NGOBAR ASSALAM

Ngobar Assalam, ikuti dan kunjungi Ngobar Assalam di Masjid Assalam Minomartani setiap hari Minggu Pagi sehabis sholat jama'ah Subuh.

Rabu, 19 Maret 2014

Ciri Cincin Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam


 
Tanya:
Bagaimana ciri-ciri cincin Nabi SAW. Itu aja, trims
 
Jawaban,
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
 
Berikut beberapa hadis yang menceritakan cicin Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,
Pertama, dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, beliau menceritakan,
كان خاتم النبي صلى الله عليه وسلم من ورق وكان فصه حبشيا
Cincin Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam terbuat dari perak, dan mata cincinnya berasal dari Habasyah (ethiopia). (HR. Muslim 2094, Turmudzi 1739, dan yang lainnya).  
 
Kedua, dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma,
أن النبي صلى الله عليه وسلم اتخذ خاتما من فضة فكان يختم به
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menggunakan cincin dari perak, dan beliau gunakan untuk menstempel suratnya. (HR. Ahmad 5366, Nasai 5292, dan sanadnya dinilai shahih oleh Syuaib al-Arnauth).
 
Ketiga, dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, beliau menceritakan,
كان خاتم النبي صلى الله عليه وسلم من فضة فصه منه
”Cincin Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dari perak, dan mata cincin juga dari bahan perak.” (HR. Bukhari 5870, Nasai 5198, dan yang lainnya).
 
Keempat, dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, beliau mengatakan
كان نقش خاتم رسول الله صلى الله عليه وسلم ( محمد ) سطر و ( رسول ) سطر و ( الله ) سطر
Ukiran mata cincin Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bertuliskan: Muhammad [محمد] satu baris, Rasul [رسول] satu baris, dan Allah [الله] satu baris. (HR. Turmudzi 1747, Ibn Hibban 1414, dan semakna dengan itu diriwayatkan oleh Bukhari 5872)
 
Dalam riwayat lain dijelaskan,
أن النبي صلى الله عليه وسلم أراد أن كتب إلى كسرى وقيصر والنجاشي فقيل له : إنهم لا يقبلون كتابا إلا بخاتم فصاغ رسول الله صلى الله عليه وسلم خاتما حلقته فضة ونقش فيه محمد رسول الله فكأني أنظر إلى بياضه في كفه
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam hendak menulis surat ke Kisra (persi), Kaisar (romawi), dan Najasyi (Ethiopia). Kemudian ada yang mengatakan, ’Mereka tidak mau menerima surat, kecuali jika ada stempelnya.’ Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membuat cincin dari perak, dan diukir tulisan Muhammad Rasulullah. Saya melihat putihnya cincin itu di tangan beliau. (HR. Ahmad 12738, Bukhari 5872, Muslim 2092, dan yang lainnya).
 
Kelima, dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma, beliau menceritakan,
اتخذ رسول الله صلى الله عليه وسلم خاتما من ورق فكان في يده ثم كان في يد أبي بكر ويد عمر ثم كان في يد عثمان حتى وقع في بئر أريس نقشه : محمد رسول الله
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membuat cincin dari perak. Pertama beliau yang memakai, kemudian dipakai Abu Bakar, kemudian Umar, kemudian dipakai Utsman, hingga akhirnya kecemplung di sumur air Arisy. Ukirannya bertuliskan: Muhammad Rasulullah. (HR. Bukhari 5873, Muslim 2091, Nasai 5293, dan yang lainnya)
 
Keenam, dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, beliau menceritakan,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اتَّخَذَ خَاتَمًا مِنْ فِضَّةٍ، وَنَقَشَ فِيهِ: مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ، وَقَالَ: «إِنِّي اتَّخَذْتُ خَاتَمًا مِنْ وَرِقٍ، وَنَقَشْتُ فِيهِ مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ، فَلاَ يَنْقُشَنَّ أَحَدٌ عَلَى نَقْشِهِ»
Bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membuat cincin dari perak, dan diukir:Muhammad Rasulullah. Kemduian Beliau bersabda, “Sesungguhnya aku membuat cincin dari perak, dan aku ukir Muhammad RasulullahKarena itu, jangan ada seorangpun yang mengukir dengan tulisan seperti ini.” (HR. Bukhari 5877)
 
Dari beberapa riwayat di atas, ada beberapa pelajaran yang bisa kita simpulkan,
1.      Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memakai cincin
2.      Cincin Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memiliki ciri:
a.       Terbuat dari perak
b.      Ada mata cincinnya, yang juga terbuat dari perak
c.       Logam perak mata cincin Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berasal dari Ethiopia
d.      Bagian mata cincin ada ukirannya, bertuliskan: Muhammad Rasulullah
e.       Tulisan ukiran di mata cincin itu biasa digunakan untuk stempel surat
3.      Tujuan utama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam membuat cincin adalah untuk dijadikan stempel surat dakwah yang hendak dikirim ke berbagai penjuru dunia.
4.      Cincin Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam digunakan para khulafa’ ar-rasyidin setelah beliau sebagai stempel surat.
5.      Larangan untuk membuat cincin dengan ukiran seperti ukiran cincin Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, Muhammad Rasulullah. al-Hafidz Ibn Hajar menjelaskan, ’Karena dalam cincin itu ada tulisan nama beliau, dan status beliau. Beliau membuat demikian sebagai ciri khas beliau, yang membedakan dengan lainnya. Jika yang lain dibolehkan untuk membuat ukiran cincin seperti itu, maka tujuan ini tidak terwujud.’ (Fathul Bari, 10/324).
6.      Makna ”mata cincinnya berasal dari Habasyah
Para ulama berbeda pendapat tentang makna kalimat ini. Imam an-Nawawi menyebutkan beberapa pendapat ulama mengenai hal tersebut,
a.       Mata cincinnya berupa batu dari Habasyah, berupa batu akik. Karena tambang batu akik ada di habasyah dan Yaman.
b.      Warnanya seperti orang habasyah, yaitu berwarna hitam. Kata Ibn Abdil Bar, inilah pendapat yang lebih kuat. Berdasarkan riwayat dari Anas yang menegaskan bahwa mata cincin Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dari perak. Artinya, bukan batu akik.
c.       Kedua makna di atas benar. Dalam arti, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam terkadang memakai cincin yang matanya dari perak dan terkadang memakai cincin yang matanya batu akik.
(Syarh Shahih Muslim, 14/71).
Al-Hafidz Ibn Hajjar juga menyebutkan beberapa kemungkinan yang lain,
d.      Mata cincin beliau berupa batu dari habasyah
e.       Mata cincinnya dari perak. Disebut dari Habasyah, karena cirinya. Bisa jadi ciri modelnya atau ciri ukirannya.
(Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari, 10/322)
 Show message history

