat al-Qamar ayat 33, Allah berfirman,
كَذَّبَتْ قَوْمُ لُوطٍ بِالنُّذُرِ
“Kaumnya Luth telah mendustakan peringatan.”
Kemudian, di ayat 37 Allah berfirman,
وَلَقَدْ رَاوَدُوهُ عَنْ ضَيْفِهِ فَطَمَسْنَا أَعْيُنَهُمْ فَذُوقُوا عَذَابِي وَنُذُرِ
“Sesungguhnya mereka telah membujuknya (agar menyerahkan) tamunya (kepada mereka), lalu Kami butakan mata mereka, maka rasakanlah azab-Ku dan ancaman-ancaman-Ku.” (QS. Al-Qamar: 37).

Diceritakan dalam buku sirah, ketika lelaki kaum Luth berusaha untuk masuk ke rumah Nabi Luth, karena ingin merebut tamu Luth yang ganteng-ganteng - malaikat yang berubah wujud manusia - maka keluarlah Jibril. Lalu beliau memukul wajah mereka semua dengan ujung sayapnya. Seketika mereka jadi buta. Akhirnya mereka nabrak-nabrak tembok, hingga mereka bisa kembali ke rumahnya sendiri. Mereka mengancam Luth, besok akan datang lagi dan mengadakan perhitungan dengan Luth. (Fabihudahum Iqtadih, hlm. 257).

Kedua, Allah kirimkan suara yang sangat keras
Alllah berfirman,
فَأَخَذَتْهُمُ الصَّيْحَةُ مُشْرِقِينَ
“Mereka dibinasakan oleh suara keras yang mengguntur, ketika matahari akan terbit.” (QS. Al-Hijr: 73).

Suara itu sangat keras, datang memekakkan telinga mereka, di saat matahari terbit. Di saat, bumi mereka telah diangkat.

Ketiga, Bumi yang mereka tempati diangkat dan dibalik
Allah berfirman,
فَلَمَّا جَاءَ أَمْرُنَا جَعَلْنَا عَالِيَهَا سَافِلَهَا وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهَا حِجَارَةً مِنْ سِجِّيلٍ مَنْضُودٍ
“Tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi.” (QS. Hud: 82). 

Sesungguhnya Jibril mengangat seluruh wilayah kampung ini dari bumi, diangkat dengan sayapnya hingga sampai ke langit dunia. Hingga penduduk langit dunia mendengar lolongan anjing mereka dan kokok ayam. Kemudian dibalik. Karena itu, Allah sebut mereka dengan al-Muktafikah, terbalik kepala dan kakinya.
Lalu dilempar kembali ke tanah. Allah berfirman,
وَالْمُؤْتَفِكَةَ أَهْوَى
“Al-Muktafikah (negeri-negeri kaum Luth) yang dilempar ke bawah.” (QS. an-Najm: 53)

Keempat, Dihujani dengan batu
Allah berfirman,
فَجَعَلْنَا عَالِيَهَا سَافِلَهَا وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهِمْ حِجَارَةً مِنْ سِجِّيلٍ
Kami jadikan bahagian atas kota itu terbalik ke bawah dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang keras. (QS. Al-Hijr: 74).

Setiap batu ada namanya. Allah menyebutnya,
مُسَوَّمَةً عِنْدَ رَبِّكَ لِلْمُسْرِفِينَ
“Yang diberi nama oleh Rabmu untuk membinasakan orang-orang yang melampaui batas.” (QS. ad-Dzariyat: 34).

Hukuman Dunia
Cerita di atas berkaitan hukuman yang Allah berikan kepada kaum Luth. Selanjutnya, ketika ini terjadi pada umat Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, hukuman apa yang berlaku untuk mereka?
Terdapat beberapa hadis yang menjelaskan hukuman pelaku homo,
Pertama, mereka mendapatkan laknat
Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
لَعَنَ اللَّهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ ، لَعَنَ اللَّهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ ، ثَلاثًا
Allah melaknat manusia yang melakukan perbuatan homo seperti kaum Luth... Allah melaknat manusia yang melakukan perbuatan homo seperti kaum Luth... 3 kali. (HR. Ahmad 2915 dan dihasankan Syuaib al-Arnauth).

Kedua, dihukum bunuh, baik yang jadi subjek maupun objek.
Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 
مَنْ وَجَدْتُمُوهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ
“Siapa menjumpai orang yang melakukan perbuatan homo seperti kelakuan kaum Luth maka bunuhlah pelaku dan objeknya!” (HR. Ahmad 2784, Abu Daud 4462, dan disahihkan al-Albani).

Mereka Berbeda Pendapat Tentang Cara Membunuhnya
Ibnul Qoyim menyebutkan riwayat dari Khalid bin Walid Radhiyallahu 'anhu.