Hewan Kurban Cacat Karena Kecelakaan



Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum. Ustadz, saya mau bertanya.
ketika hari kurban, ada orang mau kurban kambing. Pada saat akan diturunkan dari mobil untuk disembelih, kambing itu terjepit kemudian jatuh sehingga jadi pincang. Apakah masih boleh dikurbankan?
Syukron..

Aab 

Jawaban:

Wa alaikumussalam

Jika kecelakaan yang terjadi pada hewan ini di luar kesengajaan pemilik dan bukan karena keteledoran pemilik, maka boleh untuk disembelih dengan niat kurban dan dihukumi sebagai kurban yang sah.

Ibnu Qudamah mengatakan, “Jika seseorang telah menentukan hewan yang sehat dan bebas dari cacat untuk kurban, kemudian mengalami cacat yang seharusnya tidak boleh untuk dikurbankan, maka dia boleh menyembelihnya dan hukumnya sah sebagai kurban. Keterangan ini merupakan pendapat Atha’, Hasan Al-Bashri, An-Nakha’i, Az-Zuhri, At-Tsauri, Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Ishaq bin Rahuyah.” (Al-Mughni, 13:373).

Dalil yang menunjukkan bolehnya hal ini adalah sebuah riwayat yang disebutkan Al-Baihaqi, dari Ibnu Zubair radliallahu ‘anhu, bahwa hewan kurban berupa unta yang buta sebelah didatangkan kepadanya. Kemudian ia mengatakan, “Jika hewan ini mengalami cacat matanya setelah kalian membelinya maka lanjutkan berkurban dengan hewan ini. Namun jika cacat ini sudah ada sebelum kalian membelinya maka gantilah dengan hewan lain.” Imam An-Nawawi dalam Al-Majmu’ mengatakan, “Sanad riwayat ini sahih.” (Al-Majmu’, 8:328).

Syekh Ibnu Utsaimin menjelaskan dalam Ahkam al-Udhiyah wa Dzakah, Hal. 10. Jika hewan yang hendak dijadikan kurban mengalami cacat, maka ada dua keadaan:
a. Cacat tersebut disebabkan perbuatan atau keteledoran pemiliknya maka wajib diganti dengan yang sama sifat dan ciri-cirinya atau yang lebih baik dari hewan tersebut. Selanjutnya, hewan yang cacat tadi menjadi miliknya dan dapat dia manfaatkan sesuai keinginannya.
b. Cacat tersebut bukan karena perbuatannya dan bukan karena keteledorannya, maka dia dibolehkan untuk menyembelihnya dan hukumnya sah sebagai kurban. Karena hewan ini adalah amanah yang dia pegang, sehingga ketika mengalami sesuatu yang di luar perbuatan dan keteledorannya maka tidak ada masalah dan tidak ada tanggungan untuk mengganti.

Disadur dari: http://www.islamqa.com/ar/ref/39191

Apakah Memakai Cincin termasuk Sunah Nabi?

Apakah Memakai Cincin termasuk Sunah Nabi?
 
Tanya:
Apakah memakai cincin bagi laki-laki termasuk sunah Rasul? Mohon dijelaskan. Matur nuwun
 
Jawaban:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
 
Sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat Bukhari & Muslim, dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ketika hendak menulis surat untuk mendakwahkan islam kepada para raja di sekitar jazirah arab, beliau mendapat informasi bahwa mereka tidak mau menerima surat, kecuali jika ada stempelnya. Dengan pertimbangan ini, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membuat cincin dari perak, dan diukir tulisan Muhammad Rasulullah. Keterangan selengkapnya bisa anda pelajari di:http://www.konsultasisyariah.com/cincin-nabi-muhammad-shallallahu-alaihi-wa-sallam/
 
Memahami hal di atas, apakah berarti memakai cincin termasuk sunah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam?
Pertanyaan ini pernah disampaikan kepada Imam Ibnu Utsaimin. Jawaban beliau,
التختم ليس بسنة مطلوبة بحيث يطلب من كل أن إنسان أن يتختم، ولكن إذا احتاج إليه، فإن الرسول صلى الله عليه وسلم لمَّا قيل له إن الملوك الذين يريد أن يكتب إليهم لا يقبلون كتاباً إلى مختوماً اتخذ الخاتم من أجل أن تختم به الكتب التي يرسلها إليهم
Memakai cincin bukanlah sunah yang ditekankan. Dalam arti, dianjurkan bagi setiap orang untuk memakai cincin. Akan tetapi sunah jika dia membutuhkan. Karena Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam ketika mendengar informasi bahwa para raja yang hendak dikirimi surat , tidak mau menerima surat kecuali yang ada stempelnya, maka beliau membuat cincin agar bisa digunakan untuk menstempel surat-surat yang beliau kirim kepada mereka.
Kemudian Imam Ibnu Utsaimin melanjutkan,
فمن كان محتاجاً إلى ذلك كالأمير والقاضي ونحوهما كان اتخاذه اتباعاً لرسوله الله صلى الله عليه وسلم، ومن لم يكن محتاجاً إلى ذلك لم يكن لبسه في حقه سنة بل هو من الشيء المباح، فإن لم يكن في لبسه محذور فلا بأس به، وإن كان في لبسه محذور كان له حكم ذلك المحذور، وليعلم أنه لا يحل للذكور التختم بالذهب لأنه ثبت النهي عنه عن رسول الله صلى الله عليه وسلم.
Oleh karena itu, siapa yang membutuhkan cincin, seperti pemerintah, hakim atau yang lainnya, maka menggunakan cincin dalam hal ini termasuk mengikuti sunah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Namun siapa yang tidak membutuhkan cincin, maka memakai cincin bagi dirinya bukan termasuk sunah, hanya sebatas memiliki hukum mubah. Jika tidak ada unsur larangan ketika memakai cincin, tidak jadi masalah. Akan tetapi jika ada unsur terlarang ketika memakai cincin, maka hukumnya sebagaimana keberadaan unsur terlarang itu. Dan perlu dipahami bahwa tidak halal bagi laki-laki untuk memakai cincin emas. Karena terdapat larangan dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang cincin emas untuk laki-laki.

Bolehkah Qurban dengan Harta Zakat?


 
Tanya:
Jika ada orang yg zakatnya 20 juta, bolehkah yg 10 juta diwujudkan dlm bentuk sapi utk dijadikan hewan qurban. Syukran
Roy Sleman
 
Jawab
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
 
Satu prinsip tentang harta zakat yang penting untuk selalu kita ingat, bahwa harta zakat yang harus dibayarkan oleh muzakki (wajib zakat) BUKAN harta muzakki. Harta zakat di tangan muzakki adalah harta milik 8 golongan penerima zakat, yang untuk sementara masih berada di tangan muzakki. Kewajiban muzakki adalah menyerahkan harta itu kepada delapan golongan tersebut.
Allah berfirman,
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاء وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِّنَ اللّهِ وَاللّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan. Sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. At-Taubah: 60)
 
Oleh karena itu, muzakki sama sekali tidak dibenarkan menggunakan harta zakat itu untuk membeli hewan qurban. Karena berarti dianggap telah menggunakan harta orang lain tanpa izin dari pemiliknya. Meskipun pada akhirnya hewan itu akan disembelih dan dagingnnya dibagikan kepada fakir miskin.
 
Disamping itu, dalam ibadah qurban, pemilik hewan qurban disyariatkan untuk makan sebagian daging hewan qurbannya. Jika ini diambilkan dari harta zakatnya, berarti ada bagian zakatnya yang dia makan dan manfaatnya kembali kepada dirinya.
 
Dalam Fatawa Syabakah Islamiyah ditegaskan,
فلا يجوز شراء الأضحية من مال الزكاة، لأن مال الزكاة ليس ملكاً للمزكي فينفقه في شراء أضحية أو غيرها، بل هو للأصناف الثمانية المذكورين
Tidak boleh membeli hewan qurban dengan harta zakat. Karena harta zakat bukan milik muzakki, sehingga dia bebas menggunakannya untuk membeli hewan qurban atau yang lainnya. Yang benar, harta zakat ini milik delapan golongan yang disebutkan dalam surat at-Taubah ayat 60. (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 54515)
 
Membeli Qurban dengan Harta Sedekah
Ada sebagian orang yang memiliki kebiasaan bersedekah ketika mendapatkan tambahan harta. Bolehkah jatah sedekah rutin ini digunakan untuk membeli hewan qurban?
Untuk kasus ini, para ulama yang tergabung dalam lembaga fatwa Syabakah Islamiyah, memberikan rincian menjadi dua:
a.       Jika sedekah tersebut sebatas sedekah rutin dan bukan nadzar, maka boleh digunakan untuk membeli hewan qurban
 Show message history
      Jika sedekah tersebut telah dia nadzarkan, maka tidak boleh digunakan untuk membeli hewan qurban, dan harus diberikan kepada fakir miskin dalam bentuk uang atau harta lainnya.
Berikut keterangan lembaga fatwa Syabakah Islamiyah,
 
وأما شراؤها من مال الصدقة التي كنت تخرجها عند حصول الربح، فجائز إلا أن تكون تلك الصدقة واجبة عليك بالنذر، فإن كانت واجبة بالنذر لم يجز لك صرف هذا النذر في شراء الأضحية، وإنما تنفقه فيما نذرته، لأن النذر واجب، والأضحية إنما تكون من مالك لا من المال الواجب عليك إخراجه أصلاً
Membeli hewan qurban dengan harta sedekah yang anda keluarkan ketika mendapatkan keuntungan, hukumnya boleh. Kecuali jika sedekah tersebut adalah sedekah yang wajib, karena telah anda nadzarkan. Jika sedekahnya adalah sedekah wajib karena nadzar, maka tidak boleh mengalihkan nadzar ini untuk membeli hewan qurban. Namun anda harus serahkan sesuai dengan nadzar anda. Karena nadzar hukumnya wajib. Sementara qurban harus diambil dari harta anda, bukan harta yang wajib anda berikan ke orang lain.    
(Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 54515)
 
Allahu a’lam

Suami Belum Khitan, Nikahnya Sah?