Ketika beliau diberi tugas oleh Khalifah Abu Bakr Radhiyallahu 'anhu untuk memberangus pengikut nabi-nabi palsu, di pelosok jazirah arab, Khalid menjumpai ada lelaki yang menikah dengan lelaki. Kemudian beliau mengirim surat kepada Khalifah Abu Bakar.
Kita simak penuturan Ibnul Qoyim,
فاستشار أبو بكر الصديق الصحابة رضي الله عنهم فكان على بن أبي طالب أشدهم قولا فيه فقال ما فعل هذ الا أمة من الأمم واحدة وقد علمتم ما فعل الله بها أرى أن يحرق بالنار فكتب أبو بكر الى خالد فحرقه
Abu Bakr as-Shiddiq bermusyawarah dengan para sahabat Radhiyallahu 'anhum. Ali bin Abi Thalib yang paling keras pendapatnya. Beliau mengatakan,
“Kejadian ini hanya pernah dilakukan oleh satu umat, dan kalian telah mengetahui apa yang Allah lakukan untuk mereka. Saya mengusulkan agar mereka dibakar.”
Selanjutnya Abu Bakr mengirim surat kepada Khalid, lalu beliau membakar pelaku pernikahan homo itu.

Ibnul Qoyim melanjutkan pendapat Ibnu Abbas,
وقال عبد الله بن عباس ان ينظر أعلا ما في القرية فيرمى اللوطى منها منكسا ثم يتبع بالحجارة وأخذ ابن عباس هذا الحد من عقوبة الله للوطية قوم لوط
Sementara Ibnu Abbas mengatakan,
“Lihat tempat yang paling tinggi di kampung itu. Lalu pelaku homo dileparkan dalam kondisi terjungkir. Kemudian langsung disusul dengan dilempari batu.”
Ibnu Abbas berpendapat demikian, karena inilah hukuman yang Allah berikan untuk pelaku homo dari kaumnya Luth. (al-Jawab al-Kafi, hlm. 120)

JIL Merasa Bangga
Semenjak mahmakah agung AS melegalkan perkawinan sesama jenis, sontak orang jil meneriakkan kemenangan bagi mereka. Bendera pelangi dikibarkan. Harapan yang telah lama mereka perjuangkan, telah diwujudkan. Jika sekarang di AS, proyek selanjutnya dibumikan di Indonesia. Dan itu menjadi cita-cita besar Bu Siti Musdah, yang dinobatkan sebagai profesor di UIN Jakarta.
Kita bisa simak hasil wawancara dengannya, yang sempat diuanggah di beberapa media,
”Esensi ajaran agama adalah memanusiakan manusia, menghormati manusia dan memuliakannya. Tidak peduli apa pun ras, suku, warna kulit, jenis kelamin, status sosial dan orientasi seksualnya. Bahkan, tidak peduli apa pun agamanya.”

Dia juga mengatakan,
“Bahkan, menarik sekali membaca ayat-ayat Al-Qur’an soal hidup berpasangan (Ar-Rum, 21; Az-Zariyat 49 dan Yasin 36) di sana tidak dijelaskan soal jenis kelamin biologis, yang ada hanyalah soal gender (jenis kelamin sosial). Artinya, berpasangan itu tidak mesti dalam konteks hetero, melainkan bisa homo, dan bisa lesbian. Maha Suci Allah yang menciptakan manusia dengan orientasi seksual yang beragam.”

Sebenarnya Bu Musdah sudah lama geram dengan masyarakat yang hanya mengakui perkawinan berlainan jenis kelamin (heteroseksual). Menurutnya, agama yang hidup di masyarakat sama sekali tidak memberikan pilihan kepada manusia.
”Dalam hal orientasi seksual misalnya, hanya ada satu pilihan, heteroseksual. Homoseksual, lesbian, biseksual dan orientasi seksual lainnya dinilai menyimpang dan distigma sebagai dosa. Perkawinan pun hanya dibangun untuk pasangan lawan jenis, tidak ada koridor bagi pasangan sejenis."

Saya kira tidak perlu diperbanyak.
Tapi itulah kelakuan JIL. Karenanya orang kafir merasa sangat berutang budi kepada mereka. Melalui mulut dan tangan mereka, orang kafir bisa dengan mudah menyusupkan pemikiran sesat di tengah kaum muslimin, tanpa modal besar.
Makanya di tahun  2007, pemerintah Amerika Serikat menganugerahi Bu Musdah dengan penghargaan ”International Women of Courage Award”.  Penghargaan internasional untuk wanita pemberani.

Tidak bisa kita bayangkan, andai komplotan JIL ini hidup di zaman Abu Bakr as-Shiddiq. Mungkin mereka turut dibakar oleh Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu 'anhu.

Allahu a’lam