 
Assalam mu'alaikum ustad
Saya menikah dgn seorang mualaf, tapi ternyata setelah menikah saya
baru tahu kalau suami saya itu belum sempurna mualafnya (belum
dikhitan), saya sudah menasehatin dan sabar memberinya waktu
u/melengkapi syarat mualafnya, sudah hampir 7 th menikah dan dia belum
juga menyempurnakan mualafnya, pertanyaan saya,
1. bagaimana hukum pernikahan saya? Dan bagaimana status anak hasil
pernikahan itu?
2. Apakah saya boleh menggugat cerai k/sekial lama memberi waktu suami
belum juga menyempurnakan syarat mualafnya?
Terima kasih
 
Jawab:
Wa alaikumus salam wa rahmatullah
 
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Pertama, ulama berbeda pendapat tentang hukum khitan bagi laki-laki.
Hanafiyah, Malikiyah dan sebagian Syafiiyah mengatakan, khitan statusnya sunah muakkadah (sunah yang ditekankan).
Sementara umumnya Syafiiyah dan Hambali menyatakan bahwa khitan bagi lelaki hukumnya wajib.
Bagi hanafiyah, mereka menyebut khitan sebagai sunah, namun mereka memaksa lelaki untuk berkhitan. Artinya, bagi lelaki khitan tidak boleh ditinggalkan, kecuali jika ada udzur yang menyebabkan dirinya boleh tidak dikhitan.
Dalam Syarh Fathul Qadir – kitab fikih Madzhab Hanafi – dinyatakan, 
الختانان: موضع القطع من الذكر والفرج، وهو سنة للرجل... غير أنه لو تركه يجبر عليه إلا من خشية الهلاك
Khitan adalah bagian yang dipotong pada kemaluan lelaki dan wanita. Statsusnya sunah bagi lelaki... hanya saja, jika ada lelaki yang tidak mau khitan, dia dipaksa untuk khitan. Kecuali jika dikhawatirkan mati jika dikhitan (maka tidak dipaksa). (Syarh Fathul Qadir, 1/63).
Demikian pula yang dinyatakan Ibnu Abidin (wafat 1252 H) dalam Hasyiyahnya,
والأصل أن الختان سنة، كما جاء في الخبر، وهو من شعائر الإسلام وخصائصه، فلو اجتمع أهل بلدة على تركه حاربهم الإمام، فلا يترك إلا لعذر
”Hukum asal, khitan statusnya sunah, sebagaimana yang dinyatakan dalam hadis. Khitan termasuk syariat islam dan keistimewaan ajaran islam. Jika ada satu penduduk negeri sepakat meninggalkan khitan, maka imam memerangi mereka. Karena itu, tidak boleh ditinggalkan kecuali karena udzur.” (Hasyiyah Ibnu Abidin ad-Dur al-Mukhtar, 7/342).
 
Demikian pula Malikiyah. Mereka menyebut sunah, namun tidak boleh ditinggalkan. An-Nafrawi (w. 1126 H) – ulama Malikiyah – mengatakan,
والختان سنة في الذكور واجبة؛ أي: مؤكدة، من تركها لغير عذر لم تجز إمامته، ولا شهادته
Khitan adalah sunah, untuk laki-laki wajib, artinya ditekankan. Siapa yang meninggalkannya tanpa udzur, maka tidak sah jadi imam dan persaksiannya tidak diterima. (al-Fawakih ad-Dawani, 4/382).
 
Dengan demikian, makna kata ’sunah’ bukan berarti kebalikan dari wajib, namun sunah yang mereka maksudkan adalah at-thariqah (ajaran Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam).
Imam Ibnu Daqiqil Id (w. 702 H) mengatakan,
كون السنة في مقابلة الواجب وضع اصطلاحي لأهل الفقه، والوضع اللغوي غيره، وهو الطريقة
”Kata ’sunah’ bermakna ’kebalikan dari wajib’ adalah istilah menurut ulama fikih. Sementara secara bahasa, maknanya lain, yaitu at-thariqah (ajaran).” (Ihkam al-Ahkam, 1/126).
Kaitannya dengan ini, suami anda setelah masuk islam, berkewajiban untuk melakukan khitan selagi memungkinkan dan tidak membahayakan bagi keselamatan dirinya. Jika tetap kekeh tidak mau khitan, dia berdosa karena meninggalkan kewajiban yang menjadi syiar islam.
 
Kedua, bahwa khitan bukanlah syarat sah menikah. Artinya, wanita yang menikah dengan lelaki yang tidak dikhitan, tidak mempengaruhi keabsahan pernikahannya.
Sebuah pertanyaan dilayangkan lembaga Fatwa Syabakah al-Fatawa as-Syar’iyah, ‘Seorang masuk islam, tapi dia belum dikhitan. Bolehkah menikah dengan seorang muslimah?’
Jawaban yang diberikan oleh Dr. Ahmad Hajji al-Kurdi – pengawas ahli al-Mausu’ah al-Fiqhiyah –,
فلا يشترط الختان لصحة الزواج، والختان للرجل المسلم سنة عند بعض الفقهاء، وواجب عند البعض الآخر
Tidak ada persyaratan khitan untuk keabsahan pernikahan. Khitan bagi lelaki muslim statusnya sunah bagi sebagian ulama dan wajib bagi ulama lainnya. (Syabakah al-Fatawa as-Syar’iyah, no. 57503).
Karena pernikahan sah, maka anak hasil pernikahan ini dinasabkan kepada ayahnya.
 
Ketiga, apakah boleh melakukan khulu’ (gugat cerai)
Ini kembali kepada alasan suami tidak mau melakukan khitan. Jika alasan dia tidak berkhitan karena takut dengan resiko sakit, membayangkan betapa ngerinya memotong bagian kemaluan, disarankan agar tidak melakukan khulu’. Dan berusaha memotivasi suami untuk khitan, membesarkan hatinya agar tidak terlalu takut dengan khitan.
Berbeda jika suami menolak khitan karena membenci khitan dan memusuhi sunah ini. Untuk keadaan kedua ini, istri dibolehkan khulu’ (gugat cerai), karena suami melakukan tindakan kefasikan.
Dalam Fatawa Syabakah Islamiyah ketika membahas hukum menikah dengan lelaki yang belum khitan, dinyatakan,  
فإذا كان الشخص مقتنعاً بسنتيه فلا شيء عليه، ولا ينبغي للمرأة أن ترفضه لهذا السبب. وأما إذا كان مقتنعاً بحرمته وتعمد تركه فهو آثم، وللمرأة أن تمتنع من الزواج به.
Jika seseorang merasa yakin dengan sunah khitan, maka tidak ada dosa baginya dan tidak selayaknya seorang wanita menolaknya karena sebab ini. Namun jika dia justru meyakini khitan terlarang, dan sengaja meninggalkannya maka dia berdosa. Dan wanita muslimah berhak untuk menolak menikah dengannya. (Fatawa Syabakah Islamiyah, di bawah bimbingan Dr. Abdullah al-Faqih, no. 30571).  
 
Imam Ibnu Baz mengatakan tentang muallaf yang belum dikhitan,
وأما الختان فالأفضل أن يختتن ولو كبيرا، لكن بواسطة الطبيب الحاذق العارف ينبغي له أن يختتن ، وجمع من أهل العلم يقول يجب عليه أن يختتن ، بعض أهل العلم يرى أنه يجب عليه أن يختتن إذا كان ما فيه خطر ، أما إن قال الطبيب إنه فيه خطر فلا لزوم، يسقط ، لكن إذا قال الطبيب أن ختانه أنه لا بأس به ، وأنه لا حرج فيه ، ولا خطر فيه فإنه يختتن
Apakah dia harus khitan? Yang afdhal, dia melakukan khitan, meskipun sudah tua. Namun ini harus dilakukan dokter ahli yang paham, selayaknya dia melakukan khitan. Sebagian ulama mengatakan, Dia wajib berkhitan. Sementara sebagian ulama lain berpendapat bahwa dia wajib khitan, jika tidak ada hal yang membahayakan. Namun jika dokter menegaskan bahwa khitan bisa membahayakan dirinya, maka tidak wajib khitan. Sebaliknya, ketika dokter menegaskan bahwa khitan untuk muallaf ini tidak masalah, tidak membahayakan, maka hendaknya dia melakukan khitan.

Menindik Telinga Hewan Qurban


 
Tanya:
Ustadz, apa hukumnya berkurban dengan sapi yang salah satu telinganya
terdapat tindik (tujuannya untuk tanda bagi hewan tersebut), dan
kondisi hewan tersebut sehat (fisiknya tidak cacat). Syukron.
 
YUSRIDA 
 
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
 
Terdapat hadis dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, beliau mengatakan,
رَأَيْتُ فِي يَدِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمِيسَمَ وَهُوَ يَسِمُ إِبِلَ الصَّدَقَةِ
”Saya melihat di tangan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam alat penanda, digunakan untuk menandai onta zakat.” (HR. Muslim 2119)
Dalam riwayat lain, Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu mengatakan,
دَخَلْتُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ فِي مِرْبَدٍ لَهُ، فَرَأَيْتُهُ يَسِمُ شَاةً فِي آذَانِهَا
“Saya menemui Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ketika beliau di mirbad (tempat untuk mengikat hewan, seperti plegungan). Saya melihat beliau memberi tanda seekor kambing di telinganya.” (HR. Ahmad 12725, Bukhari 5542, Muslim 2119, Abu Daud 2563, dan yang lainnya).
Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, menukil keterangan al-Muhallab, yang menyebutkan beberapa kesimpulan dari hadis di atas. Diantaranya, beliau menyatakan,
فيه جواز إيلام الحيوان للحاجة
“Dalam hadis ini terdapat dalil, bolehnya sedikit menyakiti binatang, karena ada hajat (kebutuhan).” (Fathul Bari, 3/367).
Tujuan penandaan itu sangat jelas, agar orang bisa memahami bahwa hewan tersebut tidak tertukar dengan yang lain, dan andaikan lepas, sudah ada yang menemukannya, kemudian bisa dikembalikan.
Berdasarkan beberapa hadis di atas, Lembaga Fatwa Syar’iyah di bawah Departemen Kehakiman Abu Dhabi mengatakan bahwa menindik telinga binatang, tidak mengurangi kualitasnya untuk dijadikan hewan kurban. Artinya, hewan semacam ini bisa dijadikan sebagai hewan kurban, tanpa adanya larangan dari syariat.
Lembaga Fatwa Syar’iyah ini menyatakan,
أن "وسم الأضحية (ثقب الأذن) لأجل التعريف أو الترقيم جائز شرعاً، وما كان خفيفاً لا يزيد عن قطع ثلث الأذن لا يكره ولا يمنع إجزاء الأضحية اتفاقا، وما كان في ذلك فوق الثلث إلى النصف يجزئ مع الكراهة، وما زاد عن النصف لا يجزئ
“Menandai hewan kurban (menindik telinganya) untuk bisa dikenali atau untuk penomoran, hukumnya boleh. Cacat ringan ditelinga, yang tidak lebih dari 1/3 telinga, hukumnya tidak makruh untuk dijadikan kurban dan tidak dilarang untuk dikurbankan dengan sepakat ulama. Sementara cacat telinga lebih dari 1/3 sampai setengahnya, boleh dijadikan kurban, namun makruh. Dan jika cacat lebih dari ½, tidak sah dijadikan hewan kurban.”
 Show message history

Hukum Memejamkan Mata Ketika Shalat


Tanya:
Apakah hukumnya memejamkan mata saat sholat? Karena saat memejamkan mata rasanya lebih khusyuk
Danya <dand***ya@gmail.com>

Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Terdapat sebuah hadis dari sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 
إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ فِي الصَّلاةِ فَلا يَغْمِضْ عَيْنَيْهِ
”Apabila kalian melakukan shalat makan janganlah memejamkan kedua mata kalian.” 
Hadis ini diriwayatkan oleh at-Thabrani (w. 360 H) dalam Mu’jam as-Shagir no. 24. dari jalur Mus’ab bin Said, dari Musa bin A’yun, dari Laits bin Abi Salim. 
Hadis ini dinilai dhaif oleh para ulama pakar hadis, karena dua alasan, 
a.    Laits bin Abi Salim dinilai dhaif karena mukhtalat (hafalannya kacau), dan dia perawi mudallis (suka menutupi)
b.    Mus’ab bin Said, dinilai sangat lemah oleh para ulama. Ibnu Adi mengatakan tentang perawi ini, 
يحدث عن الثقات بالمناكير ويصحف عليهم ، والضعف على حديثه بيِّن
”Beliau membawakan hadis-hadis munkar atas nama perawi terpercaya dan menyalahi ucapan mereka. Status dhaif hadisnya sangat jelas.”
(al-Fatawa al-Haditsiyah, al-Huwaini, 1/45 - 46). 
Kesimpulannya, hadis di atas adalah hadis dhaif dan Imam ad-Dzahabi (w. 748 H) menilainya munkar. Karena itu, hadis ini tidak bisa dijadikan dalil. 

Memejamkan Mata Ketika Shalat Hukumnya Makruh
Hanya saja para ulama menegaskan, memejamkan mata ketika shalat hukumnya makruh. Kecuali ketika hal ini dibutuhkan, karena pemandangan di sekitarnya sangat mengganggu konsentrasi shalatnya. 
Mengenai alasan dihukumi makruh, ada beberapa keterangan dari para ulama, diantaranya, 
a.    Memejamkan mata ketika shalat, bukan termasuk sunah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Ibnul Qoyim (w. 751 H) mengatakan, 
ولم يكن من هديه صلى الله عليه و سلم تغميض عينيه في الصلاة
”Bukan termasuk sunah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, memejamkan mata ketika shalat.” (Zadul Ma’ad, 1/283) 
b.    Memejamkan mata ketika shalat, termasuk kebiasaan shalat orang yahudi. Dalam ar-Raudhul Murbi’ – kitab fikih madzhab hambali – pada penjelasan hal-hal yang makruh ketika shalat, dinyatakan, 
ويكره أيضا تغميض عينيه لأنه فعل اليهود
”Makruh memejamkan mata ketika shalat, karena ini termasuk perbuatan orang yahudi.” (ar-Raudhul Murbi’, 1/95). 
c.    Karena memejamkan mata bisa menyebabkan orang tertidur, sebagaimana keterangan dalam Manar as-Sabil (1/66).

Untuk itu, sebagian ulama membolehkan memejamkan mata ketika ada kebutuhan. Misalnya, dengan memejamkan mata, dia menjadi tidak terganggu dengan pemandangan di sekitarnya. Ibnul Qoyim mengatakan, 
والصواب أن يقال : إن كان تفتيح العينين لا يخل بالخشوع فهو أفضل ، وإن كان يحول بينه وبين الخشوع لما في قبلته من الزخرفة والتزويق أو غيره مما يشوش عليه قلبه ، فهنالك لا يكره التغميض قطعًا ، والقول باستحبابه في هذا الحال أقربُ إلى أصول الشرع ومقاصده من القول بالكراهة
Kesimpulan yang benar, jika membuka mata (ketika shalat) tidak mengganggu kekhusyuan, maka ini yang lebih afdhal. Tetapi jika membuka mata bisa mengganggu kekhusyuan, karena di arah kiblat ada gambar ornamen hiasan, atau pemandangan lainnya yang mengganggu konsentrasi hatinya, maka dalam kondisi ini tidak makruh memejamkan mata. Dan pendapat yang menyatakan dianjurkan memejamkan mata karena banyak gangguan sekitar, ini lebih mendekati prinsip ajaran syariat dari pada pendapat yang memakruhkannya. (Zadul Ma’ad, 1/283).

Hukum Menjual Babi kepada Orang Kafir


Tanya: 
sy menikah dgn wna. kita punya usaha dagang, dlm usaha salah satunya kami menjual daging babi tp cm untuk dijual ke nonmuslim, awalnya sy keberatan, jujur sampai sekarang juga keberatan tp disitulah penghasilannya yg lebih. Berdosakah saya ustadz? Sy melakukan karena ingin bantu suami. Insya allah sebisa mungkin sy menjaga ibadah sy tp saya merasa ada yg menjanggal dihati saya karena najis tersebut.
Mohon nasehatnya. 
Tee Comans tit**ria***ta@yahoo.com


Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,

Berikut beberapa dalil untuk menyimpulkan jawaban dari pertanyaan di atas, 
Pertama, seluruh kaum muslimin yang sadar dengan agamanya sepakat bahwa babi adalah haram. Sekalipun ada beberapa orang yang tidak bisa menyebutkan dalilnya di luar kepala. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah memberikan satu kaidah baku terkait barang haram. Dalam sebuah hadis dari Ibn Abbas radhiyallahu 'anhuma, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 
إِنَّ اللَّهَ إِذَا حَرَّمَ شَيْئًا حَرَّمَ ثَمَنَهُ
”Sesungguhnya apabila Allah mengharamkan sesuatu, Dia juga mengharamkan hasil dari penjualan sesuatu itu.” (HR. Ahmad 2221, Abu Daud 3488, Ibn Hibban 4938 dan yang lainnya).
Hadis di atas, memiliki sababul qurud, seperti yang diceritakan oleh Jabir bin Abdillah radhiyallahu 'anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ketika Fathu Mekah, beliau berkhutbah, 
«إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ بَيْعَ الْخَمْرِ وَالْمَيْتَةَ، وَالْخِنْزِيرَ، وَالْأَصْنَامَ» فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ شُحُومَ الْمَيْتَةِ فَإِنَّهُ يُطْلَى بِهَا السُّفُنُ، وَيُدْهَنُ بِهَا الْجُلُودُ، وَيَسْتَصْبِحُ بِهَا النَّاسُ، فَقَالَ: «لَا هُوَ حَرَامٌ»، ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ ذَلِكَ: «قَاتَلَ اللَّهُ الْيَهُودَ، إِنَّ اللَّهَ لَمَّا حَرَّمَ عَلَيْهِمْ شُحُومَهَا أَجْمَلُوهُ ثُمَّ بَاعُوهُ فَأَكَلُوا ثَمَنَهُ»
“Sesungguhnya Allah mengharamkan menjual khamr, bangkai, babi, dan berhala.” Kemudian ada sahabat yang bertanya, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana dengan lemak bangkai. Minyak ini biasanya digunakan untuk meminyaki perahu, kulit hewan, dan digunakan untuk bahan bakar lampu.’ Beliau bersabda, “Tidak boleh, itu haram.” kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menceritakan keadaan orang yahudi, “Allah melaknat orang yahudi. Ketika Allah mengharamkan lemak binatang, mereka cairkan (dengan dipanaskan sehingga keluar minyaknya), kemudian mereka jual, dan mereka makan uang hasil penjualannya.”  (HR. Bukhari 2236, Muslim 1581, Abu Daud 3486, dan yang lainnya). 

an-Nawawi (w. 676 H) mengatakan, 
وأما الميتة والخمر والخنزير : فأجمع المسلمون على تحريم بيع كل واحد منها . قال القاضي : تضمن هذا الحديث أن ما لا يحل أكله والانتفاع به لا يجوز بيعه , ولا يحل أكل ثمنه , كما في الشحوم المذكورة في الحديث
“Bangkai, khamr, dan babi, kaum muslimin sepakat haram menjual salah satu diantaranya. Al-Qadhi Iyadh mengatakan, ’Hadis ini mengandung pelajaran, bahwa binatang yang tidak halal dimakan dan tidak halal dimanfaatkan, tidak boleh diperjual belikan, dan tidak halal memakan uang hasil penjualannya. Sebagaimana dalam kasus lemak yang disebutkan dalam hadis tersbut.” (Syarh Shahih Muslim, 11/8). 

Hadis ini pula yang menjadi acuan Lembaga Fatwa Lajnah Daimah, ketika mendapatkan pertanyaan tentang hukum memperdagangkan khamr dan babi, namun tidak dijual kepada orang muslim. 
Jawaban Lajnah Daimah
لا يجوز المتاجرة فيما حرم الله من الأطعمة وغيرها ، كالخمور والخنزير ولو مع الكفرة ؛ لما ثبت عنه صلى الله عليه وسلم أنه قال : ( إن الله إذا حرم شيئا حرم ثمنه ) ..
“Tidak boleh memperdagangkan makanan atau benda lainnya yang Allah haramkan. Seperti khamr, babi, meskipun kepada orang kafir. Karena terdapat hadis shahih dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, ‘Sesungguhnya apabila Allah mengharamkan sesuatu, Dia juga mengharamkan hasil dari penjualan sesuatu itu.” (Fatawa Lajnah Daimah, 13/15). 

Memahami hal ini, ada konsekuensi yang harus dilakukan, 
Pertama, bertaubat dan memohon ampun kepada Allah, karena telah melakukan transaksi yang terlarang.
Kedua, membersihkan diri dari uang yang haram itu, dengan memberikannya kepada orang miskin atau disumbangkan untuk kepentingan sarana umum.

Doa di Hari Arafah bagi Selain Jamaah Haji



Assalamu alaikum ustad, apa saat hari arofah bg yang tidk melaksnakn ibadah haji adl waktu mustajab untuk berdoa, sbgmn jmaah haji yg sedang wukuf di arafah? Jazaakallahu khoir,..

Barkah, Sleman

Jawab: 
Wa alaikumus salam wa rahmatullah

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du, 
Terdapat beberapa dalil yang menunjukkan keutamaan berdoa di hari arafah, diantaranya, 
Hadis dari A’isyah radhiyallahu 'anha, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 
مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللهُ فِيهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ، مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ، وَإِنَّهُ لَيَدْنُو، ثُمَّ يُبَاهِي بِهِمِ الْمَلَائِكَةَ، فَيَقُولُ: مَا أَرَادَ هَؤُلَاءِ؟
“Tidak ada hari dimana Allah paling banyak membebaskan hamba dari neraka selain hari Arafah. Dia mendekati mereka, lalu dia banggakan mereka di hadapan para malaikat, dengan berfirman: Apa yang mereka inginkan?” (HR. Muslim no. 1348).

Kemudian, hadis dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu 'anhuma, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 
خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ
”Sebaik-baik doa adalah doa hari arafah.” (HR. Turmudzi 3585 dan dihasankan oleh al-Albani dalam Shahih at-Targhib no. 1536)

Juga diriwayatkan dari Thalhah bin Ubaid bin Kuraiz, beliau mengatakan, 
أَفْضَلُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ
“Doa yang paling utama adalah doa hari arafah.” (HR. Malik dalam al-Muwatha’ 2/300, dan al-Jauhari mengatakan, Hadis ini mursal – keterangan tabiin –). 

Apakah ini khusus jamaah haji atau Umum untuk semua Muslim?
Ulama berbeda pendapat tentang keutamaan doa pada hari arafah, apakah keutamaan doa ini khusus berlaku untuk jamaah haji ataukah berlaku umum untuk semua kaum muslimin di selurun penjuru dunia? 
Sebagian Malikiyah menyatakan bahwa keutamaan ini khusus berlaku untuk jamaah haji yang sedang wukuf di arafah. Imam al-Baji – ulama madzhab Maliki – (w. 474 H) mengatakan, 
قوله : " أفضل الدعاء يوم عرفة " يعني : أكثر الذكر بركة وأعظمه ثوابا وأقربه إجابة ، ويحتمل أن يريد به الحاج خاصة ؛ لأن معنى دعاء يوم عرفة في حقه يصح ، وبه يختص ، وإن وصف اليوم في الجملة بيوم عرفة فإنه يوصف بفعل الحاج فيه
”Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, ’Sebaik-baik doa adalah doa arafah’, artinya dzikir yang paling berkah, yang paling besar pahalanya, dan yang paling berpeluang mustajab adalah doa ketika arafah. Kemungkinan yang dimaksud di sini adalah jamaah haji secara khusus. Karena makna ’doa hari arafah’ untuk para jamaah haji sangat tepat, dan itu khusus untuk mereka. Dan karena hari itu disebut dengan hari arafah, disimpulkan dari aktivitas jamaah haji di sana.” (al-Muntaqa Syarh al-Muwatha’, 2/1). 

Sementara ulama lain berpendapat bahwa keistimewaan ini berlaku untuk jamaah haji dan selain jamaah haji. Al-Hafidz Ibnu Rajab (w. 795 H) menyebutkan sebuah riwayat dari jalur Nufai’ Abi Daud, bahwa Ibnu Umar mengatakan,
إذا كان يوم عرفة لم يبق أحد في قلبه مثقال ذرة من إيمان إلا غفر له قيل له: أللمعروف خاصة أم للناس عامة؟ قال: بل للناس عامة"
“Ketika hari arafah, setiap orang yang memiliki iman seberat telur semut maka dia akan diampuni.” ada yang bertanya kepada beliau, ’Apakah khusus untuk yang sedang wukuf di arafah ataukah umum mencakup semua orang?’ “Umum untuk semua manusia.” Jawab Ibnu Umar. (Lathaif al-Ma’arif, hlm. 492). 

Pendapat ini pula yang dikuatkan oleh Dr. Sholih al-Fauzan. Ketika beliau ditanya, apakah keutamaan doa pada hari ‘Arafah khusus bagi para jamaah haji ataukah umum untuk semua manusia?
Jawaban beliau 
الدعاء يوم عرفة عام للحجاج وغيرهم لكن الحجاج على وجه أخص لأنهم في مكان فاضل وهم متلبسون بالإحرام وواقفون بعرفة فهم يعني يتأكد الدعاء في حقهم والفضل في حقهم أكثر من غير الحجاج وأما بقية الناس الذين لم يحجوا فإنهم يشرع لهم الدعاء والاجتهاد بالدعاء في هذا اليوم ليشاركوا إخوانهم الحجاج في هذا الفضل
“Doa pada hari ‘Arafah berlaku umum untuk para jamaah haji dan selain jamaah haji. Akan tetapi, para jamaah haji lebih khusus karena mereka berada di tempat yang mulia, sedang melaksanakan ihram dan melakukan wuquf di arafah. Doa untuk mereka menjadi sangat ditekankan. Keutamaan untuk mereka lebih banyak dari pada selain jamaah haji. Adapun masyarakat lain yang tidak berhaji, disyariatkan untuk mereka berdoa serta bersungguh-sungguh dalam berdoa pada hari ini, agar sama-sama mendapatkan keutamaan sebagaimana saudara-saudara mereka, para jamaah haji. 
Selanjutnya, Dr. Al-Fauzan menyebutkan hadis Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang keutamaan doa ketika hari arafah, kemudian beliau menegaskan, 
فالدعاء مشروع في يوم عرفة للحاج ولغيره لكنه في حق الحاج آكد وأفضل لما هو متلبس به من المناسك ولما هو فيه من المكان العظيم الفاضل وأما الزمان وفضل الزمان فيشترك فيه الحجاج وغير الحجاج وأما المكان فيختص به الحجاج وهو الوقوف بعرفة.
Oleh karena itu, doa pada hari Arafah disyariatkan untuk orang yang berhaji dan selainnya. Akan tetapi, bagi orang yang berhaji, lebih ditekankan dan lebih utama, karena mereka sedang melaksanakan berbagai manasik dan karena mereka berada di tempat yang agung nan utama. Adapun tentang batas waktu (hari arafah) dan keutamaan waktu, jama’ah haji dan selain jamaah haji sama-sama mendapatkannya. Sementara tempat (arafah) hanya khusus untuk jamaah haji, yaitu wuquf di arafah.” [sumber: http://alfawzan.af.org.sa/node/8980]

Semua kaum muslimin bisa mendapatkan keutamaan hari arafah, sementara keutamaan padang arafah, hanya dimiliki oleh para jamaah haji yang sedang wukuf di arafah.

SURAT KETERANGAN


Nomer: 01/DPS/X/2013

Pada hari ini Jum’at, tanggal 11 Oktober 2013 atau 6 Dzulhijah 1434 H Dewan Pengawas Syariah Koperasi Serba Usaha Assalam menerangkan bahwa:
1.      Kegiatan  Koperasi di dalam Masjid pada dasarnya dilarang berdasarkan beberapa hadits dan penjelasan dari beberapa ulama (terlampir).
2.      Kegiatan Koperasi di luar Masjid diperbolehkan sesuai dengan makna yang terkandung dalam poin (1) surat keterangan ini.
3.      Batas-batas Masjid yang diperbolehkan untuk kegiatan bisnis dan atau jual beli oleh Koperasi Serba Usaha Assalam di Masjid Assalam, Minomartani, Sleman, Yogyakarta adalah bagian luar lingkungan Masjid.
4.      Bagian luar lingkungan Masjid yang dimaksud dalam poin (3) adalah semua area di lingkungan Masjid yang tidak dipergunakan untuk kegiatan ibadah shalat sehari-hari oleh jamaah Masjid Assalam.
5.      Rapat-rapat dan kegiatan diskusi lainnya yang berkaitan dengan kemajuan Koperasi Serba Usaha Assalam dapat dilakukan di dalam serambi Masjid Assalam.

Demikian Surat Keterangan ini dibuat untuk dapat dipergunakan seperlunnya.

Dewan Pengurus Syariah Koperasi Serba Usaha Assalam:

Ketua                           : Drs. Sidiq Tono, M.Hum                                ………………………………..

Anggota                       : 1. Drs. Al Hasin, MBA                                   ………………………………..

                                      2. Dr. D. Agus Harjito, M.Si